Bukan tidak mungkin ruang maya semakin sesak dengan ujaran kebencian terutama pada masa pesta demokrasi 5 tahunan, apa lagi Kamis malam (17/1) telah diadakannya debat perdana pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tentu atmoser di dalam kehidupan sosial dan ruang maya semakin panas.
Mengutip dari tulisan Al Mahfud yang menggambarkan panasnya ruang maya yang disesaki oleh beberapa tagar di media sosial Twitter yang menjadi trending topic ketika debat perdana pilpres dianataranya; #DebatCapres. #DebatPerdanaPilpres2019, #DebatPilpres, #JokowiAminMenangDebat, #PrabowoIndonesiaMenang, hingga mengenai moderator debat, merupakan topik-topik yang dibicarakan warganet saat debat berlangsung.
Bahkan tagar tersebut masih berkeliaran di lini massa Twitter sampai hari ini dan tidak sedikit juga memberikan komentar pedas hingga ujaran kebencian, ya mungkin itu lah yang terjadi saat ini dan akan selalu seperti itu jika tidak ada masyarakat yang peduli terhadap kerukunan Indonesia.
Kerukunan Indonesia saat ini memang sedang menipis dan mudah sekali diadu domba dengan persoalan SARA. Apakah berdebat harus menggunakan ujaran kebencian sehingga masyarakat awam yang mendukung salah satu paslon menjadi ikut-ikutan kedalam agenda setting juru kampanye (jurkam) masing-masing paslon?
Baca juga : Mencerdaskan Masyarakat melalui Debat Cerdas
Dalam ajaran yang saya anut (islam) tidak menghalalkan cara berdebat dengan ujaran kebencian apa lagi sampai menjatuhkan satu sama lain dengan cara yang menyimpang. Ada cara yang lebih indah jika kita melihat arti dari surat An-Nahl 125 “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapatkan petunjuk”
Di ayat tersebut dijelaskan bahwa berdebat itu harus dengan cara yang baik. Artinya dari segi bahasa pun harus santun tidak menggunakan kata kasar apa lagi cacian. Kemudian berdebat juga harus dengan dalil yang benar untuk membicarakan persoalan tertentu. Dalam syariatnya debat memang harus dengan didasarkan pada hujah (dalil) atau yang diduga sebagai dalil (syubhah dalil). Di luar itu dinamakan syagab (penyimpangan) atau takhlith (pencampuradukan yang hak dan yang batil).
Syagab ini diartikan oleh Ibnu Hazm dengan tindakan menyimpangkan kebenaran dengan hujah (dalil) yang batil, dengan menggunakan premis-premis yang rusak yang akan menggiring orang pada kebatilan; dapat disebut juga sebagai safsathah, atau yang sering kita kenal saat ini adalah hoax dan ujaran kebencian.
Ini lah bahayanya bagi kita yang melakukan berdebatan menggunkan cara yang tidak sesuai dengan ajaran agama yang masing-masing dianut terutama bagi umat muslim harus mengetahui ini agar tidak mudah untuk ikut-ikutan dalam kampanye yang bisa saja menyesatkan atau menyimpang (Syagab).
Jika tidak ingin terjerumus marilah kita dalami bagaimana cara berdebat dengan santun untuk mencegah ujaran kebencian yang tersebar dimana-mana terutama dalam ruang maya. Dalam islam ada beberapa etika debat yang bisa dilakukan agar berdebat semakin santun tidak menyerang apa lagi menimbulkan ujaran kebencian.
Berdebat yang satun ala Islam adalah yang mengutamakan ketakwaan kepada Allah artinya seperti meminta ridha-Nya dan melakukan apa yang Dia perintahkan dengan sebaik-baiknya, kemudian berniat memberikan pernyataan yang haq dan membatalkan yang batil, bukan karena ingin mengalahkan lawan,
Seperti yang dikatakan Ibnu Aqil “setiap perdebatan yang tujuannya bukan untuk membela kebenaran adalah kebinasaan bagi pelakunya.” Maka dari itu kita harus berdebat sesuai dengan fakta yang ada untuk membela kebenaran jika itu hanya dibuat-buat maka berhati-hatilah dengan apa yang kita perbuat, sesungguhnya Tuhan yang lebih mengetahui siapa yang sesat dan siapa yang benar.
Berdebat juga tidak untuk mencari kemegahan, kedudukan, meraih dukungan, berselisih, dan ingin dilihat, kemudian dalam berdebat juga harus diniatkan untuk memberikan loyalitas kepada Allah dan pada agama-Nya serta nasihat kepada lawan debatnya, seperti yang dikatakan oleh Nabi SAW, “Agama adalah nasihat.”
Beberapa etika dalam berdebat ini harus kita aplikasikan dalam kehidupan kita mulai dari kehidupan pribadi kita atau pun kehidupan kita di ruang maya untuk mencegah ujaran kebencian. Debat selayaknya harus dilakukan dengan etika, adab dan kesantunan sehingga masyarakat dididik untuk tidak mudah menyebarkan ujaran kebencian antara satu dengan yang lainnya. Dididik lah masyarakat yang cerdas bermedia dan memiliki etika, adab dan kesantunan yang baik untuk masyarakat menjadi masyarakat pemersatu Indonesia kemudian hidup dalam kerukunan seperti yang diinginkan Founding Father bangsa ini yang terbentuk dalam butir pancasila.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments