Narasi

Berteman dengan Non-Muslim di Sekolah

Jika ada yang bertanya, bolehkah anak-anak bergaul dengan temannya yang non-muslim di sekolah? Lantas, apa hukumnya? Dua pertanyaan ini, sering-kali menjadi satu kekhawatiran dan menjadi alasan penting. Mengapa anak-anak sering-kali dilarang berteman dengan non-muslim. Lantas, bolehkah bergaul dengan non-muslim di sekolah?

Kalau kita merujuk ke dalam kebenaran (Qs. Al-Mumtahanah:8) “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.

Jika kita mengacu ke dalam ayat di atas, korelasi hukum bergaul yang berarti berteman/berhubungan baik dan bersaudara dengan non-muslim di sekolah. Itu tidak ada larangan yang berarti boleh. Sebab, mereka tidak dalam konteks memerangi atau mengusir dari tempat tinggal. Maka, di sinilah pijakan hukum mengapa anak-anak tetap diperbolehkan untuk bergaul dengan temannya yang non-muslim di sekolah.

Sebab, pertemanan antar beda keyakinan di sekolah tidak sedang dalam konteks mencampuradukkan iman/agama. Bukan pula, tidak ingin mengikuti keyakinan teman yang non-muslim. Karena, ini perkara (hubungan sosial) pertemanan dalam lingkungan lembaga pendidikan. Sehingga, hal ini akan menjadi satu pelajaran penting bagaimana anak-anak akan terbiasa bersama di tengah perbedaan itu.

Karena, di dalam kata “berbuat baik” dan “berlaku adil” itu sama-sama mengacu ke dalam basis fungsional (persaudaraan yang solid) antar teman. Entah pergi bersama, bermain bersama, ke kantin bersama dan mereka akan terbiasa dengan kebersamaan. Maka, kelak dia akan jauh lebih tolerant dan mudah rukun meskipun berbeda secara keyakinan.

Lantas, apakah pertemanan ini tidak akan merusak Iman? Tentu kalau kita mengacu ke dalam kebenaran lanjutan dari potongan ayat di atas. Yaitu dalam (Qs. Al-Mumtahanah:9) bahwa “Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama”.

Maka, kekhawatiran takut iman anak-anak kita goyah atau ada larangan secara hukum agama. Potongan ayat (Qs. Al-Mumtahanah:9) ini telah memperjelas bahwa tidak ada larangan untuk anak-anak berteman dengan mereka yang non-muslim di sekolah. Karena, tidak meliputi alasan-alasan yang telah ditetapkan sebagai satu hukum larangan berteman dengan orang yang memerangi atau mengusir dari tanah air, misalnya.

Seperti yang disampaikan oleh Yusuf Qardhawi dalam sebuah karya kitab “Ghairu al-Muslim fi almujtama’ al Islami”. Beliau menjelaskan sisi keteladanan Nabi di waktu hidup di Makkah dan Madinah, perihal toleransi Nabi yang basis-nya mengacu terhadap (pertemanan) dengan non-muslim itu. Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa Nabi begitu gemar memuliakan non-Muslim, beliau gemar bertemu, silaturahmi, mengunjungi nonmuslim yang sakit.

Dari sini tampaknya kita akan semakin diperjelas. Bahwa, hukum pertemanan anak-anak dengan temannya yang non-muslim di sekolah itu tidak dilarang yang berarti diperbolehkan. Seperti teladan Nabi yang pro-sosial dan kemanusiaan atas mereka yang non-muslim. Karena, ini tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan hukum-larangan berteman dengan orang yang memerangi dan mengusir dari tanah air itu sendiri.

Sebab, di dalam (Qs, Al-Hujurat:10) bahwasanya “Orang beriman itu sesungguhnya bersaudara”. Lalu semakin diperjelas dalam (Qs. Al-Hujurat:13) bahwasanya: “Hai Manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”.

Jadi, dari sini kita bisa menemukan jawabannya, Bahwa, tidak dilarang yang berarti boleh anak kita berteman/bergaul dengan temannya yang non-muslim di sekolah. Bahkan ini akan membawa dampak maslahat baik, karena anak-anak akan terdidik sejak dini hidup rukun tanpa berpecah-belah di tengah perbedaan kelak ketika dewasa.

This post was last modified on 5 Mei 2023 4:59 PM

Nur Samsi

Recent Posts

Tiga Nilai Maulid ala Nusantara; Religiusitas, Kreativitas, Solidaritas

Menurut catatan sejarah, perayaan Maulid Nabi Muhammad secara besar-besaran muncul pertama kali di Mesir pada…

19 jam ago

Muhammad dan Kehidupan

Konon, al-Ghazali adalah salah satu ulama yang memandang sosok Muhammad dengan dua perspektif, sebagai sosok…

21 jam ago

Meneladani Nabi Muhammad SAW secara Kaffah, Bukan Sekedar Tampilan Semata

Meneladani Nabi adalah sebuah komitmen yang jauh melampaui sekadar tampilan fisik. Sayangnya, sebagian kelompok sering…

21 jam ago

Warisan Toleransi Nabi SAW; Dari Tanah Suci ke Bumi NKRI

Toleransi beragama adalah energi lembut yang dapat menyatukan perbedaan. Itulah kiranya, salah satu ajaran mulia…

2 hari ago

Walima, Tradisi Maulid ala Masyarakat Gorontalo yang Mempersatukan

Walima, dalam konteks tradisi Maulid Nabi, adalah salah satu momen yang sangat dinanti dan dihormati…

2 hari ago

Darul Mitsaq; Legacy Rasulullah yang Diadaptasi ke Nusantara

Salah satu fase atau bagian paling menarik dalam keseluruhan kisah hidup Rasulullah adalah sepak terjang…

2 hari ago