Narasi

Benarkah Moderasi Beragama adalah Agenda Sekularisasi dan Anti-Islam?

Agenda moderasi beragama yang dicanangkan pemerintah terutama melalui Kementerian Agama masih mendapat beragam tantangan. Salah satunya adalah masih kuatnya penolakan di sebagian umat Islam. Salah satu faktor pemicu yang membuat sebagian umat Islam menolak agenda moderasi beragama adalah tudingan bahwa moderasi beragama merupakan bagian dari proyek sekularisasi dan bertentangan atau anti-Islam.

Pandangan yang demikian ini kadung menyebar luas di tengah umat. Apalagi narasi itu juga didukung oleh kelompok Islam konservatif yang memang sejak awal tidak setuju dengan agenda moderasi beragama. Tudingan yang menarasikan moderasi beragama sebagai bagian dari sekularisasi atau anti-Islam jelas salah kaprah dan absurd.

Hal inilah yang harus dijelaskan pada umat secara clear and distinct. Moderasi beragama jelas berbeda dengan sekulerisasi, baik dari segi definisi, karakteristik, maupun tujuannya. Moderasi beragama adalah upaya mewujudkan cara pandang dan perilaku keagamaan yang tidak berlebihan (ekstrem), adaptif pada perbedaan, anti-kekerasan dan akomodatif pada kearifan lokal.

Agenda moderasi beragama ini muncul dilatari oleh faktor utama yakni maraknya cara pandang dan perilaku keagamaan yang menjurus pada ekstremisme, bahkan terorisme. Cara pandang keagamaan yang intoleran, anti-perbedaan, anti kebudayaan lokal, dan pro-kekerasan seperti kita tahu telah menyumbang andil pada maraknya teror dan kekerasan atas nama agama.

Di tengah kondisi itulah, gagasan moderasi beragama itu muncul. Moderasi beragama tidak mengajak umat Islam meninggalkan akidah, atau menurunkan standar ketakwaan. Moderasi beragama tidak menyentuh masalah akidah dan ibadah, melainkan menyangkut masalah muamalah, seperti isu politik, sosial, budaya, dan sebagainya.

Memahami Perbedaan Antara Moderasi Beragama dan Sekularisasi

Moderasi beragama juga tidak mengajak umat Islam meninggalkan teks keislaman (Al Qur’an dan Hadist) serta sumber klasik lainnya sebagai sumber ajaran Islam. Moderasi beragama lebih mengajak umat Islam untuk memahami teks keislaman itu secara rasional-kritis agar mendapatkan makna yang kontekstual dengan dinamika zaman.

Dari definisi saja, jelas bahwa moderasi beragama itu berbeda dengan sekularisasi. Sekularisasi seperti kita tahu adalah agenda pemisahan urusan agama dan politik (negara). Paham sekulerisme muncul pertama kali di Eropa di masa pencerahan (renaissance) lantaran dilatari oleh faktor trauma pada agama.

Masyarakat Eropa merasa dominasi agama di wilayah politik telah menyebabkan kejumudan berpikir yang membuat mereka berada di era kemunduran peradaban (The Dark Age). Agenda sekularisasi bertumpu pada satu visi bahwa agama harus diposisikan sebagai urusan privat yang tidak ada kaitannya dengan urusan publik apalagi negara. Maka, tidak mengherankan jika model sekularisasi ala Eropa itu kini justru menimbulkan problem baru.

Misalnya, diskriminasi kelompok minoritas muslim di sejumlah negara Eropa. Juga munculnya gelombang Islamofobia yang berujung pada tindakan diskriminasi dan persekusi terhadap muslim di dunia Barat. Jadi, jelas bahwa moderasi beragama justru bertolak belakang dengan spirit sekularisasi.

Dalam paradigma moderasi beragama, tidak ada agenda privatisasi agama. Agama, bagaimana pun juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari urusan publik dan juga ikut andil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Alih-alih memisahkan antara agama dan negara, agenda moderasi beragama justru berupaya mencari jalan tengah atau titik temu antara kepentingan agama dan negara.

Paradigma Moderat adalah Manifestasi Ajaran Islam

Dalam paradigma moderat, kehidupan beragama dan bernegara (berpolitik) itu tidak dapat dipisahkan. Namun, bukan berarti bahwa negara harus berdasarkan pada hukum agama tertentu. Dalam paradigma moderat, relasi agama dan negara itu bersifat equal (sejajar) dan mutualistik (saling melengkapi). Agama membutuhkan negara sebagai pelindung, sedangkan negara membutuhkan agama sebagai sumber moral dan etika.

Lantas, apakah agenda moderasi beragama ini bertentangan atau anti-Islam sebagaimana dituduhkan banyak kalangan? Tentu tidak. Secara prinsipil, moderasi beragama justru merupakan manifestasi dari ajaran Islam. Di dalam Islam, manusia diperintahkan untuk tidak berlebihan dalam segala sesuatu, termasuk dalam beragama.

Seperti tertuang dalam Al Quran Surat Al Maidah ayat ke-77 yang artinya “Wahai Ahlul Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam agama kamu dengan cara yang tidak benar. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dan mereka telah menyesatkan banyak (orang) dan mereka sesat dari jalan yang lurus”.

Sejalan dengan itu, Rasulullah pun pernah bersabda bahwa “Sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah”. Ayat Al Quran dan hadist Nabi Muhammad tersebut menyiratkan pesan bahwa hakikat Islam adalah moderatisme, bukan ekstremisme.

Menjadi umat Islam berarti adalah menjadi individu yang moderat, tidak berlebihan dalam beragama, dan mampu menempatkan diri secara kontekstual. Termasuk bersikap inklusif pada perbedaan, adaptif pada kearifan lokal, serta menghindari cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

Khittah Islam adalah agama moderat. Maka, agenda moderasi beragama pada dasarnya ialah upaya mengembalikan Islam sesuai khittah-nya terutama di tengah gencarnya arus infiltrasi paham radikal-ekstrem.

Siti Nurul Hidayah

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 hari ago