Isu terkait konflik Palestina dan Israel kini mulai memasuki babak baru, khususnya di Tanah Air. Dalam beberapa hari terakhir terasa sekali ada upaya sistematis untuk mempolitisasi isu ini. Gejala ini sangat nyata terutama di kanal-kanal maya. Pelakunya siapa lagi jika bukan kelompok-kelompok oposisi destruktif yang berafiliasi dengan kelompok Islam garis keras.
Indikasi politisasi isu Palestina ini tampak ke dalam setidaknya tiga hal. Pertama, ada kecenderungan untuk membingkai konflik Palestina-Israel sebagai konflik antaragama yang melibatkan Islam dan Yahudi. Framing yang demikian ini jelas bertujuan untuk membangkitkan sentimen kebencian pada kelompok agama lain di kalangan umat Islam. Ironisnya, banyak umat Islam yang termakan oleh narasi provokatif tersebut.
Kedua, ada upaya sistematis untuk menjadikan isu Palestina sebagai senjata menyerang pemerintahan yang sah. Di media sosial, akun-akun yang selama ini dikenal sebagai anti-pemerintah dan gigih mengampanyekan khilafah menuduh pemerintah Indonesia tidak tegas dalam merespons isu Palestina. Akun-akun tersebut juga membandingkan sikap Presiden Joko Widodo dengan sejumlah pemimpin muslim lainnya, seperti Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan.
Ketiga, adanya upaya untuk melakukan pembunuhan karakter (character assassination) terhadap pihak-pihak yang berusaha obyektif dan netral dalam melihat konflik Palestina-Isreal. Kelompok konservatif dengan nyinyir tingkat tingginya melabeli kelompok yang berusaha rasional dan obyektif ini dengan berbagai julukan. Mulai dari “Yahudi Sawo Matang”, “Zionis Nusantara”, “Antek Zionis” dan lain sebagainya.
Keempat, upaya pemutarbalikan fakta atas peristiwa yang terjadi di Palestina. Di media sosial, kita melihat sendiri bagaimana kaum radikal berusaha sekuat tenaga mendramatisasi penderitaan warga Gaza. Seolah-olah korban sipil Palestina hanyalah umat Islam saja. Di saat yang sama, mereka (kaum radikal) juga berusaha mengglorifikasi kekerasan yang dilakukan oleh Hamas. Seolah-olah Hamas ialah pahlawan satu-satunya bagi rakyat Palestina. Padahal, faktanya tidak demikian.
Upaya mempolitisasi isu Palestina jelas merupakan ancaman nyata bagi kebangsaan dan kebinekaan kita. Konflik Palestina dan Israel yang terjadi ribuan kilometer jauhnya dari Indonesia berusaha diimpor dan dibingkai sedemikian rupa demi tujuan pragmatis-ideologis. Ujung dari upaya politisasi ini sebenarnya mudah ditebak. Yakni strategi mengampanyekan khilafah yang diklaim sebagai solusi sapu jagad atas semua persoalan. Termasuk persoalan konflik Palestina-Israel.
Menghalau Politisasi Isu Palestina
Kita tentu tidak bisa tinggal diam menyikapi upaya kaum radikal dalam memelintir dan mempolitisasi isu Palestina. Pemerintah dan masyarakat sipil wajib menjalin sinergi untuk membendung arus politisasi identitas. Pemerintah, bahkan Presiden sendiri telah menyatakan sikapnya terhadap isu Palestina. Presiden Joko Widodo telah menyampaikan pidato yang intinya menyerukan penghentian kekerasan Israel terhadap Palestina dan berharap tercipta perdamaian antarkedua belah pihak yang berperang.
Pidato presiden itu ialah wujud solidaritas negara Indonesia yang sesuai dengan konstitusi sekaligus etika politik luar negeri kita. Sejalan dengan sikap pemerintah itu, masyarakat sipil hendaknya juga ikut andil meredakan konflik Palestina-Israel. Salah satunya dengan menggalang solidaritas kemanusiaan yang sejalan dengan komitmen kebangsaan dan realitas kebinekaan. Solidaritas terhadap Palestina idealnya berada dalam koridor konstitusi RI yakni dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Di saat yang sama, pemerintah dan masyarakat perlu meluruskan sejumlah misinformasi terkait Palestina yang selama ini kadung beredar di publik. Masyarakat harus memahami bahwa konflik Palestina dan Israel bukanlah konflik antara Islam dan Yahudi. Lebih dari itu, masyarakat juga harus menyadari bahwa korban akibat konflik Palestina-Israel tidak hanya dari kalangan umat Islam saja, namun juga warga Kristen bahkan kaum Yahudi. Meluruskan misinformasi ini penting agar tidak tercipta sentimen kebencian akibat semburan hoaks dan ujaran kebencian yang digaungkan kalangan muslim konservatif.
Indonesia tentu tidak bisa begitu saja lepas tangan dari persoalan Palestina. Ada banyak irisan dan keterkaitan antara Indonesia dan Palestina. Keduanya dikenal sebagai negara muslim yang pernah saling mendukung dalam gerakan anti-kolonialisme. Palestina merupakan negara yang pertamakali mengakui kemerdekaan Indonesia. Selain itu, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk mewujudkan tata kehidupan dunia global yang damai, adil dan bebas dari penindasan.
Persoalan Palestina ialah persoalan kemanusiaaan yang membutuhkan solidaritas lintasagama dan bangsa. Namun, di saat yang sama, masyarakat Indonesia juga memiliki tugas internal untuk menjaga komitmen kebangsaan dan realitas kebinekaan. Kewajiban ini jelas tidak bisa dianulir oleh apa pun juga.
This post was last modified on 20 Mei 2021 3:02 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…