Narasi

Tidak Ada Alasan untuk Tidak Mencintai Negeri Ini

Berbahagialah orang memiliki cinta. Ia adalah anugerah dan fitrah manusia yang diciptakan Tuhan melekat dalam jiwa manusia. Justru akan sangat mengkhawatirkan orang yang tidak punya cinta dan kasih sayang. Cinta adalah bagian terindah dalam mengekspresikan nikmat yang diberikan Tuhan. Begitu pula mencintai negeri ini.

Sejak kecil saya diajarkan untuk mencintai negeri ini. Dari sekedar menghafal lagu kebangsaan, mengikuti upacara hingga menghafalkan nama-nama para pahlawan. Didikan itu membekas sampai saat ini sebagai sebuah kesadaran bahwa saya orang Indonesia harus bangga tanah kelahiran dan berkewajiban menjaga negeri ini.

Saya baru menyadari kenapa menanamkan kecintaan terhadap negeri itu penting ketika dewasa. Ternyata, cinta terhadap negeri sebuah kekuatan besar untuk menangkal apapun hasutan dan fitnah yang ingin merusak negeri ini. Ternyata cinta adalah dasar untuk selalu membanggakan diri menjadi pelindung negeri ini. Bukankah para pahlawan itu lebih memiliki cinta luar biasa yang rela darah, jiwa dan hartanya untuk negeri.

Memang, kecintaan saya terhadap negara ini tetap kokoh hingga pada akhirnya ada yang membuat saya takut mencintai kepada negeri ini. Bukan karena ada negeri lain yang harus saya cintai. Namun, ada istilah yang menggetarkan iman saya bahwa mencintai negeri ini adalah perbuatan yang bertentangan dengan keyakinan saya.

Banyak gangguan dalam diri saya akibat perkataan yang mengatakan mencintai negeri ini adalah bagian dari perbuatan salah. Cukuplah saya mencintai agama saya, tidak perlu mencintai negeri ini. Mulailah saya meragukan berbagai hal yang membanggakan negeri seperti menghormati bendera. Itu perbuatan syirik dan haram dalam pikiran dan keyakinan saya.

Namun, rasanya tidak bisa hidup seperti ini. Berada dalam lingkungan besar yang saya dibesarkan dalam sebuah negeri, tetapi saya merasa sendiri dan tidak merasa membanggakan negeri ini. Saya mulai mencari keresahan saya dengan menanyakan hal itu kepada orang yang alim.

Saya berusaha menemukan jawaban kepada orang yang menguasai keagamaan, bukan kepada orang yang menguasai emosi keagamaan. Sampailah pada suatu ketika saya mendapatkan penerangan bahwa Rasulullah pun mencintai negerinya. Rasul pembawa risalah pun mencintai tanah kelahirannya.

Mencintai Negeri Bagian Keteladanan Rasul

Dalam sebuah hadist  “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).

Cinta terhadap negeri adalah fitrah manusia yang tidak bisa dinafikan sebagaimana Rasulullah mencintai tanah kelahiran dan masyarakat Madinah yang dibangun bersama. Mencintai negeri yang kita tinggali bukan bagian dari hal buruk bahkan bertentangan dengan syariat. Justru mencintai negeri dan tanah kelahiran adalah bagian dari teladan Nabi.

Menjadi cukup terang bagi saya bahwa sesungguhnya mencintai negeri bukan hal yang bertentangan dengan mencintai agama. Justru mencintai negeri ini adalah bagian mencintai agama ini. Ketika kita menjaga negeri ini sesungguhnya kita sedang menjaga agama kita. Tidak ada hal yang perlu dirisaukan dari mencintai sebuah negeri dan menjaganya.

Tidakkah Nabi mengajarkan kecintaan terhadap tanah air dan merindukan tempat yang kita tinggali sebagai tempat berlindung? Nabi tidak melarang untuk mencintai negeri yang ditinggali. Nabi mengajarkan kepada kita untuk mencintai dan melindungi negeri ini.

Teladan Nabi ini sudah cukup bagi saya untuk tidak percaya orang yang melarang bahkan mengharamkan cinta tanah air. Rasulullah teladan untuk diikuti termasuk bagaimana beliau mencintai Makkah dan Madinah. Jika demikian, tegaslah saya harus mengatakan mencintai Indonesia dan Bangga menjadi Indonesia.

Dirgahayu RI ke 76 Tahun, semoga semakin tangguh dan tumbuh menjadi bangsa yang besar.

This post was last modified on 16 Agustus 2021 2:16 PM

Septi Lutfiana

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

24 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

24 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

24 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

24 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago