Categories: Narasi

Bijak Dalam Memberi Nasehat

 “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Selain menjadi ‘gudang’ bagi hikmah, rahmah dan pengampunan, Bulan Ramadhan juga merupakan bulan yang penuh dengan nasihat. Di bulan ini, seluruh ibadah dilipat gandakan pahalanya oleh Allah, karenanya semangat untuk beribadah begitu menggelora di hampir seluruh umat muslim. Seolah tidak ingin menikmati limpahan rahmat ini sendirian, berbagai ajakan kebaikan turut meramaikan bulan ramadhan.

Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya frekuensi ceramah agama selama bulan Ramadhan. Pada bulan-bulan selain Ramadhan, ceramah agama hanya sesekali terdengar di masijid atau mushalla, namun setiap kali bulan ramadhan tiba, hampir di setiap masjid, mushalla, atau bahkan di beberapa pusat perkantoran, ceramah selalu terdengar menggema. Hal ini tentu merupakan keutamaan bagi kita yang selalu mendamba kebaikan.

Seiring dengan perkembangan zaman, ceramah di bulan ramadhan tidak hanya ramai pada waktu-waktu selepas sholat isya’ dan subuh –umumnya ceramah ini disebut kultum (kulih tujuh menit)–, nasihat juga sering kita temukan di jejaring media sosial. Secara ilmiah memang belum pernah ada penelitian yang mengungkap intensitas postingan berisi nasihat di media sosial, namun demikian hampir setiap saat kita temukan sahabat atau sekedar kenalan memenuhi halaman medsos kita dengan posting-posting bernada menasihati.

Semangat menasihati seperti ini muncul lantaran pada bulan ini umat Islam sedang diuji ketangguhannya melawan hawa nafsu, karenanya wajar jika sesama muslim saling menguatkan dengan memberi nasihat. Penyebab lain adalah karena pahala ibadah pada bulan suci ramadhan dilipat gandakan oleh Allah sebagai konsekuensi dari hikmah Ramadhan sebagai bulan seribu bulan (alfu syahr). Selain itu, memberi nasihat adalah salah satu ibadah yang ringan, bagaimana tidak, hanya dengan satu ayat saja seseorang dapat memberikan nasihat, Rasulullah SAW bersabda “sampaikan apa yang dari aku walaupun itu hanya satu ayat (ballighu ‘anny walau ayah).

Nasihat adalah perkara yang mulia, karena nasihat sesungguhnya merupakan kontrol sosial bagi perilaku seseorang. Namun demikian nasihat akan berdampak baik jika syarat dan ketentuannya diperhatikan dan dijalankan dengan baik. Demikian pula sebaliknya, nasihat akan mendatangkan keburukan (mafsadat) jika hanya didasari pada keinginan untuk menasihati tanpa terlebih dahulu memperhatikan materi, cara dan momentum dalam memberikan nasihat tersebut.

Sebagai muslim yang baik, kita tentu berharap nasihat yang kita berikan memiliki implikasi nyata dalam bentuk kebaikan. Karenanya ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum kita memberikan nasihat kepada orang lain. Yakni;

  1. Berikan nasihat secara

Nasehat yang paling baik adalah nasehat yang disampaikan secara utuh, tidak dikurangi atau ditambah-tambahi. Karenanya hindari memberi nasehat yang masih multi tafsir. Pelajari terlebih dahulu isi dan inti dari nasehat sebelum dibagikan ke orang lain.

  1. Cermat dalam memberi nasehat

Setiap nasehat yang diberikan pasti akan memiliki efek kepada orang lain, karenanya pastikan bahwa hanya kebaikan saja yang menjadi muatan utama dalam nasehat yang hendak kita berikan. Singkirkan jauh-jauh muatan-muatan buruk agar orang yang mendengar nasehat kita tidak malah terpuruk.

  1. Seimbangkan keinginan menasihati dengan kemauan belajar atas tema yang kita nasihatkan.

Menasehati bukan sekedar aktifitas meneruskan kata-kata dari satu orang ke orang lain, karena dalam menasehati terselip tanggungjawab sosial untuk memastikan bahwa nasehat tersebut hanya berorientasi pada kebaikan. Karenanya bersikaplah seimbang pada diri sendiri, yakni dengan tetap menjaga semangat untuk terus belajar, sehingga isi dan metode penyampaian nasehat dapat terus berkembang dan dapat dinikmati oleh lebih banyak orang.

Karena nasehat, manusia menjadi lebih bersabar, karena nasehat manusia juga menjadi terarah menuju kepada kebenaran (tawassau bilhaq, tawassau bishabr).

 

This post was last modified on 26 Juni 2015 11:43 AM

Imam Malik

Adalah seorang akademisi dan aktifis untuk isu perdamaian dan dialog antara iman. ia mulai aktif melakukan kampanye perdamaian sejak tahun 2003, ketika ia masih menjadi mahasiswa di Center for Religious and Sross-cultural Studies, UGM. Ia juga pernah menjadi koordinator untuk south east Asia Youth Coordination di Thailand pada 2006 untuk isu new media and youth. ia sempat pula menjadi manajer untuk program perdamaian dan tekhnologi di Wahid Institute, Jakarta. saat ini ia adalah direktur untuk center for religious studies and nationalism di Surya University. ia melakukan penelitian dan kerjasama untuk menangkal terorisme bersama dengan BNPT.

Recent Posts

Peluang Rekonsiliasi Pasca Pilkada 2024, Belajar dari Kasus India

Di beberapa negara multikultur, fenomena intoleransi agama yang mengarah pada konflik sering kali menjadi ancaman…

9 menit ago

Pentingnya Toleransi dan Moderasi Pasca-Pilkada

Indonesia, dengan beragam suku, agama, dan budaya, adalah sebuah mozaik kebhinekaan yang indah. Namun, dinamika…

25 menit ago

Ketika Kontestasi Politik menjadi Segregasi Sosial di Tengah Bayang-Bayang Kelompok Transnasional

Indonesia sedang memasuki periode penting dalam demokrasinya dengan pelaksanaan Pilkada serentak. Momentum ini menjadi arena…

30 menit ago

Fikih Siyasah dan Pancasila, Membaca Ulang Negara yang Berketuhanan

Ketika berbicara tentang Pancasila sebagai dasar negara, sering kali kita mendengar diskusi seputar falsafah kebangsaan,…

1 hari ago

Perihal Fatwa Memilih Pemimpin Seakidah: Kemunduran Demokrasi dan Kemandulan Ijtihad

Jelang hari pencoblosan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah mengeluarkan fatwa tentang memilih calon kepada…

1 hari ago

Mewaspadai Ancaman Radikalisme Politik Menjelang Pilkada 2024

Seluruh elemen masyarakat untuk terus waspada terhadap bahaya radikalisme dan terorisme yang dapat mencederai nilai-nilai…

2 hari ago