Dalam rapat dengan pendapat dengan Komisi III DPR RI, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Daniel mengusulkan agar pemerintah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap tempat-tempat ibadah agar tidak menjadi tempat penyebaran radikalisme.
Sebab, dalam beberapa kasus, tak ayal sejumlah tempat-tempat ibadah sering kali dijadikan tempat penyebaran paham radikal oleh kelompok teroris. Hasil survei yang dilakukan oleh Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyatakan terdapat 41 masjid yang terindikasi menyebarkan paham radikal (P3M, 2018).
Selain itu, pada tahun yang sama, pemetaan masjid yang dilakukan oleh Badan Intelejen Negara (BIN) juga menemukan bahwa, dari 100 masjid yang ada di kementerian, lembaga, dan BUMN, di temukan ada sekitar 41 masjid yang terindikasi terpapar paham radikal. Yakni, 11 masjid kementerian, 11 masjid lembaga, dan 21 masjid BUMN (BIN, 2018).
Karena itu, usulan Ketua BNPT menjadi cukup menarik dan relevan untuk didiskusikan lebih lanjut dengan rumusan masalah seperti berikut: mungkinkah usulan itu bisa direalisasikan? Lalu, jika memungkinkan, bagaimana caranya pemerintah bisa melakukan kontrol terhadap tempat-tempat ibadah yang tersebar luas di seluruh daratan Indonesia?
Bagaimana Caranya?
Dalam hemat penulis, usulan itu sangat memungkinkan untuk dilakukan. Namun, agar tujuan pengontrolan itu tercapai dengan baik, diperlukan pendekatan yang bijaksana dan serta peta konsep yang jelas mengenai mekanisme dan batas-batas pengontrolan yang akan dilakukan agar tidak melanggar hak keberagaman masyarakat yang dijamin UUD.
Pertama, langkah awal yang bisa diambil oleh pemerintah adalah memastikan bahwa semua tempat ibadah terdaftar dan memiliki lisensi resmi dari pemerintah (kemenag). Dengan cara pemberlakuan lisensi itu, pemerintah bisa secara resmi mengawasi aktivitas di tempat ibadah.
Kedua, pemerintah bisa melakukan pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan di tempat ibadah. Pengawan inj mencakup pengawasan terhadap khutbah, ceramah, dan lainnya. Dalam pengawasan ini, penting untuk tidak melanggar privasi individu atau merasa terlalu intrusif.
Ketiga, pemerintah bisa melakukan kontrol konten yang disebarkan di tempat ibadah, terutama dalam ceramah dan khutbah. Pesan-pesan yang mengandung paham radikal harus dicegah dan diberikan tindakan sanksi yang sesuai dengan pelanggan yang dilakukan sebuah tempat ibadah.
Keempat, pemerintah bisa melakukan pengawasan terhadap sumber dana yang masuk ke tempat ibadah. Dalam hal ini pemerintahan bisa memberlakukan pelaporan keuangan dan rekening tempat ibadah sehingga sumber keuangan yang masuk ke masjid bisa diawasi. Hal itu akan membantu mencegah pendanaan terorisme dan kegiatan radikal lainnya.
Kelima, pemerintah bisa memfasilitasi pusatpelaporan dan whistleblower. Masyarakat harus diberikan fasilitas untuk melaporkan aktivitas yang mencurigakan di tempat ibadah. Program whistleblower yang aman dapat membantu mengidentifikasi potensi ancaman radikal.
Keenam, pemerintah juga bisa melakukan pengawasan online. Di era digital, pengawasan online juga penting. Pemerintah perlu memantau platform media sosial dan situs web setiap tempat ibadah untuk mencegah penyebaran pesan/paham radikal secara online kepada jamaah masjid.
Akan tetap, dalam melakukan semua tindakan pengontrolan itu, pemerintah harus tetap mematuhi dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama. Tidak boleh ada tindakan diskriminatif dan represif terhadap komunitas agama tertentu.
Maka, dengan mengambil langkah-langkah yang bijaksana dan komprehensif seperti itu, pemerintah dapat mengontrol tempat ibadah dengan tujuan mencegah penyebaran paham radikal secara sempurna. Tanpa melanggar hak kebebasan beragama yang diberikan oleh konstitusi.
Beberapa negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, serta negara-negara Afrika Utara seperti Maroko sudah menerapkan mekanisme kontrol terhadap tempat-tempat ibadah. Karena itu, usulan Kepala BNPT untuk mengontrol tempat ibadah dengan prinsip-prinsip di atas kiranya patut untuk dipertimbangkan oleh pemerintah.
This post was last modified on 5 September 2023 11:51 AM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…