“Bangsa yang besar ialah bangsa yang mengingat jasa-jasa pahlawannya”. Kalimat yang diucapkan Bung Karno itu nyaris menjadi klise lantaran selalu diulang-ulang dalam setiap kesempatan. Terlebih dalam momen peringatan Hari Pahlawan, 10 November ini. Namun, jika diresapi lebih mendalam, kalimat itu agaknya perlu ditambah. Yakni, “bangsa yang besar, bukan hanya bangsa yang mengenenang jasa-jasa pahlawannya, namun juga meneladani nilai-nilai kepahlawanan yang telah mereka wariskan”. Mengingat saja jasa para pahlawan tanpa berusaha meneladani nilai dan prinsip yang mereka wariskan tentu akan membuat kita terjebak pada heroisme semu dan perayaan bersifat seremonial atau selebrasi belaka.
Padahal, yang bangsa Indonesia butuhkan saat ini ialah nilai-nilai kepahlawanan yang mengejawantah dalam sikap berani berkorban tanpa pamrih, berkomitmen pada keadilan, dan sikap patritorisme pada Tanah Air. Tantangan kenegaraan dan kebangsaan kita hari ini berbeda jauh dengan zaman penjajahan. Saat ini, terutama dalam beberapa tahun terakhir kita berhadapan dengan berbagai problem yang dilatari oleh dinamika sosial, politik dan keagamaan. Mencuatnya fanatisme politik selama beberapa tahun terakhir telah melahirkan polarisasi yang tajam di masyarakat akar rumput. Di saat yang sama, kita juga menghadapi gelombang konservatisme agama yang tidak jarang mengerucut pada radikalisme bahkan terorisme.
Di tengah kondisi bangsa yang demikian inilah kita membutuhkan apa yang disebut sebagai narasi kepahlawanan. Secara sederhana, narasi kepahlawanan dapat kita pahami sebagai sebuah perspektif atawa cara pandang yang bertujuan untuk membangun kesadaran tentang pengamalan nilai dan prinsip kepahlawanan sebagaimana diwariskan para pejuang kemerdekaan. Membangun narasi kepahlawanan sangat diperlukan di tengah kondisi masyarakat yang didera berbagai krisis multidimensi, mulai dari krisis sosial, politik, dan keagamaan. Dengan mengembangkan narasi kepahlawanan, diharapkan muncul sosok-sosok pahlawan baru yang tak lekang oleh zaman, yakni mereka yang mampu menjadi panutan dan teladan bagi generasi sekarang.
Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November merupakan momentum tepat untuk menggelorakan narasi kepahlawanan, terutama kepada generasi muda penerus bangsa. Di level permukaan, berbagai kegiatan untuk menyemarakkan Hari Pahlawan seperti upacara bendera, seminar tentang kepahlawanan, dan lomba-lomba yang mengusung tema Hari Pahlawan merupakan upaya yang patut kita dukung setidaknya untuk merawat memori kita tentang perjuangan para pahlawan di masa lalu. Kisah-kisah patriotisme dan heroisme para pejuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan tidak boleh tenggelam oleh budaya populer asing yang saat ini mendominasi gaya hidup kaum muda Indonesia.
Nilai Kepahlawanan Sebagai Modal Transformasi Sosial
Kisah-kisah tentang pengorbanan para petani, santri, kiai dan masyarakat umum Surabaya dalam melawan tentara Sekutu perlu terus ditanamkan di benak kaum muda sekarang. Jangan sampai, alam bawah sadar anak muda Indonesia sekarang, dikuasai oleh cerita-cerita heroisme asing yang sama sekali tidak berakar dari konteks sejarah NKRI. Upaya membangun narasi kepahlawanan di level di permukaan itu tentunya juga harus ditindaklanjuti ke dalam upaya yang lebih serius dan mendalam, yakni menanamkan nilai dan spirit kepahlawanan agar menjadi karakter dasar masyarakat Indonesia. Upaya ini tentu tidak mudah dan tidak bisa dilakukan secara instan. Diperlukan proses panjang, mulai dari sistem pengasuhan di keluarga, sistem pendidikan, serta mekanisme sosial di level yang lebih luas.
Dalam konteks keluarga, penanaman nilai-nilai dasar positif seperti kejujuran, keikhlasan, keadilan dan keberanian menjadi penting bagi anak-anak agar memiliki fondasi yang kokoh sebagai manusia Indonesia. Dalam sistem pendidikan formal, transformasi pengetahuan (transfer of knowledge) idealnya tidak hanya berorientasi pada capaian akademik semata, melainkan juga bertujuan untuk membangun kesadaran kebangsaan. Begitu pula dalam konteks sistem sosial-politik yang lebih luas, dimana nilai-nilai kepahlawanan diharapkan tumbuh dan mengakar kuat sebagai penopang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Narasi kepahlawanan sepanjang masa pada akhirnya akan melahirkan kesadaran bahwa menjadi pahlawan di era sekarang ialah menjadi figur yang berpartisipasi aktif dalam transformasi sosial, apa pun bentuknya. Sekecil apa pun sumbangsih kita pada gerakan transformatif itu, jika itu dilakukan atas dasar kesadaran, maka dampaknya akan terasa bagi banyak orang. Perjuangan mengubah tatanan sosial menjadi lebih baik tentu tidak bisa dilakukan dengan sporadis dan parsial. Transformasi sosial membutuhkan sebuah jejaring kerjasama dan sinergi antarentitas bangsa, mulai dari pemerintah, penegak hukum, politisi, intelektual, dan masyarakat umum. Disinilah letak pentingnya narasi kepahlawanan sebagai semacam tali simpul yang menyatukan dan mengikat berbagai entitas yang memiliki kepentingan berbeda itu untuk berada dalam satu komitmen yang sama, yakni memajukan dan menyejahterakan Indonesia.
This post was last modified on 10 November 2020 12:43 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…