Hari-hari ini, Indonesia sepertinya dalam gejala konservatisme yang akut. Beberapa persoalan viral di media sosial, berkenaan dengan hukum keislaman yang semestinya tak lagi diperdebatkan. Misalnya, kemarin viral tentang hukum musik. Setelah itu, viral lagi tentang hukum salam lintas agama. Masyarakat Muslim sepertinya terjerembab ke dalam konservatisme, alih-alih keislaman yang progresif.
Berbicara tentang konservatisme, tentu saja kita akan juga ingat dengan fase pembaruan Islam di Indonesia. Nurcholish Madjid alias Cak Nur, dalam hal ini, berada di tataran puncak sebagai tokoh Muslim pembaharu yang sangat berpengaruh. Di masanya, Cak Nur melakukan kontekstualisasi turats dan menggagas sekularisasi. Gagasan pembaruan Cak Nur tersebut menarik untuk ditelaah, karena secara esensial ia menangkal konservatisme.
Untuk diketahui, Cak Nur masyhur dengan gagasan-gagasan progresifnya tentang Islam moderat dan inklusif. Salah satu kontribusinya yang paling fenomenal adalah konsep “Islam Yes, Partai Islam No,” yang menekankan bahwa Islam seharusnya tidak dipolitisasi dan harus dipisahkan dari kepentingan partai politik. Karenanya, ia mendorong pentingnya demokrasi, pluralisme, hingga sekularisasi.
Mendapat predikat sebagai “pembaru Islam”, tentu Cak Nur kaya dengan gagasan-gagasan segar yang anti-mainstream dan mendobrak status quo. Kalangan konservatif dibuatnya kebakaran jenggot, terutama mereka yang memperalat Islam untuk kepentingan politik belaka. Terhadap turats, Cak Nur melihatnya sebagai warisan intelektual yang harus dipahami sesuai historis-sosialnya dan kemudian dikontekstualisasi.
Dalam rangka menangkal konservatisme juga, Cak Nur menggagas sekularisasi. Dalam bukunya, ia mendefinisikan sekularisasi sebagai upaya “menduniawikan sesuatu yang bersifat duniawi dan menghindarkan umat dari kecenderungan mengukhrawikannya”. Namun demikian, gagasan kontra-konservatisme Cak Nur menimbulkan kesalahpahaman publik karena dianggap sama dengan definisi sekularisasi. Meski kenyataannya berbeda.
Cak Nur dan Sekularisasi
Untuk memahami gagasan sekularisasi ala Cak Nur, penting untuk diklarifikasi bahwa ia tidak menyerukan sekularisme dalam arti pemisahan total agama dari kehidupan publik dan politik, seperti yang diterapkan di beberapa negara Barat. Sebaliknya, sekularisasi ala Cak Nur memiliki nuansa yang berbeda dan lebih kontekstual dengan situasi di Indonesia dan dunia Muslim pada umumnya.
Sedikitnya ada lima poin substansi sekularisasi ala Cak Nur. Pertama, desakralisasi politik. Cak Nur berusaha menghilangkan sakralitas yang dilekatkan pada lembaga politik dan kekuasaan. Menurutnya, politik harus dipandang sebagai bidang manusiawi dan profan, sehingga terbuka terhadap kritik dan pembaruan. Tujuan desakralisasi politik ialah mencegah penyalahgunaan agamauntuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Kedua, kontekstualisasi syariat. Cak Nur mendorong pemahaman kontekstual terhadap syariat—hukum Islam. Menurutnya, penerapan syariat harus mempertimbangkan konteks zaman dan tempat, serta kebutuhan masyarakat. Artinya, hukum Islam tidak diterapkan secara kaku, melainkan disesuaikan dengan realitas sosial dan budaya yang ada. Pemaknaan sekularisasi sebagai kontekstualisasi adalah wujud menangkal konservatisme.
