Narasi

Diplomasi Santri di Kancah Global; Dari Komite Hijaz, Isu Palestina, ke Kampanye Islam Moderat

Santri kerap diidentikkan dengan kelompok muslim tradisional yang kuno, kolot, bahkan ortodoks. Santri juga kerap dipersepsikan secara fisik sebagai kaum sarungan, hobi merokok, dan memuja hal-hal yang irasional seperti klenik atau mitologi. Konstruksi identitas santri yang demikian itu jelas telah mengalami distorsi. Identitas santri yang kerap merujuk pada kelompok Nahdliyin sbenernya bertolak belakang dengan persepsi miring tersebut.

Santri adalah kaum terpelajar yang rasional dan kritis. Santri tidak hanya berkutat pada hafalan atau lembaran koran kuning. Santri bukan golongan kulot apalagi ortodoks yang memuja teks dan tidak memahami realitas. Sebaliknya, santri adalah kaum terpelajar yang memilki pemahaman terkait peta sosial politik global.

Sejarah mencatat, di era 1920, dua dekade sebelum negara ini lahir, sekelompok kaum santri yang diketuai oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah menemui Raja Saud untuk menyampaikan aspirasi dari kelompok Ahlusunah wal Jamaah terkait sejumlah isu pokok.

Antara lain, soal kebebasan bermazhab, permintaan pelestarian situs bersejarah umat Islam, serta terkait transparansi biaya haji. Komite inilah cikal bakal terbentuknya Nahdlatul Ulama. Komite Hijaz bisa dikatakan sebagai cerminan diplomasi santri di kancah internasional. Dari peristiwa ini kita patut belajar bahwa di masa lalu pun, kiprah kaum santri tidak hanya berkutat di ranah domestik namun merambah konteks global.

Lantas, bagaimana diplomasi ala kaum santri itu bisa diadaptasi dalam konteks kekinian? Misalnya dalam konteks isu Palestina yang tengah hangat belakangan ini. Dalam konteks isu Palestina, diplomasi santri haruslah berkomitmen pada perdamaian global dan tegaknya prinsip kemanusiaan serta pendekatan kultural sebagai jalan memperjuangkan kepentingan.

Diplomasi santri dalam konteks isu Palestina berbeda dengan model solidaritas ideologis ala kelompok radikal ekstrem. Selama ini, kaum santri kerap dicap tidak memiliki solidaritas terhadap perjuangan Palestina. Padahal tidak demikian. Kaum santri bergerak dalam senyap membuka jalur diplomasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

Selain itu, kaum santri juga dapat mengadaptasi startegi faith based diplomacy untuk menyuarakan isu Palestina. Selama ini, isu Palestina kerap dipersepsikan sebagai konflik antara Islam dan Yahudi. Persepsi itu tidak sepenuhnya salah, karena memang ada dua kekuatan besar yakni Islam dan Yahudi di balik konflik tersebut.

Namun, jika didekati melalui konsep faith based diplomacy, Islam dan Yahudi dalam konflik Palestina kiranya justru dapat menjadi jembatan penghubung. Tersebab, Islam dan Yahudi adalah dua agama dalam rumpun Ibrahim. Dalam pendekatan faith based diplomacy, keberadaan agama Islam dan Yahudi dalam isu Palestina kiranya justru menjadi jembatan perdamaian kedua pihak.

Peristiwa terbentuknya Komite Hijaz yang menjadi cikal bakal NU adalah tonggak sejarah diplomasi ala kaum santri. Diplomasi yang tidak hanya mengandalkan kekuatan negara, namun juga memaksimalkan aktor non negara. Peran aktor non negara sangat vital di era multipolar dimana kekuasaan tidak hanya didominasi oleh negara-negara maju.

Komite Hijaz adalah representasi santri dan ulama dalam memperjuangkan Islam moderat. Yakni Islam yang mengakui dan mengakomodasi perbedaan Mazhab. Islam yang tidak didominasi oleh satu klaim kebenaran tunggal atas nama Mazhab atau aliran tertentu. Komite Hijaz kala itu memperjuangkan agar Kerajaan Arab Saudi juga mengakomodasi Mazhab lain terutama Syafii.

Model diplomasi memperjuangkan Islam Moderat ala Komite Hijaz ini harus diadaptasi dalam konteks sekarang. Terutama di tengah maraknya penyebaran ideologi radikal ekstrem dengan membonceng beragam isu. Gerakan radikal ekstrem adalah ancaman global, tidak hanya bagi dunia Islam apalagi Indonesia secara spesifik.

Radikalisme dan ekstremisme tidak cukup hanya dihadapi dengan pendekatan keamanan atau militer. Pendekatan diplomatis yang berorientasi mengembangkan pemahaman moderat juga penting dalam membendung infiltrasi radikalisme ekstremisme. Dengan menebar Islam moderat di dunia Islam, umat Islam akan memiliki sistem imunitas untuk menangkal virus radikalisme ekstremisme.

Hari Santri Nasional menjadi pengingat bahwa santri adalah bagian dari warga global. Santri bukan sekadar makhluk domestik yang hanya paham soal nahwu sorof, sholawatan, mujahadah, atau hafalan. Santri mengemban peran sebagai agen diplomasi di kancah global. Santri kekinian bukan sekedar kelompok tradisional pinggiran yang tidak related dengan isu-isu global.

Sebaliknya, santri kekinian adalah sosok multiperan yang mampu berkiprah lintas sektoral. Menjadi santri bukan sekadar menekuni khazanah keilmuan klasik, namun juga berkontribusi pada isu kontemporer global. Terutama yang berorientasi pada perdamaian dan kemanusiaan.

Desi Ratriyanti

Recent Posts

Jihad Santri; Mengafirmasi Kritisisme, Membongkar Fanatisme

Hari Santri Nasional tahun ini diperingati di tengah kontroversi seputar tayangan Xpose Uncencored Trans7 yang…

9 jam ago

Santri Sebagai Rausyanfikr; Transformasi dari Nalar Nasionalisme ke Internasionalisme

Kaum santri barangkali adalah kelompok yang paling tepat untuk menyandang gelar Rausyanfikr. Istilah Rausyanfikr dipopulerkan…

9 jam ago

Pesantren, Moderasi, dan Sindikat Pembunuhan Jati Diri

Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga penjaga moralitas dan peradaban. Dari masa perjuangan…

3 hari ago

Dari Khilafah ke Psywar; Pergeseran Propaganda ISIS yang Harus Diwaspadai

Gelombang propaganda kelompok teror ISIS tampaknya belum benar-benar surut. Meski kekuasaan teritorial mereka di Suriah…

3 hari ago

Framing Jahat Media terhdap Pesantren : Upaya Adu Domba dan Melemahkan Karakter Islam Nusantara

Islam di Indonesia, yang sering kali disebut sebagai Islam Nusantara, memiliki ciri khas yang sangat…

3 hari ago

Belajar dari ISIS-chan dan Peluang Kontra Radikalisasi neo-ISIS melalui Meme

Pada Januari 2015, sebuah respons menarik muncul di dunia maya sebagai tanggapan atas penyanderaan dan…

5 hari ago