Keagamaan

Sebuah Kajian Teks Al-Qur’an: Mengapa Indonesia yang Mayoritas Muslim Selalu Jadi Perhatian Paus?

Pada Jum’at 6 September 2024, Paus Fransiskus resmi mengakhiri kunjungan apolistiknya di Indonesia. Setelah ini, Paus akan singgah di Papua Nugini, Timur Leste, lalu mengakhiri perjalanan kepausan di Singapura untuk wilayan Asia Tenggara.

Paus Fransiskus adalah Paus ke-3 yang berkunjung ke Indonesia setelah Paus Paulus VI pada 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada 1989. Paus akan berada di Jakarta selama 3 hari pada 3-5 September. Di negara tujuan kedua, Papua Niugini, ia menghabiskan kunjungan selama 4 hari pada 6-9 September.

Setelah kunjungan Paus, umat Islam di Indonesia perlu melakukan refleksi. Mengapa negeri dengan penduduk Islam terbesar di dunia selalu menarik perhatian Paus. Tulisan ini mengambil perspektif teologis mengapa hal itu terjadi, yaitu dengan menggali bagaimana sebetulnya relasi Islam-Kristen dibincang dalam Al-Qur’an.

Tulisan ini mengasumsikan bahwa relasi Islam-Kristen sebenarnya adalah hubungan klasik dengan dinamika yang sangat menarik. Kedua agama besar ini kadang diceritakan sebagai kawan dekat, tetapi juga kadang dikesankan sebagai musuh.

Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad kiranya dapat dijelaskan oleh perjumpaan Rasulullah dengan tiga praktik keyakinan besar yang tumbuh di Jazirah Arab pada masanya, yaitu kaum pagan Makkah, umat Yahudi Madinah, dan komunitas Nasrani Arab. Oleh karena itu, pesan-pesan Al-Qur’an tampak mencerminkan ketegangan antar tiga keyakinan besar itu dan kesadaran Nabi sebagai utusan Allah yang membawa pesan untuk disampaikan kepada orang-orang di sekitarnya,

Lebih spesifik, Al-Qur’an membincang Kristen dengan beberapa status. Misalnya, ketika Al-Qur’an membincang tentang status Kristen sebagai umat yang paling dekat dengan Islam. Ayat tersebut turun dalam satu rangkaian QS. al-Maidah: 82,

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُم مَّوَدَّةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّا نَصَٰرَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

”Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.”

Pernyataan Al-Qur’an yang berisi tentang penilaian positif terhadap Yesus dan kaum Kristen tersebut muncul dalam konteks pertemuan Nabi dengan sejumlah besar kaum Yahudi sebelum Nabi bertemu dengan umat Kristen dengan jumlah yang kurang lebih sama. Namun, umat Yahudi Madinah waktu itu menolak keras pengakuan terhadap kerasulan Muhammad.

Kemudian datanglah utusan raja Najasyi yang datang dari negeri Habasyah untuk menemui kaum Muslimin. Kemudian Nabi saw. membacakan surah Yasin kepada mereka. Setelah itu, mereka menangis dan masuk Islam semuanya seraya mengatakan, “Alangkah miripnya bacaan ini dengan apa yang telah diturunkan kepada Nabi Isa.” Kemudian, turunlah ayat tersebut.

Selain ayat tersebut, ada enam ayat lainnya yang secara umum menyiratkan citra positif Kristen dalam Al-Qur’an, yaitu QS. al-Baqarah: 62, QS. Ali Imran: 55, QS. Ali Imran: 199, QS. al-Maidah: 66, QS. al-Qashash: 52-55, dan QS. al-Hadid: 27. Sebagian dari ayat itu menggunakan istilah ahlul kitab untuk merujuk umat Kristen, yaitu mereka yang telah diberikan Kitab Suci.

Namun, beberapa kalangan ahli tafsir kontemporer kemudian mengatakan bahwa kaum Kristen atau Nasrani yang dimaksud ayat tersebut adalah ‘Kristen tertentu’. Dengan kata lain, yang disebut ‘orang Kristen’ menurut Al-Qur’an adalah ‘orang yang mengakui kenabian Muhammad dan wahyu yang diturunkan kepadanya’.

Akan tetapi, di luar beberapa komentar positif yang dikemukakan, Al-Qur’an juga menyinggung beberapa hal negatif seputar mereka. Sebagian di antaranya  diungkapkan dalam konteks bahasan syirik dan kufur. Dua kata tersebut biasanya digunakan Al-Qur’an untuk merujuk pada kaum musyrik Makkah dan Arab yang menolak ajaran Nabi. Namun, beberapa ayat ternyata menggunakan itu untuk merujuk pada karakteristik peribadatan umat Kristen. Seperti misalnya QS. al-Maidah: 73,

لَّقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۚ وَإِن لَّمْ يَنتَهُوا۟ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”

Ayat lainnya misalnya QS. al-Maidah: 72 yang menyatakan status kafir umat yang mengatakan bahwa Allah adalah Almasih, putra Maryam. Lalu QS. at-Taubah: 29 yang mengatakan bahwa para Ahlul Kitab yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya harus diperangi. Dalam konteks ayat ini, Kristen mulai dipandang sebagai terdakwa. Meskipun pada dasarnya ayat itu tidak mengutak-atik identitas orang Kristen, tampak jelas perubahan sikap Al-Qur’an terhadap Kristen.

Jadi, terdapat dua macam pernyataan di dalam Al-Qur’an mengenai kaum Kristen. Penggambaran positif menyebut bahwa orang Kristen, dan juga Yahudi, pada dasarnya adalah Ahlul Kitab atau Ahli Waris Kitab. Sebaliknya, penggambaran negatif menyiratkan bahwa kaum Kristen, kadang disebut bersama dengan Yahudi, dipandang sebagai kaum musyrik atau kafir.

Namun yang mesti dicatat adalah bahwa kedua pernyataan tentang kaum Kristen dan Yahudi yang disebut dalam Al-Qur’an kebanyakan merujuk pada kaum Kristen dan Yahudi yang menetap di Jazirah Arab saja, bukan komunitas Kristen dan Yahudi secara umum di seluruh dunia. Pemahaman ini digunakan untuk mencerna pernyataan yang membingungkan umat Kristen yang memandang Yesus dan ibunya sebagai Tuhan dalam QS. al-Maidah: 116. Sebuah pernyataan yang tidak pernah diungkapkan oleh kebanyakan Kristen di Jazirah Arab.

Dengan demikian, pernyataan Al-Qur’an mengenai kaum Kristen harus dilihat sebagai bagian dari pembahasan bersegi tiga, karena biasanya hal itu disandingkan dengan pembahasan mengenai kaum musyrik Makkah dan kaum Yahudi. Dalam bingkai segitiga ini, Al-Qur’an kemudian menegaskan status kenabian Isa (Yesus), yang bersanding dengan penolakan pengakuan kaum Yahudi terhadap kenabian Yesus, beserta klaim Kristen mengenai Yesus, terutama gagasan yang menyatakan bahwa Yesus, dalam pengertian apapun itu, adalah ‘anak Tuhan’.

Beberapa petikan ayat Al-Qur’an tentang Kristen di atas hendak menunjukkan pola hubungan yang terjalin di antara komunitas antar agama besar di Jazirah Arab dan bagaimana hubungan itu menghangat atau mendingin pada beberapa tahap perkembangan ajaran Islam.

Hal ini penting sebagai bekal kita untuk menakar bagaimana bersikap terhadap umat Kristen. Dalam hal aqidah memang kita bisa mengistilahkan mereka dengan ‘kafir’ atau ‘musyrik’, namun selain bahasa itu, Al-Qur’an bahkan menggunakan bahasa yang sangat akrab, yaitu ‘ahlul kitab’ sebagai cerminan dari saudara-saudara kita dari nenek moyang yang sama.

Walakhir, perhatian Paus terhadap Indonesia barangkali berangkat dari relasi dinamis Kristen dan Islam tersebut. Sebagai agama yang lahir setelah Kristen, Islam dianggap menjadi sekutu yang dekat sehingga kampanye dialog lintas iman di Indonesia semakin valid. Beda kasus dengan Filipina yang mayoritas Katolik, promosi kemanusiaan melalui dialog lintas iman mungkin kurang begitu populer.

Sepeninggal kunjungan itu, kita harus menyadari bahwa kedatangan Paus adalah untuk meneguhkan posisi Indonesia dalam kancah global sebagai salah satu penggerak perdamaian dunia.

Dinda Permata Pratiwi

Recent Posts

Bahaya Pemahaman Tekstual Al Wala’ wal Bara’ Untuk Perdamaian Antar Agama

Secara etimologi, al Wala' berarti kesetiaan. Sedangkan al Bara' artinya terlepas atau bebas. Istilah ini…

3 jam ago

Cinta dan Kasih Mempertemukan Semua Ajaran Agama

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, kasih sayang dan persaudaraan antar umat beragama menjadi salah satu…

3 jam ago

Lebih dari Sekadar Salaman dan Cium Tangan, Telaah Gestur Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal

Momen simbolis penuh hangat antara Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar bukan…

3 jam ago

Membaca al Wala’ wal Bara’ dalam Konteks Ke Indonesiaan

Yang harus ditegaskan adalah, apakah al wala' wal bara' kontradiktif dengan ajaran Islam? Tidak. Selama…

1 hari ago

Regenerasi Kepala BNPT dan Agenda Penanggulangan Terorisme di Era AI

Rabu, 11 September 2024, Presiden Joko Widodo secara resmi melantik Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol)…

1 hari ago

Risalah Rasulullah kepada Kristen Najran; Dokumen Perdamaian Berharga Islam-Kristen di Abad ke-7 M

Ada semacam paradoks di tengah kultur sosial keagamaan kita, yaitu munculnya kelompok-kelompok yang mengaku mengikuti…

1 hari ago