Narasi

Titik-Temu Rekonsiliasi dalam Nuzulul Qur’an dan Jum’at Agung

Pada 17 Ramadhan, tepat pada Rabu 27 Maret 2024, umat Islam akan memperingati Nuzulul Qur’an atau turunnya Al-Qur’an pertama. Dua hari setelahnya, pada 19 Ramadhan, tepat pada Kamis 29 Maret 2024, umat Kristiani akan memperingati Jum’at Agung.

Antara Nuzulul Qur’an dan Jum’at Agung ini memang memiliki prinsip keimanan yang mutlak berbeda. Tetapi, ada titik-temu secara subtansial yang menjadikan dua prinsip keimanan yang berbeda itu, menjadi satu prinsip kebaikan yang sama. Yakni sebagai jalan rekonsiliasi dalam mengembalikan hubungan sosial kita agar harmonis, damai, tolerant dan penuh cinta kasih bersama.

Bagi umat Islam, prinsip Nuzulul Qur’an, menegaskan bahwa turunnya Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang tujuannya membawa rahmat-cinta kasih bagi seluruh umat manusia. “Syahru Ramadhanalladzi unzila fihil-Qur’anu hudal lin-nasi wa bayyinatim minal-huda wal-furqan” (Qs. Al-Baqarah:185).

Ayat di atas justru menggunakan istilah (hudalinnas) yang berarti untuk semua manusia, bukan (hudal-lil Muttaqin/lil muslimin) atau hanya umat Islam saja. Maka, sangat logis apa-bila Al-Qur’an memerintahkan kita untuk berbuat baik, adil dan maslahat kepada mereka yang beda agama atau beda secara politik “La yanha kumullahu aniladzina lam yukatilukum fiddini walam yukhrijukum min diyarikum an tabarruhum watuqsitu, ilayhim” (Qs. Al-Mumtahanah:8).

Bagi umat Kristiani, Jum’at Agung adalah refleksi diri secara spiritual di dalam menghayati pengorbanan Yesus untuk seluruh umat manusia. Dalam Al-Kitab, 1 Petrus 2:24 “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh”.

Secara subtansial, umat Kristiani harus menyadari, bahwa kebenaran sejati adalah mengasihi bukan membenci. Manusia harus hidup mendedikasikan dirinya untuk cinta-kasih, kebaikan dan pengampunan. Seperti menyikapi mereka yang berbeda secara agama atau-pun orientasi politik dengan penuh tolerant dan menjaga keharmonisan sebagai representasi manusia hidup dengan pengorbanan untuk cinta-kasih itu.

Dua prinsip antara penghayatan atas wujud kebenaran dari Al-Qur’an itu sebagai nilai rahmat. Serta, kebenaran atas pengorbanan dan penderitaan Yesus untuk umat manusia, agar manusia bisa saling mengasihi, pengampunan dan cinta-kasih. Ini memiliki titik-temu reflektif bahwa menjadi umat beriman pada hakikatnya menjadi umat yang dapat memanusiakan manusia lain.

Dalam konteks hubungan sosial di tengah perbedaan iman dan kepentingan politik. Semangat rekonsiliasi di dalam memperbaiki atau mengembalikan kehidupan sosial yang adil, damai, saling menghargai dan penuh kebaikan bersama atas dasar cinta kasih. Ini dapat dibangun oleh umat Islam dan umat Kristen dengan kesadaran iman yang berbeda tetapi melahirkan spirit kebaikan yang sama.

Umat Islam berpegang teguh pada prinsip Al-Qur’an sebagai rahmat. Karena di dalamnya mengajarkan kebaikan, perilaku berbuat adil, saling menghargai dan memperbaiki hubungan sosial yang harmonis. Nuzulul Qur’an harus menjadi pedoman umat Islam di dalam membentuk pribadi yang Qur’ani, yakni pribadi yang bisa kembali menjaga persaudaraan, toleransi dan kedamaian yang sangat diperintah oleh Allah dalam Al-Qur’an itu sendiri.

Begitu juga dengan umat Kristiani, persaudaraan, kebersamaan yang harmonis, kebaikan dan cinta kasih. Ini sebagai bentuk (dedikasi umat beriman) sebagai refleksi atas segala pengorbanan Yesus untuk umat manusia. Agar, umat beriman dapat memperjuangkan satu kebenaran Yesus, bahwa kebenaran sejati adalah saling mengasihi dan penuh pengampunan tanpa dendam atau kebencian.

Oleh karena itu, dua spirit antara Nuzulul Qur’an dan Jum’at Agung ini harus menjadi paradigma rekonsiliasi sosial. Umat Islam dan umat Kristiani harus bersama berdasar pada keimanannya masing-masing di dalam memperbaiki hubungan sosial yang retak akibat sentiment dalam beragam atau fanatisme pilihan politik pada pemilu 2024 kemarin. Yakni bersama menebar rahmat AL-Qur’an dan menebar cinta-kasih sesama dalam jati-diri kebenaran Yesus.

Nur Samsi

Recent Posts

Negara dalam Pandangan Islam : Apakah Sistem Khilafah Tujuan atau Sarana?

Di dalam fikih klasik tidak pernah dibahas soal penegakan sistem khilafah, yang banyak dibahas adalah…

2 jam ago

Disintegritas Khilafah dan Inkonsistensi Politik Kaum Kanan

Pencabutan izin terhadap Hizbut Tahrir Indonesia dan Front Pembela Islam ternyata tidak serta merta meredam propaganda khilafah dan wacana…

5 jam ago

Kritik Kebudayaan di Tengah Pluralisasi dan Multikulturalisasi yang Murah Meriah

Filsafat adalah sebuah disiplin ilmu yang konon mampu menciptakan pribadi-pribadi yang terkesan “songong.” Tempatkan, seumpamanya,…

7 jam ago

Spirit Kenaikan Isa Al Masih dalam Menyinari Umat dengan Cinta-Kasih dan Perdamaian

Pada Kamis 9 Mei 2024, diperingati hari Kenaikan Isa Al Masih. Yakni momentum suci di…

7 jam ago

Pembubaran Doa Rosario: Etika Sosial atau Egoisme Beragama?

Sejumlah mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam) yang sedang berdoa Rosario dibubarkan paksa oleh massa yang diduga diprovokasi…

1 hari ago

Pasang Surut Relasi Komitmen Kebangsaan dan Keagamaan

Perdebatan mengenai relasi antara komitmen kebangsaan dan keagamaan telah menjadi inti perdebatan yang berkelanjutan dalam…

1 hari ago