Konflik Palestina dan Israel memiliki sejarah panjang yang dinamis dan kompleks. Bahkan, konflik Israel dan Palestina ini sudah berusia seabad alias 100 tahun. Semua bermula dari sebuah surat Arthur Balfour yang notabene merupakan Menteri Luar Negeri Inggris kepada tokoh komunitas Yahudi Inggris, yakni Lionel Walter Rothschild.
Surat singkat berisi 67 kata itu mengikat pemerintah Inggris untuk mendirikan negara bagi orang Yahudi di Palestina. Surat bertiti mangsa 2 November 1917 itu lantas dikenal sebagai Deklarasi Balfour. Deklarasi itu lantas menimbulkan gelombang migrasi komunitas Yahudi dari seluruh Eropa ke wilayah Palestina.
Singkat cerita, ketegangan demi ketegangan pun muncul karena terjadinya gelombang migrasi besar-besaran komunitas Yahudi dari seluruh dunia ke tanah Palestina. Kekerasan dan peperangan pun tidak dapat dielakkan. Selama 100 tahun, tanah Palestina tidak pernah kering oleh darah para korban konflik dan peperangan.
Meski konflik Palestina-Israel itu terjadi di kawasan Timur Tengah, wilayah yang nisbi jauh dengan Indonesia, namun dampaknya terasa sampai ke tanah air. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki semacam kedekatan psikologis dengan Palestina. Sejarah mencatat, Palestina merupakan salah satu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945.
Selain itu, Indonesia dan Palestina juga memiliki kesamaan sosio-teologis. Mayoritas penduduk palestina (80 persen lebih) merupakan muslim, sama halnya dengan penduduk Indonesia. Persinggungan historis dan persamaan sosio-teologis inilah yang membuat isu Palestina menjadi salah satu konsern pemerintah Indonesia.
Sampai saat ini, pemerintah Indonesia tetap menunjukkan dukungan pada kedaulatan serta kemerdekaan Palestina dan mengutuk keras aneksasi apalagi agresi militer Israel. Pemerintah Indonesia juga tidak membuka jalur diplomatik dengan Israel sebagai pernyataan sikap ketidaksetujuan atas apa yang dilakukan Israel pada warga sipil Palestina.
Konflik Palestina dalam Perspektif Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Namun demikian, dalam urusan politik luar negeri, sikap Indonesia atas persoalan internal negara lain masih tetap sama, yakni menganut asas “bebas-aktif”. Terma “bebas-aktif” dalam konteks ini bukanlah diartikan sebagai sikap netral apalagi tidak mau tahu urusan negara lain. Melainkan tidak mau ikut campur secara internal, namun tetap menunjukkan keberpihakan pada terwujudnya keadilan dan perdamaian.
Secara spesifik, keberpihakan Indonesia pada Palestina telah ditunjukkan ke dalam berbagai langkah nyata. Pertama, Indonesia adalah satu di antara sedikit negara yang berani bersikap mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Palestina sejak 1947.
Sebagai buktinya, Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan Palestina. Indonesia pun mendirikan Kantor Kedutaan Besar Indonesia di Amman Yordania (sekaligus merangkap kedubes Palestina. Juga sebaliknya, ada kantor perwakilan duta besar Palestina di Jakarta.
Pertama, menyuarakan kedaulatan dan kemerdekaan Palestina di forum-forum regional, maupun global. Indonesia selalu mendukung penuh kemerdekaan Palestina baik di forum antar-negara Islam seperti OKI (Organisasi Konferensi Islam) mapun forum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Melalui dua forum tersebut, Indonesia gencar melakukan upaya negosiasi dan diplomasi untuk mewujudkan agenda two-state solution (solusi dua negara). Indonesia meyakini bahwa solusi dua negara kiranya akan menjadi jalan tengah untuk mengakhiri konflik dan kekerasan sehingga warga Palestina dan Israel dapat hidup berdampingan secara harmonis.
Kedua, menggalang dukungan negara-negara muslim lain agar mendukung kemerdekaan Palestina. Selain aktif menyerukan kedaulatan Palestina di kancah global, Indonesia juga aktif melobi negara-negara muslim untuk ikut mendukung Palestina menjadi negara merdeka dan berdaulat. Hal ini dilakukan karena Palestina minim dukungan dari negara muslim sendiri.
Bahkan, harus diakui bahwa negara-negara muslim pun belum semuanya menunjukkan dukungan nyata terhadap kemerdekaan Palestina. Contohnya saja, Arab Saudi yang sampai saat ini sikapnya masih terkesan abu-abu dan tidak secara eksplisit mendukung Palestina. Tidak hanya itu, negara-negara seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, dan Arab Saudi sendiri mulai menunjukkan sikap permisif pada Israel.
Ketiga, memberikan bantuan kemanusiaan kepada pemerintah maupun rakyat Palestina. Mulai dari bantuan medis, pangan, sampai pembangunan infrastruktur vital seperti rumah sakit. Tidak hanya pemerintah, sejumlah elemen sipil pun juga aktif memberikan bantuan kepada warga Palestina. Kesamaan latar belakang sejarah dan kesamaan dalam identitas keagamaan mendorong munculnya solidaritas umat Islam Indonesia terhadap bangsa Palestina.
Tiga kontribusi itu merupakan bentuk nyata dukungan Indonesia atas kemerdekaan Palestina. Meski demikian, pemerintah Indonesia juga tegas menolak aksi-aksi kekerasan menyasar warga sipil yang dilakukan oleh kelompok militan di Pakistan, terutama Hamas. Pemerintah dan jejaring muslim moderat di Indonesia juga menolak dengan tegas upaya mengaitkan perjuangan rakyat Palestina sebagai jihad akbar mendirikan kekhalifahan Islam.
Dalam tinjauan konstitusi RI, perjuangan Palestina murni merupakan bentuk pembelaan terhadap tanah air. Perjuangan rakyat Palestina melawan agresi Israel adalah bentuk nasionalisme yang tidak ada kaitannya dengan agenda khilafahisme.
This post was last modified on 19 Oktober 2023 2:14 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…