Narasi

Aku, Kau dan Dunia Maya

Kebhinnekaan yang ada di Indonesia, merupakan sebuah anugerah Tuhan yang sarat akan makna. Di dalamnya tersirat dua kubu potensi yang saling bertentangan, yaitu potensi perdamaian dan potensi pertikaian. Di dalam perdamaian, tersimpan makna persatuan dan kesatuan, sedangkan di dalam pertikaian terselip perpecahan menjadi berkubu-kubu, yaitu kubu Aku dan kubu Kau.

Paradigma Aku dan Kau seolah-olah menjadi paradigma yang harus diketengahkan tatkala berhadapan dengan individu yang berbeda dari golongan kita, bahkan sesama saudara. Secara tidak sadar, paradigma ini menumbuhkan jiwa permusuhan yang dahsyat. Maka tak pelak hal tersebut menjadi akar dari seseorang untuk melancarkan pertengkaran antar masyarakat, yang dibumbui dengan asupan pemikirian gerakan radikalisme. Sehingga keduanya berusaha mejauhkan diri, bahkan saling menghujat, mencaci maki, dan menjatuhkan saudaranya

Keberadaan dunia maya yang seharusnya dijadikan sebagai media dakwah perdamaian, pada kenyataannya dialihfungsikan oleh sebagian masyarakat yang menginginkan berkembangnya potensi pertikaian. Kasus Florence Sihombing di Yogyakarta yang menghina masyarakat Yogyakarta melalui statusnya di Path, merupakan salah satu contoh pengalihfungsian media maya, lalu ada Farhat Abbas yang dilaporkan ke polisi karena menyerang Wagub DKI Ahok, selanjutnya ada Wamenkum HAM Denny Indrayana yang dilaporkan ke polisi karena mencemarkan nama baik melalui dunia maya.

Sekalipun dunia maya itu merupakan media untuk mengungkapkan perasaannya, namun siapapun dan dari golongan manapun dilarang untuk menulis tulisan yang menimbulkan pertengkaran, seperti menghina, mencemarkan nama baik, memprovokatori tindak kekerasan. Larangan ini diatur dalam Pasal 28 UU RI Nomor 11 tahun 2008 bahwa Perbuatan Yang Dilarang adalah “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Dalam dunia maya ini potensi pertengkaran sangat tinggi, dimana media sosial yang mendominasi sebagai media penghinaan terhadap sesama. Etika sosial dan etika dalam memanfaatkan dunia maya seharusnya dijaga dengan baik oleh siapapun. Oleh karenanya kita sebagai warga negara yang memegang teguh perdamaian, harus bisa menyebarluaskan potensi perdamaian dalam kebhinnekaan melalui dunia maya.

Mengoptimalkan Potensi Perdamaian di Dunia Maya

Potensi perdamaian dalam kebhinnekaan merupakan potensi yang baik di dalam diri manusia sebagai warga negara, dan potensi tersebut bisa dipancarkan secara sosial kepada siapapun dan di manapun. Potensi perdamaian selalu akan bertentengan dengan potensi pertikaian, dimana keduanya berusaha ditumbuhkembangkan oleh golongan-golongan masing-masing.

Paradigma Aku dan Kau dalam perspektif perdamaian bukanlah merupakan sebuah permusuhan, tetapi sebagai wujud dari keberagaman yang harus diikat erat dalam bingkai Pancasila. Potensi perdamaian yang bisa menyatukan antara Aku dan Kau ini bisa dikembangkan melalui dakwah yang dilakukan di dunia maya.

Adanya dunia maya bukanlah sebagai alat permusuhan, tetapi sebagai alat penyatu dari semua golongan dan semua negara. Dalam UU RI Nomor 11 tahun 2008 dijelaskan bahwa “Penggunaan dan pemanfaatan harus dikembangkan untuk menjaga, memeliharan dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan demi kepentingan nasional”.

Dengan demikian, bagi siapapun yang menggunakan dan memanfaatkan dunia maya harus dijadikan sebagai media menyambung tali persaudaraan dan mengajak untuk saling toleransi, harmonis, dan menghormati. Ajakan ini bisa kita lakukan kepada siapapun, karena dunia maya ini tidak terbatas oleh apapun dan waktu, artinya kapanpun bisa terus berkomunikasi dengan baik. Sehingga kita bisa menggunakan dunia maya untuk menggiring masyarakat kepada pengembangan potensi perdamaian dalam kebhinnekaan dan menjadikan negara ini negara yang makmur dan menjunjung tinggi persatuan. Dan pada akhirnya sekat antara Aku dan Kau tergantikan menjadi jalan perdamaian, jalan persatuan, dan jalan keharmonisan di dunia maya.

Arief Rifkiawan Hamzah

Menyelesaikan pendidikan jenjang magister di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Al-Hikmah 1 Benda, Sirampog, Brebes dan Ponpes Darul Falah Pare, Kediri. Saat ini ia sebagai Tutor di Universitas Terbuka.

Recent Posts

Emansipasi Damai dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an sejatinya tidak pernah pincang di dalam memosisikan status laki-laki dan perempuan. Di dalam banyak…

1 hari ago

Langkah-langkah Menjadi Kartini Kekinian

Dalam era modern yang dipenuhi dengan dinamika dan tantangan baru sebelum era-era sebelumnya, menjadi sosok…

1 hari ago

Aisyiyah dan Muslimat NU: Wadah bagi Para Kartini Memperjuangkan Perdamaian

Aisyiyah dan Muslimat NU merupakan dua organisasi perempuan yang memiliki peran penting dalam memajukan masyarakat…

1 hari ago

Aisyah dan Kartini : Membumikan Inspirasi dalam Praktek Masa Kini

Dua nama yang mengilhami jutaan orang dengan semangat perjuangan, pengetahuan dan keberaniannya: Katakanlah Aisyah dan…

2 hari ago

Kisah Audery Yu Jia Hui: Sang Kartini “Modern” Pejuang Perdamaian

Setiap masa, akan ada “Kartini” berikutnya dengan konteks perjuangan yang berbeda. Sebagimana di masa lalu,…

2 hari ago

Bu Nyai; Katalisator Pendidikan Islam Washatiyah bagi Santriwati

Dalam struktur lembaga pesantren, posisi bu nyai terbilang unik. Ia adalah sosok multiperan yang tidak…

2 hari ago