Banyak yang berbicara tentang jihad dan syahid dengan semangat yang menggebu, seolah-olah Islam adalah agama yang memuliakan kematian. Padahal jika kembali membuka lembaran sejarah d, justru tampak jelas bahwa Nabi Muhammad sangat menjaga nyawa manusia. Tidak hanya nyawa kaum Muslimin, tapi nyawa orang-orang non-Muslim, anak-anak, perempuan, bahkan hewan dan tumbuhan sangat dihargai Nabi Muhammad saw.
Dalam setiap peperangan yang terjadi di masa Nabi, beliau selalu menekankan batasan-batasan moral yang harus dijaga. Perang dalam Islam bukan tentang mengumbar kekerasan, tetapi pilihan terakhir untuk mempertahankan diri dan menegakkan keadilan ketika semua jalan damai telah tertutup.
Salah satu bukti paling kuat adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Rasulullah bersabda:
“Pergilah kalian dengan menyebut nama Allah, berperanglah di jalan Allah terhadap orang-orang yang memerangi kalian. Janganlah kalian melampaui batas. Jangan membunuh anak kecil, orang tua, wanita, dan jangan menebang pohon kurma, jangan membakar pohon, jangan menyembelih hewan kecuali untuk dimakan.” (HR. Muslim)
Pesan ini bukan sekadar strategi militer, tapi prinsip moral yang sangat tinggi. Nabi melarang membunuh orang yang tidak ikut berperang, menebang pohon tanpa alasan, dan bahkan menyakiti hewan jika bukan untuk kebutuhan makan. Ini menunjukkan betapa tinggi nilai kehidupan dalam pandangan Islam. Bahkan dalam situasi perang yang paling genting sekalipun, beliau tidak membenarkan kekerasan yang membabi buta.
Dalam peristiwa penaklukan Makkah, ketika Nabi akhirnya memasuki kota yang dulu mengusir dan memusuhinya, banyak sahabat menunggu apakah saatnya balas dendam. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Rasulullah memberikan jaminan keselamatan bagi siapa pun yang masuk ke dalam rumah Abu Sufyan, berlindung di rumah sendiri, atau masuk ke Masjidil Haram. Tidak ada pembalasan, tidak ada pembantaian. Sebaliknya, beliau berkata:
“Idhhabu fa antumuth-thulaqā’” yang artinya: “Pergilah, kalian semua bebas.” (HR. al-Baihaqi)
Peristiwa ini menjadi puncak dari kemanusiaan seorang pemimpin. Bukan kemenangan militer yang ditunjukkan, tapi kelapangan hati dan penghargaan atas kehidupan manusia, bahkan yang dulu menjadi musuhnya.
Ayat Al-Qur’an pun menegaskan hal yang sama. Dalam Surah Al-Ma’idah ayat 32, Allah berfirman:
“Barang siapa membunuh satu jiwa yang bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seolah-olah ia telah membunuh seluruh manusia. Dan barang siapa menyelamatkan satu jiwa, maka seolah-olah ia telah menyelamatkan seluruh manusia.” (QS. Al-Ma’idah: 32)
Ayat ini turun dalam konteks Bani Israil, namun menjadi prinsip universal yang dijaga oleh Nabi dan para pengikutnya. Jiwa manusia begitu berharga, sampai-sampai pembunuhan satu orang yang tidak bersalah disamakan dengan membunuh seluruh umat manusia. Prinsip ini sangat tegas dan jelas.
Bukti lain, Rasulullah sangat marah ketika mendengar pasukan Muslim membunuh anak-anak dalam peperangan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Dawud, ketika para sahabat menyampaikan bahwa mereka tidak bisa membedakan antara laki-laki dewasa dan anak kecil saat perang, Nabi menjawab:
“Apakah mereka bukan bagian dari orang-orang yang kalian perangi? Janganlah membunuh anak-anak.” (HR. Abu Dawud)
Lagi-lagi, penegasan bahwa kehidupan manusia bukan sesuatu yang bisa dikorbankan begitu saja dalam nama perang atau kemenangan.
Ada pula kisah menarik ketika seorang sahabat membunuh musuh yang sempat mengucapkan syahadat tepat sebelum ditebas. Ketika kisah itu sampai ke telinga Rasulullah, beliau sangat marah dan bersabda:
“Apakah kamu membelah hatinya?!” (HR. Bukhari dan Muslim)
Meski orang itu sebelumnya adalah musuh, pengucapan syahadat menjadi alasan untuk menghentikan serangan. Rasulullah mengajarkan untuk tidak bermain-main dengan nyawa, apalagi berdasarkan prasangka.
Semua itu menunjukkan satu benang merah yang tidak bisa disangkal. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah agama yang sangat menghargai kehidupan. Nyawa bukan milik manusia untuk diambil sesuka hati, bahkan ketika seseorang dianggap musuh. Prinsip kehati-hatian dalam menjaga nyawa terus dijaga dan diwariskan dalam seluruh aspek ajaran.
Karena itu, sangat keliru jika ada yang mengajarkan bahwa membunuh diri sendiri sambil membawa bom adalah bentuk ibadah. Sangat tidak masuk akal bila disebut syahid padahal korbannya orang-orang yang bahkan tidak bersenjata. Rasulullah tidak pernah mengajarkan itu. Yang dia ajarkan adalah kasih sayang, pemaafan, dan penghormatan terhadap hidup.
Dua kasus ketegangan umat beragama baik yang terjadi di Rumah Doa di Padang Kota dan…
Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…
Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…
Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…
Peristiwa bentrokan antar kelompok yang terjadi di Pemalang, Jawa Tengah dan Depok, Jawa Barat beberapa…
Jawabannya ada. Tetapi saya akan berikan konteks terlebih dahulu. Saya tergelitik oleh sebuah perdebatan liar…