Categories: Narasi

Work Less, Relax More

“If you do what you love, it is the best way to relax.”

Bagi kita yang mencintai dan mengusahakan perdamaian, bersikap ramah tentu jauh lebih menyenangkan daripada bersikap marah. Coba saja perhatikan, selalu terlihat raut kelelahan pada orang yang marah.

Seorang karyawan kantor yang terjebak macet di jalan setelah lelah bekerja seharian, akan sangat mudah mengumpat sambil membunyikan klakson ketika ia mendapati pengguna jalan yang sedikit keliru. Nama-nama binatang pun akan mulus meluncur keluar dari mulutnya, “Hei dasar Macaca fascicularis (nama ilmiyah Monyet)!”

Atau seorang kakak yang karena kelelahan setelah melakukan aktifitas berat, menjadi mudah marah melihat hal-hal jail yang dilakukan si adik -padahal maksudnya ingin mengajak bermain-, sehingga si kakak cepat naik pitam, si adik yang bermaksud membuat suasana meriah malah disambut si kakak yang sedang mudah marah.

Lelah sering kali menjadi sumber marah, dan sering kali rasa marah tersebut menggiring kita pada kebencian dan bahkan permusuhan.

Zaman ini potensi untuk marah begitu besar, karena banyak orang yang bekerja hingga lelah. Tentu kerja keras adalah kebiasaan yang baik, tapi kita perlu menyediakan waktu untuk beristirahat dan menghibur diri agar kesuksesan yang kita raih tidak diselingi dengan beragam jenis kemarahan. Karenanya penulis mengajak untuk work less relax more (biar tidak sering terlalu kelelahan, bersantai perlu dilakukan). Kita seringkali lupa untuk relaksasi, padahal ini sangat penting. Bukankah kita bekerja keras untuk mendapatkan kualitas istirahat yang lebih baik?

Islam mewajibkan pemeluknya untuk shalat lima waktu sehari. Di sela-sela rutinitas dan kegiatan kita yang begitu padat, Allah memerintahkan kita untuk mengambil jeda dengan sejenak beristirahat, break sebentar dari tekanan kerja yang kerap bikin penat. Sebelum shalat, kita membasahi wajah, tangan, kepala, telinga, dan kaki dengan air, lalu menenangkan hati dalam shalat. Allah begitu mengerti terhadap hambanya. Ia tidak ingin kita menjadi terlalu lelah, karena letih dan lelah yang kita dapat dari pekerjaan dan aktifitas kita dapat membuat kita sangat mudah marah. Oleh karenanya shalat adalah salah satu cara Allah untuk me-recharge energi positif kita, sehingga kita dapat tetap tenang dan tetap senyum.

Bahkan selain shalat wajib lima waktu, Allah dan Rasul-Nya menganjurkan untuk menunaikan shalat sunnah rawatib dan shalat tahajud. Bila kita menghayati shalat sebagai relaksasi dan istirahat, maka Allah menganjurkan kita untuk lebih banyak beristirahat daripada bekerja. Uniknya, justru di sanalah letak kedamaian, efektifitas, dan produktifitas kerja kita. Sebagaimana yang telah Rasulullah contohkan pada kita, dengan kebiasaan shalat yang ia selalu tegakkan, beliau sukses besar selama 23 tahun menebarkan Islam yang penuh cinta dan kasih, bahkan pengaruhnya kita rasakan hingga saat ini.

Jika kita menyukai dan mencintai apa yang kita kerjakan, kita tidak akan pernah merasa lelah, sehingga sangat kecil kemungkinan untuk marah.

Do what you love and love what you do, imilah kunci serba bisa. Kita bisa membuka pintu kedamaian, kerukunan, dan kolaborasi dimulai dengan mencintai apa yang kita kerjakan. Itulah kiranya cara sederhana untuk menjaga perdamaian. Work less relax more

This post was last modified on 16 Juni 2015 2:01 PM

PMD

Admin situs ini adalah para reporter internal yang tergabung di dalam Pusat Media Damai BNPT (PMD). Seluruh artikel yang terdapat di situs ini dikelola dan dikembangkan oleh PMD.

View Comments

  • Because men and women are not equal. Islam does not require women to be sprrouteps for men. Men has to pay all expenses bills, children's education, women's daily expenses etc. There's no binding on women to pay for any expenses. In fact as per Islamic Legal rules, women are not even bound to take care of the family. There's nothing men can do if women do not take care of the family and wants to engage servants to do all the job. Women is not required to fight, does not have to go to war, do nasty jobs like clean sewerage, become construction workers and so on. Men has to do all those nasty, physically challenging jobs.Men and women have different qualities, role and responsibilities and thus difference in them requires different guidance.The verse 4:128 explains the situation when men is the troublemaker instead of women and what women should do in that situation.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

8 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

8 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

8 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago