Di dalam AL-Qur’an, peran ulama dan umara itu tidak terpisah karena disebutkan dalam satu paket. Seperti di dalam potongan (Qs. An-Nisa:59) “athi’ullaha wa athi’urrasul wa ulil amri mingkum” kata (wa athi’urrasul) sebagai pengidentifikasian ketaatan pada para ulama sebagai (al ulama’ warashatil anbiyah) yaitu pewaris para rasul/nabi dalam membawa ajaran yang rahmatan lil alamin.
Peran fundamental ulama dan umara di dalam Al-Qur’an mengacu ke dalam Baldatun Tayyibatun warabun ghafur (Qs. Saba’:34:15). Bahwa pemerintah dan ulama memiliki tugas yang sama dalam menciptakan negara yang baik dan negara yang penuh pengampunan Tuhan (basis ajaran agama).
Yaitu menciptakan sebuah tatanan sosial-masyarakat yang bermoral, adil, tidak terjadi kekacauan, menjaga persatuan dan kebersamaan tanpa berpecah-belah. Misalnya, dalam konteks peran pemerintah (umara) dalam membuat kebijakan. Juga harus menjadikan nilai agama sebagai fondasi penting dalam menjaga persatuan dan terbebas dari paham perusak tatanan seperti radikalisme-terorisme itu.
Sedangkan peran ulama dalam kehidupan sosial-masyarakat. Adalah mengajarkan nilai-nilai keagamaan dalam membentuk moralitas yang anti-kekerasan, anti-kezhaliman dan anti paham perusak bangsa. Ulama memiliki peran secara keagamaan dalam memperbaiki spiritualitas masyarakat dalam menopang misi pemerintah untuk menjaga tatanan agar tetap bersatu dan tidak berpecah-belah itu.
Sinergi Ulama dan Umara dalam Memboikot Radikalisme-Terorisme
Sinergi yang baik antar ulama dan umara telah dibuktikan dalam bentuk solidaritas terhadap Palestina. Sebagaimana, kebijakan pemerintah dalam menyuarakan pentingnya menghentikan agresi Israel dapat dikuatkan dengan sinergi ulama melalui fatwa untuk memboikot produk produk Israil/para pendukungnya.
Sinergi aktif yang semacam inilah yang sangat dibutuhkan. Utamanya dalam memboikot paham radikalisme-terorisme. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam mencegah paham radikalisme juga sejalan dengan fatwa dan pandangan ulama untuk (memboikot) produk ideologi perusak bangsa. Agar, umat bisa menjauhi propaganda mereka yang kerap membawa modus keagamaan di dalamnya.
Misalnya, peran ulama dalam memberi pemahaman keagamaan yang moderat, tolerant dan anti paham radikal-teroris. Juga, memberi imbauan keharaman ikut paham-paham perusak bangsa tersebut. Serta memberi fatwa-fatwa keagamaan agar secara inspirasi keagamaan umat tidak terpengaruh dengan ajaran radikalisme-terorisme.
Peran ulama dengan paradigma di atas tentu sangat bersinergi secara mutualisme dengan kebijakan pemerintah. Bagaimana, pemerintah membangun mekanisme penanggulangan dan pencegahan. Dukungan-dukungan berbasis keagamaan pada dasarnya menjadi kekuatan penting dalam meng-counter bahaya radikalisme-terorisme dengan melibatkan ulama-umara secara mutualistic.
Jadi, dorongan akan pentingnya masyarakat dalam menjauhi, menghindari atau anti paham radikalisme-terorisme tidak hanya dikuatkan secara mekanisme hukum atau kebijakan pemerintah. Akan tetapi juga dikuatkan secara moralitas dan filter kebenaran berbasis (keagamaan). Dengan peran ulama yang bersinergi dengan pemerintah demi tujuan maslahat kebangsaan dan keumatan itu.
Karena selama ini, kita kehilangan (sinergitas) itu. Sebab, ketika ada kebijakan pemerintah dalam hal penanggulangan radikalisme-terorisme. Di situ kurang adanya dukungan dan partisipasi secara prinsip keagamaan yang diperankan oleh ulama. Sehingga, pencegahan ini dilemahkan oleh berbagai narasi seperti tuduhan Islamophobia dan tuduhan anti-Islam.
Ketika kebijakan berbasis pemerintahan dan kebijakan itu dikuatkan secara basis keagamaan. Misalnya, membuat fatwa-fatwa keagamaan untuk berlomba-lomba dalam keagamaan agama mencegah/memberantas paham radikalisme. Ini merupakan satu paradigma penting peran ulama dalam memperkuat kebijakan pemerintah berbasis sinergi mutualisme yaitu keuntungan bersama demi keamanan dan terhindar dari kehancuran tatanan.
Visi Ulama-Umara Menjaga Persatuan di Era Disrupsi
Di era disrupsi ini, banyaknya informasi hoax, fitnah, adu-domba dan provokasi serta sentiment. Itu semua telah melahirkan ancaman perpecahan dan retaknya persatuan kita di negeri ini. Maka, secara prinsip kenegaraan ini berupaya memecah-belah (tatanan bangsa) dan secara prinsip keagamaan ini membawa dampak kemudharatan bagi tatanan.
Sinergi dalam satu visi/paradigma antar ulama dan umara sangatlah penting. Bagaimana peran ulama dengan pemahaman keagamaan yang luas dapat memberi pengaruh secara moralitas dan refleksi keagamaan akan bahaya hoax dan bahaya perpecahan. Karena ini sebagai satu paradigma penting dalam memperkuat umara’ (pemerintah) dalam menjaga tatanan.
Oleh karena itu, sinergi dengan satu visi yang secara mutualisme antar ulama dan umara itu sangatlah penting. Demi menjaga tatanan dan kemaslahatan umat agar tidak berpecah-belah. Sebab, persatuan merupakan satu entitas penting yang harus dijaga baik dalam prinsip bernegara mau-pun dalam prinsip beragama.
This post was last modified on 23 November 2023 12:59 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…