Narasi

Tantangan Propaganda Digital : Tantangan Baru dengan Wajah Lama

Tahun baru seharusnya menjadi momen refleksi dan harapan. Namun, di tengah semangat optimisme pergantian tahun, ancaman radikalisme dan ekstremisme terus menjadi bayang-bayang nyata bagi Indonesia. Salah satu kelompok yang menjadi perhatian global adalah ISIS, yang meskipun kekhalifahan fisiknya runtuh pada tahun 2019, tetap aktif melalui jaringan patron-patronnya di berbagai belahan dunia. Militansi mereka, termasuk di Indonesia, menjadi ancaman serius yang menguji kemampuan bangsa ini untuk melawan ideologi yang menyimpang dari nilai-nilai keislaman yang damai dan moderat.

Pada awal Januari 2025, narasi propaganda ISIS di Indonesia kembali mengemuka melalui diskusi-diskusi terkait isu akidah di ruang digital. Perbincangan ini sering dikemas dengan menonjolkan isu syariat yang tampak “urgent,” memanfaatkan celah pemahaman agama yang sempit di sebagian kelompok masyarakat. Pendekatan ini tidak hanya meradikalisasi individu, tetapi juga menciptakan perpecahan di tengah umat.

ISIS dan kelompok radikal lainnya kerap menggunakan pemahaman syariat yang sempit untuk memikat individu ke dalam ideologi ekstremis mereka. Mereka mendistorsi ajaran agama dengan menekankan konsep jihad sebagai perang fisik dan memanfaatkan narasi ketidakadilan sosial serta politik untuk menarik simpati. Dekonstruksi terhadap pemahaman ini menjadi langkah strategis untuk melawan propaganda mereka.

Dekonstruksi pemahaman syariat yang sempit tidak hanya menjadi tanggung jawab ulama dan pemuka agama, tetapi juga seluruh komponen bangsa. Pemerintah dapat berperan dengan mempromosikan tafsir-tafsir Islam yang moderat melalui pendidikan formal dan nonformal. Program Islam Wasathiyah yang diinisiasi oleh Kementerian Agama dapat diperluas dengan melibatkan lebih banyak tokoh muda dan memanfaatkan media digital untuk menjangkau generasi milenial dan Gen Z.

Salah satu pendekatan yang efektif adalah dengan memperkuat pendidikan keagamaan yang berbasis pada nilai-nilai toleransi dan kebangsaan. Sebagai contoh, pesantren di Indonesia telah lama menjadi benteng Islam moderat. Program penguatan kurikulum di pesantren, termasuk literasi digital, dapat menjadi alat untuk melawan infiltrasi ideologi ekstremis.

Media digital telah menjadi senjata utama ISIS dalam menyebarkan propaganda mereka. Laporan dari Global Extremism Monitor menunjukkan bahwa sejak runtuhnya kekhalifahan fisik ISIS, aktivitas mereka di dunia maya meningkat tajam. Propaganda ini menyasar kaum muda yang cenderung lebih rentan terhadap manipulasi ideologis. 

Untuk menangkal ancaman ini, pemerintah telah memperkuat cybersecurity dan bekerja sama dengan platform media sosial untuk menutup akun-akun yang terindikasi menyebarkan konten radikal. Namun, langkah ini saja tidak cukup. Literasi digital di kalangan masyarakat harus terus ditingkatkan. Sebuah studi pada tahun 2024 yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan bahwa 65% responden tidak mampu mengenali propaganda radikal di media sosial. Ini menunjukkan perlunya program edukasi digital yang lebih masif dan terstruktur.

Masyarakat adalah garis depan dalam mencegah radikalisme. Ketahanan sosial yang kuat dapat menjadi benteng untuk menangkal ideologi ekstremis. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan keagamaan yang inklusif dan dialog antarumat beragama. Komunitas lokal juga dapat menjadi agen perdamaian dengan menciptakan ruang-ruang diskusi yang membangun, di mana perbedaan pandangan dapat dibahas tanpa konflik.

