Narasi

Akhlaq Rahmatan Lil ‘Alamin, Pengokoh Pondasi NKRI

Secara genealogis, sejarah penyebaran agama Islam di nusantara tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan maupun penindasan. Para pendakwah telah menyampaikan bahwa Islam adalah agama rahmat, agama yang membawa kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan. Pada konteks inilah Islam mewujud menjadi rahmatan lil’alamin, di mana ada harmoni yang senantiasa di jaga ketika manusia berinteraksi antar sesamanya dan dengan alam. Pemahaman atas konteks rahmatan lil’alamin inilah pada perspektif yang lain bisa disintesiskan sebagai akhlaqul karimah. Sudah menjadi keniscayaan bahwa umat Islam harus mengedepankan akhlaq dalam sikap dan perilakunya, tidak terkecuali dalam membangun konsesus bersama atas bangsa ini.

Bangsa Indonesia telah melewati masa-masa sulit untuk mengukuhkan kemerdekaan, pun dalam prosesnya tidak hanya terpaku pada pengorbanan fisik semata, namun, ada pengorbanan non-fisik dimana disinilah pondasi kebangsaan kita sebagai Negara Pancasila dan NKRI terbangun dan dipertahankan hingga saat ini. Tugas menjaga NKRI tentunya bukan hanya menjadi domain dari pemerintah ansich, apalagi TNI. Tugas berat ini harus diemban oleh seluruh elemen bangsa tanpa terkecuali yang secara sah telah menjadi warga negara Indonesia. Sekat sentimen SARA dan menatal primordial harus diredam agar pesan kebhinnekaan yang tungal ika semakin menguat dalam aras ideologisasi saat ini.

Apresiasi tentunya patut diberikan kepada Presiden Joko Widodo yang dengan sigap segera membentuk unit kerja kepresidenan yang secara khusus menangani persoalan ideologi negara. Keberadaan unit kerja ini tentunya sangat dinantikan oleh segenap masyarakat untuk segera melakukan upaya strategis dalam membudayakan kembali nilai-nilai Pancasila. Pun, seturut dengan hal tersebut semangat pembudayaan Pancasila tidak bisa dilepaskan dari peran agama sebagai pengokoh dan penjaga NKRI.

Berbicara mengenai agama pada ranah kenegaraan satu bahasan yang cukup penting untuk diperhatikan yakni persoalan akhlaqul karimah. Persoalan akhlaq ini mengejewantah pada pemahaman, sikap, dan perilaku. Dan tidak bisa dipungkiri, perkara akhlaq inilah yang saat ini mulai menipis dari kehidupan beragama, utamanya umat Islam. Mereka yang selama ini melakukan tindakan anarkhis atau radikal dalam pemahaman yang negatif, dalam realitasnya adalah mereka yang belum selesai dengan perkara akhlaqnya. Seharusnya jika pemahaman agama seseorang baik, terlebih lagi telah belajar aqidah maka akhlaq yang karimah sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dirinya. Namun, jika yang terjadi justru sebaliknya maka bisa dipastikan ada yang salah dalam diri seseorang ketika memahami agamanya.

Pada konteks ini setidaknya bisa kita simpulkan ada dua pendekatan yang bisa dilakukan dalam mengokohkan NKRI yakni Pertama, melalui mekanisme kelembagaan yang dinisiasi oleh negara dan ini sudah dilakukan oleh pemerintah dengan dibentuknya unit kerja kepresidenan yang menangani persoalan ideologi negara dan Kedua, ada pada aspek pembudayaan, hal ini berbicara pada aspek kultural dimana pemahaman atas negara tidak bisa hanya dilakukan secara struktural. Peran agama, dalam hal ini pesantren atau lembaga diniyah memiliki peran yang sangat penting untuk membentuk watak kebangsaan yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam, dan inilah yang disebut dengan akhlaq kenegaraan.

Wuthnow (1999) dalam tulisan Saiful Mujani: Muslim Demokrat, menjelaskan justru ada dasar logika yang kuat antara agama dengan partisipasi politik atau diskurs kenegaraan. Studi kasus di Amerika, para anggota gereja yang aktif akan cenderung diperkenalkan dengan dengan ajaran agama yang mendorong dirinya menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Adapun dalam pandangan McDonough, Shin, dan Moises, dengan mengambil contoh Brazil dan Korea Selatan, Agama menjadi faktor penggerak demokratisasi, posisinya tidak hanya menjadi pendorong bahkan menjadi salah satu faktor utama bagi aksi kolektif. Ini artinya membaca keterlibatan agama sebagai amunisi politik bukan sesuatu yang perlu ditabukan secara berlebihan.

Secara sederhana, agama adalah rahmat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita, kunci nya dengan mengedepankan akhlaq dalam bergaul dengan sesama dan mengedepankan toleransi dalam melihat persoalan kebangsaan. Konflik sosial dalam diskursus kebhinnekaan adalah keniscayaan, titik persoalannya tentunya bukan pada masalahnya akan tetapi pada solusi apa yang dikedepankan untuk menyelesaikan. Jika umat ini berakhlaq Insya Allah negara ini akan aman dan NKRI akan senantiasa terjaga eksistensinya.

Agung SS Widodo, MA

Penulis adalah Peneliti Sosia-Politik Pusat Studi Pancasila UGM dan Institute For Research and Indonesian Studies (IRIS)

Recent Posts

Euforia Kemerdekaan Rakyat Indonesia Sebagai Resistensi dan Resiliensi Rasa Nasionalisme

Kemerdekaan Indonesia setiap tahun selalu disambut dengan gegap gempita. Berbagai pesta rakyat, lomba tradisional, hingga…

2 jam ago

Pesta Rakyat dan Indonesia Emas 2045 dalam Lensa “Agama Bermaslahat”

Setiap Agustus tiba, kita merayakan Pesta Rakyat. Sebuah ritual tahunan yang ajaibnya mampu membuat kita…

2 jam ago

Bahaya Deepfake dan Ancaman Radikalisme Digital : Belajar dari Kasus Sri Mulyani

Beberapa hari lalu, publik dikejutkan dengan beredarnya video Menteri Keuangan Sri Mulyani yang seolah-olah menyebut…

2 jam ago

Malam Tirakatan 17 Agustus Sebagai Ritus Kebangsaan Berbasis Kearifan Lokal

Momen peringatan Hari Kemerdekaan selalu tidak pernah lepas dari kearifan lokal. Sejumlah daerah di Indonesia…

1 hari ago

Dialog Deliberatif dalam Riuh Pesta Rakyat

Di tengah riuh euforia Kemerdekaan Republik Indonesia, terbentang sebuah panggung kolosal yang tak pernah lekang…

1 hari ago

Pesta Rakyat, Ritual Kebangsaan, dan Merdeka Hakiki

Tujuh Belasan atau Agustusan menjadi istilah yang berdiri sendiri dengan makna yang berbeda dalam konteks…

1 hari ago