Problem yang krusial saat ini, orang tua sering-kali membiarkan anak-anaknya berselancar di media sosial tanpa pengawasan sedikit-pun. Dengan sebuah alasan, dunia telah modern dan biarkan anak-anak menikmati zamannya untuk menguasai dunia digital.
Lantas, apa yang kita pikirkan, setelah ada kasus pembunuhan yang dilakukan dua remaja terhadap bocah usia 11 tahun? Keduanya termakan oleh sebuah website jual-beli organ tubuh manusia di media sosial yang menjanjikan uang yang begitu fantastis.
Masihkah kita membiarkan anak-anak tanpa pengawasan di media sosial? Dari kasus ini, kita seharusnya bisa menyadari satu hal. Bahwa, media sosial yang bebas dan tak terbatas itu sering-kali melahirkan semacam sikap (impulsif).
Bahaya Sikap Impulsif Bagi Anak di Media Sosial
Sikap impulsif di media sosial, pada dasarnya mengacu ke dalam banyak hal. Seperti hegemony budaya, provokasi kejahatan, watak kekerasan verbal/fisik, kebiasaan olok-olok dan tindakan zhalim. Semuanya memengaruhi sikap, jalan berpikir dan jalan bertindak siapa-pun.
Dalam contoh kasus, kejahatan transaksi jual-beli organ tubuh manusia yang tersebar di media sosial. Lalu menawarkan harga yang fantastis mahal. Lalu, iklan kejahatan yang semacam ini pasti akan menghilangkan kesadaran seseorang untuk berpikir.
Dalam konteks anak-anak, mereka tentu tidak paham bahwa, organ tubuh manusia itu tidak ada satu-pun orang yang ingin menjual apalagi memberikannya. Mereka juga tidak paham secara ajaran agama, bahwa membunuh itu dilarang. Sehingga, keterbatasan bekal pemahaman yang semacam ini membuat anak-anak melakukan tindakan zhalim itu.
Yaitu tanpa ada kontrol diri atau-pun dari orang tua. Sedangkan dirinya telah diracuni dengan “ketertarikan” uang yang fantastis. Sehingga, membuat lupa segalanya lalu melakukan aksi pembunuh dengan tujuan uang yang fantastis. Meskipun, seorang anak-anak tidaklah mengerti uang sebanyak itu untuk apa.
Ini adalah fakta bahayanya sikap impulsif di media sosial untuk benar-benar dipertimbangkan oleh orang tua secara utama. Termasuk para tenaga pendidik layaknya guru di sekolah perihal bahayanya sikap impulsif di media sosial.
Anak-anak sering-kali melontarkan ungkapan kasar, cacian atau hinaan dengan meniru aktor-aktor yang dianggap panutan. Bahkan, secara gaya hidup, cara berpakaian sering-kali dipengaruhi sesuatu yang muncul di media sosial.
Perilaku yang semacam ini merupakan sebuah fakta kekuatan sosial media yang tak terbatas dan penuh dengan kebebasan itu. Yaitu mampu menghilangkan kesadaran seseorang untuk mengendalikan emosional serta perilaku diri. Sehingga, rawan melahirkan sikap-sikap yang merugikan dirinya dan orang lain.
Apalagi, sikap impulsif itu membuat anak-anak menjadi beringas, brutal, radikal dan penuh kezhaliman. Ini tidak kita biarkan anak-anak bermain sosial media tanpa pengawasan. Perlu adanya semacam edukasi, nasihat-nasihat dan larangan-larangan yang bisa membuat anak-anak tidak terjebak ke dalam sikap impulsif itu.
Pentingnya Pengawasan Orang Tua dan Edukasi Akhlak di Media Sosial
Belajar dari kasus dua remaja membunuh anak sebaya karena termakan korban iklan jual-beli organ tubuh manusia. Orang tua harus membangun pengawasan yang begitu ketat atas anak-anak dan pentingnya menanamkan akhlak/moralitas serta kesadaran etis dalam bermain di media sosial.
Orang tua/guru perlu membimbing anak-anak agar tidak salah melangkah. Apalagi sampai terpengaruh dengan sikap-sikap zhalim semacam itu. Pentingnya moralitas akhlak di media sosial atas anak demi mencegah anak-anak dari tindakan yang sangat tidak dibenarkan oleh agama, merusak tatanan sosial, merugikan orang lain atau-pun dirinya.
Karena, ketika anak-anak memiliki pengetahuan, batasan diri dan pemahaman akan baik-buruknya sesuatu yang ada di media sosial. Maka, ini akan menjadi satu paradigma penting untuk dibangun. Yaitu menyelamatkan anak-anak dari sikap impulsif di media sosial.
This post was last modified on 16 Januari 2023 4:35 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…