Salah satu contoh nyata adalah inisiatif Rumah Moderasi yang didirikan oleh sekelompok pemuda di Surabaya. Rumah ini menyediakan ruang bagi masyarakat untuk belajar tentang Islam moderat dan berdiskusi tentang isu-isu sosial. Sejak didirikan pada 2023, program ini berhasil menjangkau lebih dari 10.000 orang dari berbagai latar belakang, membangun kesadaran akan pentingnya toleransi dan perdamaian.

Pendekatan inovatif dalam melawan radikalisme adalah dengan melibatkan mantan simpatisan atau korban propaganda radikal sebagai agen perubahan. Mereka dapat memberikan kesaksian langsung tentang bahaya ideologi ekstremis dan proses deradikalisasi yang mereka alami. Sebagai contoh, di Yogyakarta, seorang mantan anggota jaringan radikal menjadi pengajar di program deradikalisasi BNPT, memberikan perspektif yang otentik kepada peserta tentang bahaya terorisme.

Pergantian tahun 2025 memberikan harapan baru bagi Indonesia untuk melanjutkan upaya melawan ekstremisme dan radikalisme. Momentum ini harus dimanfaatkan untuk membangun keberlanjutan program-program yang telah ada, sekaligus memperkenalkan strategi baru yang lebih adaptif terhadap dinamika global.

Masyarakat harus terus diajak untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga persatuan dan harmoni sosial. Pemerintah, melalui BNPT dan lembaga terkait, perlu meningkatkan kerja sama internasional dalam memantau jaringan ISIS di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, regulasi yang lebih tegas terhadap penyalahgunaan media digital untuk penyebaran ideologi radikal juga harus diperkuat.

Dekonstruksi pemahaman syariat yang sempit menjadi kunci untuk melawan ideologi radikal yang menyimpang dari ajaran Islam sejati. Dengan memperkuat pendidikan moderasi, literasi digital, dan peran masyarakat, Indonesia dapat terus menjadi teladan dalam menjaga stabilitas dan perdamaian di tengah ancaman global. Harapan di tahun 2025 adalah terwujudnya bangsa yang lebih kuat, bersatu, dan tahan terhadap infiltrasi ideologi yang merusak.

 

Ernawati Ernawati

Recent Posts

Harapan dan Strategi Baru Menghadapi Dinamika Tantangan Terorisme 2025

Tahun 2025 hadir dengan harapan baru bagi bangsa Indonesia. Keberhasilan mencatatkan "zero terrorist attack" sepanjang…

18 menit ago

Resolusi 2025: Mewaspadai Propaganda Radikal HTI dan Wahabi Berkedok Purifikasi

Salah satu bentuk propaganda yang perlu diwaspadai di tahun 2025 adalah upaya kelompok radikal seperti…

51 menit ago

Membaca Propaganda “Persatuan Islam” ala Khilafatul Muslimin di Tahun 2025

Jika ada satu kelompok salafi yang pergerakan cenderung tersamar dan tidak terdeteksi di tahun 2024,…

1 jam ago

Paradigma Multidimensionalitas dan Kemurnian Akidah

Ada sebuah kearifan Jawa tentang “lelaku” ataupun “laku” yang secara harfiah berarti berjalan. Memang, dalam…

24 jam ago

Keberhasilan Pemberantasan Terorisme; Antara “Nation Branding” dan “International Trust”

Jika kita bertanya, apa saja faktor dan variabel yang berpengaruh pada kemajuan sebuah negara? Maka,…

1 hari ago

Catatan Awal Tahun; Zero Terorism Attack Bukanlah Akhir dari Perang Melawan Terorisme

Indonesia kembali berhasil mencatatkan pencapaian penting sepanjang tahun 2024 dengan mempertahankan status zero terrorism attack…

1 hari ago