Ada sebuah argument asumtif yang perlu kita kritisi. Yaitu sebuah anggapan bahwa: menolak politik identitas dianggap sekularisme, yaitu mencoba memisahkan agama dan politik. Lantas benarkah seperti itu?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita sebetulnya hanya perlu belajar dari sejarah pengalaman di tahun politik yang lalu. Bahwa, politik identitas dengan peranan-nya yang memecah-belah, biang-kerok dari sikap saling membenci dan menjadi sumbu fitnah adu-domba.
Lalu melahirkan kekacauan hingga meretakkan hubungan sosial-keragaman yang harmonis. Semua fakta yang semacam ini, adalah jawaban di balik alasan-alasan pokok kita menolak politik identitas.
Kalau kita meminjam prinsip hukum maqashid syariah. Kita dituntut untuk menolak segala sesuatu yang bertentangan/reduksionis/destruktif terhadap mashlahatul ummah atau kemaslahatan umat. Maka, secara orientasi, politik identitas jelas membawa dampak mudharat bagi keharmonisan di tengah keragaman.
Sehingga, menolak politik identitas yang dianggap paham sekuler itu sebetulnya hanya apologi demi menutupi kejahatan di dalamnya. Sebab, menolak politik identitas bukan berarti memisahkan agama dan politik.
Politik identitas mencoba memanfaatkan agama tertentu untuk membangun propaganda politik agama. Dengan corak-karakter yang sifatnya eksklusif dan bernuansa sentiment agama. Cara kerjanya, kita hanya boleh memilih orang yang segolongan, seiman, se-identitas atau se-aliran saja. Di luar itu akan dianggap kafir, di luar ajaran agama dan wajib dijauhi.
Kondisi yang semacam ini, akan melahirkan peperangan yang tidak lagi bersifat argument, narasi, adu gagasan/ide. Melainkan peperangan antar klaim-klaim kebenaran agama/aliran. Dua kubu akan saling menebar fitnah dan selalu membakar api konflik.
Dari sini kita bisa memahami bahwa politik identitas sebetulnya akan merobek keragaman yang ada. Tidak ada fakta lain selain kemudharatan di balik politik identitas itu. Sebab, politik identitas akan membangun polarisasi masyarakat ke dalam identitas keagamaan yang dimiliki untuk saling menegasi dalam kepentingan politik.
Maka, dari sini sebetulnya kita telah menemukan benar merah. Bahwa, menolak politik identitas sama-halnya menolak memanfaatkan agama sebagai alat untuk memecah-belah demi jernihnya kepentingan politik. Ini bagian dari menjaga marwah/kehormatan/kemuliaan ajaran agama.
Menolak politik identitas pada dasarnya mencoba menjernihkan ajaran agama sebagai (kesadaran) orang-orang dalam berpolitik. Hal itu tentunya akan melahirkan semacam orientasi kesadaran/tuntunan terhadap dirinya. Bahwa, agama tidak mengajarkan untuk membenci, mencaci, memecah-belah apalagi bermusuhan.
Sebab, politik identitas itu selalu “memaksakan kehendak” dengan membawa perkara agama. Istilah “jangan memilih orang kafir, pemimpin yang tidak sesuai syariat Islam dan pemimpin yang tidak beriman”. Klaim-klaim yang semacam ini adalah bagian dari cara-kerja politik identitas.
Tentu, dampak buruknya adalah munculnya perpecahan, permusuhan dan bahkan terjadi konflik berdarah akibat telah menjadi korban politik identitas itu. Maka, sebetulnya kalau kita pahami secara mendalam. Menolak politik identitas itu pada dasarnya adalah demi menjaga kehormatan agama dan menjauhi kemudharatan.
Menolak politik identitas tidak ada kaitannya dengan proyek memisahkan agama dan politik. Agama telah menjadi nilai-etis dalam segala aktivitas politik yang selalu melahirkan kebaikan-kebaikan. Tentu jauh berbeda dengan politik identitas yang dalam banyak fakta telah melahirkan kemudharatan.
Anti politik identitas tidak ada kaitannya dengan proyek sekularisme. Sebab, anti politik identitas berarti anti terhadap orang yang malas berpikir untuk adu gagasan/argument/ide. Mereka melakukan pelarian diri dengan hanya memanfaatkan agama segala alat menjatuhkan kelompok lain dengan beragam kebencian dan klaim inklusif agama.
This post was last modified on 20 Februari 2023 6:22 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…