Narasi

Toleransi Bukan Sekedar Menghormati, Tetapi Menjamin Hak yang Berbeda

Egoisme beragama adalah salah satu penghambat dalam membangun harmoni sosial antar umat beragama. Fenomena ini terjadi ketika individu atau kelompok mengidentifikasi diri mereka secara eksklusif dan lebih superior bukan karena keyakinan agama mereka sendiri, tetapi karena kekuatan sosial yang mereka miliki.

Saya tidak berbicara pada konteks keyakinan teologis. Secara keyakinan bahwa meyakini agama sendiri yang benar adalah kewajiban, tetapi ketika meyakini kelompok agamanya memiliki hak lebih atas yang lain itulah yang menjadi persoalan. Dalam relasi sosial, keyakinan ini dapat mengganggu hubungan antar umat beragama.

Perasaan superior secara sosial akan melahirkan pandangan negatif terhadap yang lain. Dan pandangan negatif menjadi landasan absah untuk menindas atau mengeksploitasi orang lain yang memiliki keyakinan atau praktik keagamaan yang berbeda.

Terlepas dari motif apapun, kejadian yang menimpa puluhan mahasiswa Katholik Universitas Pamulang yang digeruduk oleh kawanan warga saat sedang menjalankan ibadah doa Rosario sejatinya juga muncul dari perasaan superior kelompok beragama. Mirisnya, dari kawanan warga juga terlihat ketua RT yang bukan menjadi pelerai, justru menjadi tokoh utama yang memicu konflik semakin memanas.

Sikap intoleransi yang sering kali mengarah pada diskriminasi terhadap agama minoritas dalam masyarakat lahir dari perasaan superior kelompok. Terutama dalam konteks masyarakat yang didominasi oleh mayoritas agama tertentu, agama minoritas sering kali menghadapi hambatan dalam menjalankan ibadah mereka atau bahkan dilarang untuk mempraktikkan keyakinan mereka secara bebas. Hal ini dapat menciptakan ketidakadilan sosial dan merusak kedamaian serta harmoni antarwarga.

Karena itulah, penting bagi masyarakat modern untuk tidak hanya mempromosikan toleransi antaragama, tetapi juga menghilang superioritas sosial di tengah relasi sosial. Masyarakat harus diajarkan tentang pandangan yang mendorong pemahaman yang inklusif tentang hak umat beragama dan kepercayaan.

Toleransi harus dipahami bukan sekedar menghormati yang berbeda, tetapi juga menjamin hak yang berbeda agar memiliki kesetaraan. Bukan toleransi kita hanya mengakui perbedaan, tetapi memangkas hak yang berbeda. Bukan pula toleransi jika hanya menghargai, tetapi masih memegang ego superioritas kelompoknya di ruang sosial.

Toleransi harus dibawa dalam arena yang lebih luas dan implementatif. Ranahnya bukan hanya menerima yang berbeda dalam ruang sosial, tetapi mampukah diri kita memberikan ruang hak bagi yang berbeda. Jika dalam pergaulan sosial yang berbeda memiliki hak yang setara, itulah toleransi yang sebenarnya.

Dalam penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang mampu menerapkan sikap toleransi antaragama cenderung lebih stabil dan damai. Penelitian oleh The Pew Research Center menemukan bahwa negara-negara yang memiliki tingkat toleransi agama yang tinggi juga memiliki tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan sosial yang lebih tinggi. Pentingnya dialog antaragama supaya dapat mengurangi ketegangan antaragama, dapat membangun kedamaian, membantu membangun hubungan saling percaya, dan mengurangi kekerasan antaragama.

Rufi Taurisia

Recent Posts

Jejak Langkah Preventif: Saddu al-Dari’ah sebagai Fondasi Pencegahan Terorisme

Dalam hamparan sejarah peradaban manusia, upaya untuk mencegah malapetaka sebelum ia menjelma menjadi kenyataan bukanlah…

49 menit ago

Mutasi Sel Teroris di Tengah Kondisi Zero Attack; Dari Faksionalisme ke Lone Wolf

Siapa yang paling diuntungkan dari euforia narss zero terrorist attack ini? Tidak lain adalah kelompok…

53 menit ago

Sadd al-Dzari’ah dan Foresight Intelijen: Paradigma Kontra-Terorisme di Tengah Ilusi Zero Attack

Selama dua tahun terakhir, keberhasilan Indonesia menangani terorisme dinarasikan melalui satu frasa kunci: zero terrorist…

24 jam ago

Membaca Narasi Zero Terrorist Attack Secara Konstruktif

Harian Kompas pada tanggal 27 Mei 2025 lalu memuat tulisan opini berjudul "Narasi Zero Attack…

1 hari ago

Merespon Zero Attack dengan Menghancurkan Sekat-sekat Sektarian

Bagi sebagian orang, kata “saudara” sering kali dipahami sempit, hanya terbatas pada mereka yang seagama,…

1 hari ago

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

2 hari ago