Narasi

Amanah Bersama Pasca Pilkada: Menjahit Persaudaraan

Dalam pembukaan Majelis Ar-Raudhah Solo (29/06), Habib Novel Alaydrus menyampaikan selamat atas terselenggaranya Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Tengah dan daerah lainnya yang dilaksanakan dengan damai. Pesan yang lebih penting dari sekadar mengucapkan selamat tersebut adalah pesan damai, pun dengan pemilu berikutnya. Penulis menangkap secara makna apa yang disampaikan oleh Habib Novel, bahwa apapun pilihan partai dan calonmu di dalam Pemilu, kita bersaudara. Pun dengan pemilu 2019, Habib Novel Alaydrus berpesan agar lebih damai dari Pilkada 2018.

Pesan atau penulis mengartikan sebagai amanah kepada jamaah adalah untuk mempererat persaudaraan kita tanpa ternodai dengan pilihan partai politik atau calon pemimpin. Amanah tersebut disampaikan kepada jamaah yang memenuhi tempat majelis Ar-Raudhah di Solo dari berbagai daerah, pun dengan jamaahnya yang menyaksikan melalui virtual. Pesan yang disampaikan oleh Habib Novel Alaydrus menjadi penting karena sosoknya yang menjadi tokoh agama. Apa yang disampaikannya tersebut patut untuk dilakukan oleh tokoh agama atau tokoh masyarakat lainnya. Terlebih dilakukan oleh para pemimpin yang terpilih, amanah yang harus segera dilakukan adalah mempererat persaudaraan sebangsa.

Pesan “kita bersaudara” mengandung pesan yang sangat penting untuk kondisi politik saat ini. Persaudaraan kita mudah terputus hanya karena disebabkan karena perbedaan pilihan politik, bahkan pada tingkat pemilihan kepala desa. Penulis menyaksikan sendiri bagaimana perbedaan pilihan politik di desa dapat menyebabkan konflik hingga berkepanjangan. Tantangannya pasti berbeda antara pemilu di desa, kabupaten, provinsi atau nasional. Di desa yang menyebabkan konflik karena perbedaan pilihan partai politik disebabkan banyak orang yang memanfaatkan pemilu desa untuk menjadi bahan taruhan. Sehingga ketika salah satu jagonya kalah dalam pemilu menjadi konflik dengan lawannya.

Bukan hanya taruhan, pilihan politik yang dekat dengan mereka menyebabkan sikap persaudaraan semakin luntur. Pesan damai pasca pemilu atau sebelumnya menjadi sangat penting untuk menjahit persaudaraan yang “robek”. Tokoh agama, masyarakat, politik dan masyarakat luas mempunyai andil yang sangat besar untuk menyampaikan pesan damai pasca Pilkada.

Pesan tentang Persaudaraan

Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah Swt. apabila menghendaki maka umat dijadikan hanya satu umat. Pesan tersebut termaktub dalam surat Al-Maidah 48. “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,”.

Perbedaan menjadi hal yang wajar dalam kehidupan bersosial, pun dengan perbedaan dalam pilihan politik. Perbedaan memang dikehendaki namun yang jauh lebih penting adalah berlomba untuk kebajikan. Pesan yang disampaikan pada surat Al-Maidah tersebut lebih substansial. Bukan kepada calon pemimpin kita bersandar, namun yang jauh lebih penting adalah bersandar kepada Allah Swt.

Yang selalu salah kaprah kita jalani adalah kita selalu menyandarkan harapan kepada calon pemimpin atau pemimpin yang terpilih. Bagi masyarakat, yang terpenting untuk dilakukan adalah mendoakan para pemimpin agar amanah. Selain mendoakan juga mengawal kebijakan yang dikeluarkan. Pemimpin daerah adalah tangan panjang dari masyarakat.

Setelah Pilkada usai, para pendukung dan masyarakat yang berbeda pilihan harus menyadari bahwa tidak lagi berarti mempertahankan perbedaan pilihan politik. Masyarakat harus sadar, tugas mereka adalah mendukung pemerintah dan mengawal kebijakan yang tidak sesuai dengan amanah masyarakat luas. Perbedaan partai politik dan sekalipun pandangan politik akan memperparah keadaan apabila semakin menebalkan konflik.

Nur Sholikhin

Penulis adalah alumni Fakultas Ilmu Pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini sedang aktif di Majalah Bangkit PW NU DIY.

Recent Posts

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

15 jam ago

Jangan Terjebak Euforia Semu “Nihil Teror”

Hiruk pikuk lini masa media sosial kerap menyajikan kita pemandangan yang serba cepat berubah. Satu…

16 jam ago

Rejuvenasi Pancasila di Tengah Fenomena Zero Terrorist Attack

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Peringatan itu merujuk pada pidato Bung Karno…

16 jam ago

Menjernihkan Makna “Zero Terrorist Attack” : Dari Penanggulangan Aksi Menuju Perang Narasi

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia patut bersyukur karena terbebas dari aksi teror nyata di ruang…

16 jam ago

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

6 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

6 hari ago