Categories: Narasi

Belajar Damai Lewat Puasa

Tanpa terasa ibadah puasa di bulan ini telah memasuki 10 hari ke dua, hampir separuh dari kemewahan bulan puasa telah kita rengkuh bersama. Masih ada separuh lagi yang bisa kita nikmati hingga nanti bulan berganti. Rasa lapar dan dahaga di siang hari tentu sudah tidak lagi menjadi hal asing bagi kita yang menjalankan ibadah puasa, karena semakin lama, semuanya terasa semakin mudah dan ringan untuk dijalankan.

10 hari yang kedua dalam rangkaian ibadah puasa ini adalah momen dimana kita sudah harus bisa move on dari fokus utama yang biasa melanda pelaku puasa di hari-hari pertama; menentukan menu berbuka. Karena di 10 hari yang kedua ini, kita sudah harus bisa mengambil pelajaran penting dari rutinitas puasa yang telah kita lakukan selama 10 hari terakhir. Beberapa ulama berpendapat bahwa menahan lapar dan dahaga selama puasa hanyalah sarana untuk menuju tujuan yang sebenarnya, karena tujuan utama puasa lebih dari sekedar urusan meja makan.

Puasa adalah ibadah yang khusus ditujukan kepada Allah, dan hanya Allah sendiri pula yang akan secara langsung memberikan pahala puasa tanpa melalui perantara. Karenanya, esensi puasa adalah pendekatan diri kepada Allah.

Karenanya Allah menghadiahkan ibadah puasa lengkap dengan seabrek ketentuan yang mengikat di dalamnya agar kita tahu bahwa puasa adalah salah satu ibadah yang sangat dimuliakan. Melalui ibadah puasa, Allah mengajari kita untuk mengerem diri dari kebiasaan-kebiasaan diri yang terkadang lepas kendali.  Allah meminta kita untuk menahan makan dan minum (sesuatu yang sangat kita butuhkan) agar kita belajar bahwa terkadang kita harus memberi waktu jeda, sehingga dengannya muncul perspektif baru dalam menanggapi segala sesuatu.

Hikmah lain yang bisa diambil dari ibadah ‘pengereman’ ini adalah kemampuan diri untuk menentukan prioritas. Allah meminta kita untuk menahan diri dari makan dan minum, yang merupakan prioritas utama dalam kaitannya dengan menjaga kehidupan, agar kedepannya kita bisa menahan diri dari hal-hal yang tidak berada pada posisi atas dalam list prioritas. Kalau makan dan minum saja bisa kita tahan, masak benci dan marah nggak bisa ditahan sih? Kan aneh.

Maka betul pendapat para ulama di atas, puasa memang tidak sekedar urusan mulut dan perut, tetapi juga tentang menjauhkan diri dari berbuat hal buruk. Allah ‘tidak sudi’ untuk memberi pahala kepada orang yang berpuasa namun tetap berlaku aniaya. Karena jika tidak makan dan minum saja orang sudah dapat pahala, maka tentu para fakir miskin itu yang paling banyak mengisi surga.

Karenanya, mari berpuasa dengan tidak hanya membiarkan tubuh kita lapar dan lemas secara sia-sia. Puasakan juga pikiran dan hati kita dari berbagai prasangka dan perilaku buruk agar kita tidak semakin terpuruk. Semoga di bulan puasa ini kita selalu dituntun Allah untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Wallahua’lam

This post was last modified on 2 Juli 2015 9:57 AM

Khoirul Anam

Alumni Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS), UGM Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Salafiyah Syafiyah, Sukorejo, Situbondo, Jatim dan Ponpes al Asyariah, kalibeber, Wonosobo, Jateng. Aktif menulis untuk tema perdamaian, deradikalisasi, dan agama. Tinggal di @anam_tujuh

Recent Posts

Kesiapsiagaan Merupakan Daya Tangkal dalam Pencegahan Terorisme

Ancaman terorisme yang terus berkembang bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan pendekatan konvensional atau sekadar…

2 hari ago

Zero Attack; Benarkah Terorisme Telah Berakhir?

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia tampak lebih tenang dari bayang-bayang terorisme yang pernah begitu dominan…

2 hari ago

Pembelajaran dari Mitologi Kuda Troya dalam Ancaman Terorisme

Di tengah sorotan prestasi nihilnya serangan teror dalam beberapa tahun terakhir, kita mungkin tergoda untuk…

3 hari ago

Jejak Langkah Preventif: Saddu al-Dari’ah sebagai Fondasi Pencegahan Terorisme

Dalam hamparan sejarah peradaban manusia, upaya untuk mencegah malapetaka sebelum ia menjelma menjadi kenyataan bukanlah…

3 hari ago

Mutasi Sel Teroris di Tengah Kondisi Zero Attack; Dari Faksionalisme ke Lone Wolf

Siapa yang paling diuntungkan dari euforia narss zero terrorist attack ini? Tidak lain adalah kelompok…

3 hari ago

Sadd al-Dzari’ah dan Foresight Intelijen: Paradigma Kontra-Terorisme di Tengah Ilusi Zero Attack

Selama dua tahun terakhir, keberhasilan Indonesia menangani terorisme dinarasikan melalui satu frasa kunci: zero terrorist…

4 hari ago