Narasi

Tugas Ulama: Menjaga NKRI dengan Seperangkat Keimanan

Sejatinya, tidak ada pertentangan sedikit-pun di dalam Al-Qur’an antara kewajiban di dalam membela agama dan negara. Karena keduanya sama-sama wajib untuk dilaksanakan bagi mereka yang beriman. Nabi Muhammad SAW pun selalu memerintahkan kepada umat manusia untuk selalu membela dan mencintai negaranya. Sebagaimana membela dan mencintai agama-Nya pula.

Agama berfungsi sebagai hukum etis (sistem nilai) untuk umat manusia, baik secara spiritual maupun sosial. Sedangkan negara merupakan wadah atau tempat di mana umat manusia tinggal dan membangun sebuah peradaban. Hal ini sangat relevan akan hikayat manusia sebagai Khalifah fil ardhi untuk dikombinasikan keduanya. Maka, cukup jelas kiranya, bahwa menjaga (NKRI) juga merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh para ulama sebagai penerus perjuangan Nabi Muhammad SAW dengan membentuk semangat jihad dalam seperangkat keimanan itu sendiri.

Karena di dalam Al-Qur’an, kata Balad (Negeri atau Tanah air) dengan segala derivasi-nya disebutkan sebanyak sembilan belas kali. Bagaimana di antaranya berkaitan dengan permohonan Nabi Ibrahim kepada Allah SWT dalam (QS. Al-Baqarah 2:126). Sebuah harapan agar negeri yang beliau tempati selalu berada dalam kedamaian, keamanan dan kesejahteraan. Begitu juga dalam (QS. Saba’  34:15) yang berkaitan dengan Baldatun Tayyibun Warabun Ghafuur. Redaksi lain juga dijelaskan dalam (QS. Al-Tin 96:3) tentang sumpah Allah SWT yang mendiktum tentang (Balad). Sebagian redaksi lain juga dalam (QS. Al-Fajr 89:8) yang menyinggung orang-orang yang berbuat zhalim di suatu negeri.

Ibnu Faris dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah menjelaskan bahwa kata Balad atau Baldah memiliki arti sebuah (dada). Misalnya dalam kata Wada’at al-naqah baldataha bi lard ai sadraha  bahwasanya; “Unta itu meletakkan “menderumkan” dada-nya di tanah”. Tentu secara semantik, ini sebagai simbol bahwa dari setiap tempat, negara atau berdasarkan wilayah geografis yang dijadikan (tempat tinggal), harus dan wajib untuk kita jaga dan lindungi dengan baik. Karena kata Baldah dari sinilah muncul kata taballada serta mubaladah sebagai bentuk dari pembelaan terhadap tanah airnya.

Maka cukup relevan jika dalam lagu Indonesia raya, ada istilah “Garuda di dadaku”. Sebagai refleksi kesadaran untuk selalu menjaga tanah air. Sebagai bukti akan kecintaan terhadap tempat di mana dia dilahirkan dan dibesarkan. Karena kata negara di dalam Al-Qur’an pun juga selalu menuntun kita agar menjaga, melindungi dan merawat. Tentu Al-Qur’an selalu menyebutnya (hanya orang yang beriman) bisa merawat dan menjaga negaranya dengan baik. Selain mereka yang “ingkar” atau munafik kepada agama-Nya yang selalu membuat kerusakan di negerinya sendiri sebagaimana yang dijelaskan dalam (QS. Al-Fajr 89:8) yang menyinggung orang-orang yang berbuat zhalim di suatu negeri tersebut.

Di sini sangat jelas sekali bahwa membela dan mencintai tempat tinggalnya merupakan bagian dari kewajiban kita sebagai umat manusia yang dijelaskan sebagai khalifah fil ard. Ini berfungsi secara spesifik ke dalam tempat di mana orang tersebut tinggal. Hal ini menjadi semacam kesadaran etis untuk selalu menampilkan kesadaran akan keimanan terhadap Al-Qur’an sebagai kebenaran-Nya untuk kita lekukan dengan baik. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an pula bahwa umat manusia diperintahkan untuk menjaga negaranya.            

Karena kita ketahui bersama bahwa agama lahir sebagai bentuk-bentuk aturan untuk manusia. Diperintahkan untuk melakukan sesuatu yang baik dan dilarang melakukan sesuatu yang buruk. Maka, Al-Qur’an memerintahkan untuk membela dan menjaga serta merawat negaranya merupakan sesuatu yang baik pula. Serta sebagai sebuah keimanan yang paling paripurna untuk bisa melaksanakan perintah Allah SWT melalui Al-Qur’an yang telah mengajarkan kepada umat manusia bagaimana mencintai negaranya dengan baik. Karena hanya orang yang tidak beriman atau ingkar terhadap ajaran-Nya yang selalu doyan berbuat kerusakan di muka bumi.

This post was last modified on 13 Januari 2021 3:03 PM

Sitti Faizah

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago