Pasca reformasi di Indonesia yang membuka pintu demokrasi lebar-lebar, fenomena radikalisme mengatasnamakan agama semakin marak. Seperti benih yang menemukan tanah subur, kelompok-kelompok radikal tumbuh dan berkembang, membawa berbagai ancaman bagi stabilitas negara dan citra Islam di mata dunia. Namun, apakah radikalisme ini semata-mata soal paham keagamaan, atau ada faktor lain yang lebih kompleks di baliknya?
Radikalisme di Indonesia bukanlah fenomena baru. Sejak masa kemerdekaan, gerakan Islam garis keras sudah muncul, seperti Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan Negara Islam Indonesia (NII). Gerakan ini mengusung syariat Islam sebagai dasar negara, dan meskipun pada awalnya didorong oleh ketidakpuasan politik, agama kemudian menjadi perekat yang kuat bagi gerakan ini.
Pasca reformasi, gerakan radikal seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Jihad muncul dengan berbagai agenda, mulai dari penerapan syariat Islam hingga pembentukan khilafah. Mulai dari intelektual, gerakan bawah tanah hingga aksi anarki di ruang publik. Pada tahun 2014, ketika ada gelombang gerakan radikal dari luar yang ditandai dengan kemunculan ISIS, gerakan di dalam negeri yang sudah lama ad aini mencari afiliasi baru.
Pertahanan di dalam negeri tentu masih ada. Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia, sejak awal berdirinya telah berperan sebagai penangkal paham trans-nasional dan radikalisme. Dengan mengusung paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang menekankan keadilan, kesimbangan, moderasi, dan toleransi, NU berusaha mengaktualisasikan nilai-nilai ini dalam masyarakat.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah menghidupkan kembali nilai-nilai Aswaja dalam masyarakat dan lembaga pendidikan. Dalam konteks Indonesia, menghidupkan kembali nilai-nilai Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jamaah) dapat menjadi landasan kokoh untuk membangun masyarakat yang harmonis dan beradab.
Aswaja tidak hanya mencerminkan ajaran Islam yang moderat dan inklusif, tetapi juga sejalan dengan prinsip-prinsip dalam Piagam Madinah. Piagam ini tidak hanya menegaskan persatuan dan perlindungan hak-hak minoritas, tetapi juga memberikan landasan bagi toleransi antarumat beragama dan pluralisme, nilai-nilai yang esensial dalam konteks Indonesia yang beragam ini.
Secara konstitusional, UUD 1945 juga memuat nilai-nilai universal seperti keadilan sosial dan persatuan nasional. Dalam implementasinya, nilai-nilai Aswaja dapat mendukung pembangunan karakter bangsa yang inklusif dan bertanggung jawab, sesuai dengan semangat dan tujuan konstitusi kita. Penguatan peran NU dalam mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai Aswaja dan bahaya radikalisme bukan hanya sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga sebagai mitra strategis dalam mewujudkan cita-cita nasional yang terwujud dalam Pancasila.
Falsafah Pancasila sebagai ideologi negara turut memberikan landasan filosofis bagi keberagaman dan kesatuan bangsa. Pancasila mengajarkan pentingnya gotong royong, menghargai perbedaan, dan menciptakan kedamaian dalam keragaman. Dalam konteks ini, nilai-nilai Aswaja dapat berperan sebagai perekat sosial yang memperkuat solidaritas dan toleransi di antara masyarakat Indonesia.
Dengan memfokuskan pendidikan dan kampanye publik pada nilai-nilai Aswaja yang berakar dalam Piagam Madinah, UUD 1945, dan falsafah Pancasila, kita dapat membangun fondasi yang kuat dalam menghadapi tantangan radikalisme dan ekstremisme. Diharapkan generasi muda dapat menjunjung tinggi nilai-nilai yang mencerminkan Piagam Madinah dan sejalan dengan konstitusi UUD 1945, falsafah Pancasila, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Selain itu, perlunya peningkatan peran NU dalam mengedukasi masyarakat tentang bahaya radikalisme dan pentingnya nilai-nilai toleransi dan kedamaian.
Gerakan radikalisme di Indonesia tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencederai citra Islam sebagai agama yang damai. Dengan mengaktualisasikan nilai-nilai Aswaja dan memperkuat peran NU dalam pendidikan dan masyarakat, kita bisa berharap Indonesia menjadi negara yang lebih damai dan sejahtera. Mari kita jaga bersama keutuhan bangsa dengan menolak segala bentuk radikalisme dan ekstremisme.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…