Ketiga, menerima pluralitas. Cak Nur percaya bahwa negara dan masyarakat harus menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta menciptakan ruang bagi dialog antaragama itu sendiri. Keempat, advokasi nilai universal Islam. Bagi Cak Nur, sekularisasi adalah proses mengintegrasikan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus kehilangan
Kelima, modernisasi masyarakat Muslim. Pada makna inilah gagasan sekularisasi Cak Nur menemukan relevansinya dalam menangkal konservatisme. Umat Islam harus menghentikan debat-debat dangkal dan tak bermutu yang konservatif, dan fokus terhadap progresivitas ajaran Islam dan ilmu pengetahuan. Yang profan jangan disakralkan. Kebiasaan kaum konservatif harus disudahi dan diseminasinya tidak boleh dibiarkan.
Islam Progresif Kontra-Konservatisme
Inti sekularisasi ala Cak Nur adalah memperbarui Islam di Indonesia dengan cara menangkal konservatisme. Sekularisasi yang dimaksud menghasilkan produk Islam progresif, lawan dari Islam konservatif. Sekularisasi memosisikan esensi beragama dan kontekstualisasi ajaran keagamaan sebagai sesuatu yang krusial, sehingga keberagamaan seseorang selamat dari kekakuan, eksklusivitas, dan intoleransi.
Seandainya gagasan sekularisasi Cak Nur tersebut diamalkan oleh masyarakat di Indonesia, maka doktrin kaum konservatif tidak lagi menemukan tempat. Yang ada hanyalah Islam progresif yang notabene fleksibel, inklusif, dan toleran. Sebab, dalam worldview sekularisasi Cak Nur, yang terpenting dari keberislaman ialah sejauh mana ia membawa maslahat dan perdamaian sesama, bukan pada mafsadat dan perseteruan.
Dengan demikian, Cak Nur telah meninggalkan jejak pemikiran yang brilian. Gagasannya tentang sekularisasi terus memicu perdebatan dan refleksi hingga hari ini. Di tengah maraknya arus konservatisme Islam di Indonesia, gagasan Cak Nur tentang sekularisasi menawarkan alternatif segar dan progresif. Bagi Cak Nur, agama adalah kekuatan moral-spiritual yang mencerahkan, bukan alat untuk mendominasi dan menindas.
Pandangan Cak Nur tentang sekularisasi diwarnai spirit humanisme dan modernisme Islam. Jadi, gagasannya tentang sekularisasi tidak bermaksud melemahkan agama, yakni Islam, melainkan memperkuat dan memurnikannya dari pengaruh politik dan kepentingan sesaat—yang kerap kali dilakukan oleh kalangan konservatif. Karena itulah, terlepas dari kritik yang ada, sekularisasi Cak Nur dapat menjadi jalan terang menangkal konservatisme.
Dalam konteks kontemporer, gagasan Cak Nur tentang sekularisasi semakin relevan untuk dikaji dan didiskusikan, terutama di tengah maraknya arus konservatisme dan fundamentalisme agama seperti sekarang. Kaum koservatif itu sedikit-sedikit dosa, sedikit-sedikit mengkafirkan sesama. Dalam konteks itulah, gagasan Cak Nur tentang sekularisasi dapat menjadi panduan untuk membangun Islam yang ramah, toleran, dan kontekstual—yang jauh dari segala anasir konservatisme.
This post was last modified on 6 Juni 2024 11:07 AM
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…
Tidak ada satu-pun calon kandidat politik dalam pilkada serentak 2024 yang hadir sebagai “wakil Tuhan”.…
Buku Islam Moderat VS Islam Radikal: Dinamika Politik Islam Kontemporer (2018), Karya Dr. Sri Yunanto…
“Energi besar Gen Z semestinya dipakai untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah. Gen Z jangan mau dibajak…
Menyedihkan. Peristiwa berdarah mengotori rangkaian pelaksanaan Pilkada 2024. Kejadian itu terjadi di Sampang. Seorang berinisial…