Akhir Pelarian Santoso di Poso

Pimpinan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur, Santoso kini telah berakhir aksi, gerakan anarkis, dan kejahatannya. Ini lantaran ia tewas saat terjadi baku tembak dengan aparat keamanan dalam operasi Tinombala di pegunungan Tambarana Poso.

Secara fisik Santoso alias Abu Warda telah wafat dan bila benar keyakinan, interpretasi dan paham yang berkembang dalam jaringan teroris yang menganjurkan aksi bom bunuh diri agar mati syahid, langsung masuk surga dan dijemput puluhan bidadari, maka arwah Santoso dan para pelaku anarkis lainnya tentu sudah tiba di surga yang diimpikan, dan dengan tenang mereka menikmati keindahan surga yang selalu menjadi ilusi, angan dan hayalan yang mewarnai pemikiran mereka. Meski paham dan interpretasi tersebut tidak membawa rahmat bagi seluruh alam, bahkan sebaliknya menciptakan laknat bagi seluruh ciptaan Yang Maha Kuasa.

Kelompok Mujahidin Indonesia Timur jika diibaratkan sebuah takhta kerajaan, sebuah mahligai kekhalifahan, maka tentu melahirkan pertanyaan siapa yang akan menjadi penerus pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur? Hanya jaringan mereka yang mengetahui jawabannya, hanya 19 orang lagi dari komunitas mereka yang bisa melakukan pemilihan untuk dipercayakan sebagai Pimpinan Mujahidin Indonesia Timur. Hanya komunitas pemberontak itulah yang dapat menentukan siapa lagi yang akan memimpin gerakan anarkis mereka.

Sebelum terjadi pergantian pimpinan dalam tubuh jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Pangdam VII Wirabuana Mayjen TNI Agus Surya Bakti meminta kepada komunitas, simpatisan dan pendukung Santoso untuk menyerahkan diri kepada aparat yang berwajib, terutama kepada yang 19 orang yang masih sedang bergriliya di tengah belantara hutan pegunungan Poso yang kini terpaksa hidup dalam penderitaan.

Strategi yang paling tepat bagi mereka adalah menyerahkan diri kepada yang berwajib dan menganjurkan kepada semua jaringan dan simpatisannya untuk menyerahkan diri kepada yang berwajib untuk diproses sesuai aturan yang berlaku dan kembali hidup normal; hidup tenang penuh kedamaian di tengah keluarga dan masyarakat lain yang mendambakan utuhnya persaudaraan sebagai satu bangsa, persaudaraan sesama manusia dan persaudaraan sesama hamba Tuhan yang memiliki keyakinan.

Berjihad yang benar bagi semua orang adalah; berlomba menciptakan suasana damai dan kondusif agar tetap terpelihara kehidupan anak manusia, berpacu mewujudkan kehidupan yang lebih sejuk dan tenang dalam masyarakat, bersegera membumikan nilai esensi syariat untuk tetap memelihara ketenangan dalam komunitas yang plural, bukan memaksakan kehendak, keinginan dan angan-angan guna mewujudkan hayalan yang tidak memiliki dasar yang komprehensif humanis, hanya berangkat dari militansi yang melangit namun pemahaman yang sempit, dangkal dan sempit.

Tewasnya Santoso bukan berarti upaya penanaman kebencian dan penyebaran permusuhan atas nama agama telah mati dan berakhir. Karenanya upaya kontra narasi, kontra propaganda, kontra ideologi dan kontra radikalisasi tetap harus ditingkatkan dengan memperkuat regulasi dan aturan yang pasti dengan menetapkan rencana perubahan RUU nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme menjadi Undang-Undang yang dapat menjadi rujukan bagi aparat penegak hukum.

Selain penegakan hukum yang menjadi prioritas, gerakan moderasi dalam masyarakat harus terus digalakkan agar mindset masyarakat Indonesia tidak mudah terbawa hasutan dan kebencian serta tidak mudah terprovokasi oleh kelompok yang galau yang mudah beraksi secara anarkis. Di samping suasana damai dalam masyarakat harus terus dipelihara, upaya peningkatan kesejahteraan dalam masyarakat juga tidak kalah pentingnya untuk tetap ditingkatkan.

Mujahidin Indonesia Timur tak lain hanyalah sebuah komunitas kecil dengan militansi yang tinggi, small group big plan, tidak dapat berkembang dan menyita energi yang tidak sedikit, bila masyarakat sipil (civil societies) bergerak dan bersinergi secara holistik integral, langkah dan pergerakan mereka dapat dihentikan dan dimusnahkan hingga ke akar-akarnya.  Small group big plan tidak boleh mengalahkan silent majority. Justru harus semakin aktif meningkatkan imunitas daya tahan masyarakat agar tidak mudah terbawah pengaruh radikalisme. Santoso pergi masyarakat Poso dapat sentosa.

Irfan Idris

Alumnus salah satu pesantren di Sulawesi Selatan, concern di bidang Syariah sejak jenjang Strata 1 hingga 3, meraih penghargaan dari presiden Republik Indonesia pada tahun 2008 sebagai Guru Besar dalam bidang Politik Islam di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makasar. Saat ini menjabat sebagai Direktur Deradikalisasi BNPT.

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

1 hari ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago