Narasi

3 Prinsip Saling Melindungi Antar Umat Beragama dan Batasannya

Salah satu doktrin paling kokoh yang dimiliki kelompok radikal, adalah membuat kita saling membenci antar umat beragama. Membangun tembok pemisah, diprovokasi agar penuh konflik dan anti keharmonisan secara sosial dengan dalih “demi iman”.

Seperti halnya di penghujung akhir tahun (12/22), umat Kristiani akan merayakan Hari Natal. Momentum perayaan keagamaan milik non-muslim ini selalu dijadikan jalan kelompok radikal untuk meningkatkan permusuhan antar umat beragama.

Membawa narasi, perihal iman yang takut luntur dan dianggap menyalahi aturan akidah jika mengucapkan selamat hari natal atau turut menyukseskan perayaan tersebut. Maka, dari sinilah ada 3 prinsip yang harus kita pahami. Untuk mengubur segala kekhawatiran tentang iman dan terhindar dari provokasi kelompok radikal untuk bisa saling melindungi antar umat beragama.

Pertama, Hubungan antar umat beragama dalam konteks sosial-kemanusiaan itu di luar wilayah keimanan. Kita harus paham, mana aktivitas yang berkaitan dengan iman dan aktivitas yang berkaitan dengan sosial-kemanusiaan. Sebab, aktivitas yang berkaitan iman layaknya ibadah itu tentu mengacu ke dalam wilayah prinsip seseorang di dalam agama.

Sedangkan aktivitas yang berkaitan dengan sosial-kemanusiaan itu dilakukan di luar aktivitas keagamaan. Melainkan sebagai pancaran iman dari setiap masing-masing orang yang merepresentasikan nilai kebaikan yang membawa maslahat. Misalnya, kita bisa menjaga keamanan perayaan agama lain agar terhindar dari aksi-aksi zhalim layaknya bom bunuh diri mengatasnamakan agama tertentu.

Kenyataan ini tentunya mengacu ke dalam sebuah prinsip (saling memberi hak, keamanan dan kenyamanan) dalam beribadah. Sebagaimana, Nabi Muhammad SAW di Madinah membangun prinsip yang semacam itu. Jadi, batasan-batasan yang perlu kita pahami, kita tidak boleh mengikuti upacara keagamaan itu. Cukup dalam konteks saling membantu sesama antar umat beragama agar bisa hidup harmonis saling membantu satu-sama lain.

Jadi, tidak ada sebuah aktivitas yang akan melunturkan iman. Apalagi dianggap akan merusak iman yang membentang di dalam diri kita. Iman yang ada dalam diri kita tetap kokoh dan dalam konteks saling membantu secara kemanusiaan antar umat beragama adalah sama-sama memberi hak keamanan, keselamatan dan kenyamanan satu-sama lain.

Kedua, ikut serta menyukseskan perayaan agama lain adalah (prinsip sosial) yang harus dibangun agar hidup antar umat beragama. Misalnya, di hari raya Natal yang dilakukan umat Kristiani. Tentu, umat Islam ikut serta menyukseskan acara tersebut pada dasarnya berpijak ke dalam wilayah (prinsip sosial) tadi. Dalam maksud, umat Islam bisa saling membantu seperti menjaga keamanan di sekitar dan lain sebagainya.

Tindakan ini pada akhirnya akan menjadi semacam (kebaikan) yang akan mengalir satu-sama lain. Di mana, kelompok non-muslim merasa (memiliki tanggung-jawab) yang sama untuk ikut serta menyukseskan acara keagamaan umat Islam seperti Idul Fitri atau ibadah Puasa. Jadi, di sinilah yang disebut dengan saling aktif menyukseskan kegiatan keagamaan dalam masing-masing umat beragama sebagai keterbukaan dalam membangun hubungan yang harmonis. 

Ketiga, mengucapkan selamat hari raya keagamaan dalam iktikad baik dalam menyegarkan hubungan harmonis antar umat beragama. Sebab, tidak ada nilai lain yang mengitari sebuah aktivitas mengucapkan selamat hari raya keagamaan terhadap mereka yang berbeda agama. Melainkan sebagai jalan untuk menjernihkan hubungan antar umat agama agar bisa kembali jernih penuh keharmonisan.

Ini adalah prinsip yang harus dipegang dan kita memiliki batasan-batasan yang mengacu ke dalam wilayah iman yang tetap. Sebab, ucapan yang dimaksud adalah memberi semacam apresiasi atau semacam kehadiran umat agama lain sebagai satu bukti kekeluargaan yang mengikat. Begitu-pun sebaliknya akan ada semacam spirit untuk bisa saling mengucapkan selamat keagamaan itu.

Sehingga, tiga prinsip inilah yang sejatinya akan menjadi (vaksin) bagi kita agar terhindar dari provokasi kelompok radikal. Sebab, kelompok radikal selalu meracuni umat agar saling membenci, bermusuhan dan penuh konflik. Maka, dengan tiga prinsip inilah kita bisa melawan kelompok radikal itu.

This post was last modified on 20 Desember 2022 4:15 PM

Nur Samsi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago