Narasi

Ekspansi Wahabi dan Potensi Konflik di Tengah Masyarakat

Wahabi merupakan sebuah paham atau aliran dalam Islam yang disematkan kepada pengikut Muhammad bin Abdullah Wahab. Ia merupakan salah satu ulama berpengaruh yang hidup di abad-12 H. Ia menorehkan sejarah baru dalam pemikiran Islam dengan karakter puritan-konservatif.

Slogan kembali pada Al-Quran dan Hadist menjadi diktum memukau yang menandai pembaharuan sekaligus kemunduran. Sejak kemunculannya,  pandangan yang dimiliki oleh Ibnu Abdul Wahab telah banyak mengandung kontroversial dan mengundang banyak kritikan bahkan hujatan dari banyak kalangan.

Paradigma pemurnian Islam yang digagas Abdul Wahab membawa umat memiliki pandangan dan sekaligus cara hidup pada zaman Rasulullah SAW. Islam yang murni adalah Islam sebagaimana dipraktekkan Rasulullah dan sahabatnya. Islam yang murni berarti yang benar dan yang berbeda dari pattern itu adalah sebuah kesalahan dan kesesatan.

Wahabi sebagai pemikiran pada akhirnya mengalami perkawinan dengan kerajaan Arab Saudi. Butuhnya kerajaan terhadap doktrin keagamaan dan butuhnya gerakan wahabi untuk penguatan ekspansi paham. Perkawinan pertama dari Wahabi dan kerajaan Arab Saudi yang kontroversial dalam sejarah adalah menghancurkan tempat-tempat bersejarah dan makam-makam para sahabat karena dikhawatirkan mendorong kemusyrikan.

Bahkan catatan penting dalam sejarah, Wahabi dan Saudi pernah memproklamirkan jihad atau perang terhadap siapapun yang berbeda secara pemikiran dan pandangan tauhid mereka. Dalam kacamata mereka, yang berbeda adalah syirik, murtad, dan kafir. Labelisasi ini menghalalkan mereka menyerang yang berbeda. Bahkan dalam proses penaklukan jazirah Arab pada tahun 1920-an, aliansi Wahabi dan Saudi telah membunuh 400 ribu umat Islam yang dianggap berbeda, termasuk para ulama, anak-anak dan Wanita.

Tentu itu adalah sebuah sejarah masa lalu dari pendirian sebuah kerajaan Arab Saudi dan sokongan pemikiran Wahabi. Masing-masing negara mempunyai sejarah kelam. Namun, yang perlu diperhatikan adalah dampak pemikiran Wahabi yang digelorakan ke berbagai negara.

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman memang mengakui adanya penyebaran wahabi di berbagai negara. Namun, ia mengatakan penyebaran itu adalah bagian dari permintaan Barat dalam kemelut perang dingin menghadapi pengaruh Soviet.

Penyebaran Wahabi yang konservatif melalui berbagai pendirian masjid dan lembaga Pendidikan di berbagai negara. Tentu, termasuk di Indonesia. Kebanyakan donor dari bantuan penyebaran paham itu bukan dari resmi kerajaan tetapi Yayasan swasta dari Arab Saudi.

Apa bahaya dari paham ini ketika berada di Indonesia? Islam yang berkembang di Indonesia merupakan karakter Islam yang adaptif dan akomodatif terhadap lokalitas. Artinya, agama Islam mengakulturasikan kebudayaan dan juga nilai agama. Diketahui bahwa negara Indonesia memiliki banyak tradisi dan kebudayaan yang berbaur dengan nilai Islam.

Dengan Islam yang toleran dan fleksibel, agama Islam mampu diterima oleh rakyat Indonesia kala itu. Pembawaan dakwah yang disampaikan oleh para wali dilakukan dengan damai tanpa adanya unsur paksaan. Itulah alasannya mengapa agama Islam mampu memikat hati dan kini menjadi agama mayoritas di negara ini.

Karakter Islam nusantara ini jelas bertentangan dengan cara pandang Wahabi yang ingin ajaran Islam yang murni seperti zaman Nabi. Sebetulnya Wahabi akan mudah diterima di Indonesia atau negara manapun jika mereka tidak mengusik kepercayaan lama yang dimiliki oleh masyarakat asli. Cara mereka beragama dengan keras dan kasar serta menghalalkan segala cara untuk bisa menjalankan apa yang diyakinilah yang membuat mereka akhirnya tidak dapat diterima di lingkungan manapun.

Buah dari Wahabi adalah sikap intoleran dan radikal yang mampu menyakiti mereka yang berbeda meskipun mereka yang seiman. Mereka telah lama melupakan bahwa Islam merupakan agama yang penuh rahmat dan perbedaan sebagai hal yang tidak bisa dihindarkan.

Kasus yang terjadi di Pamekasan, Madura antara ustadz Wahabi dan nahdliyin merupakan cermin bagaimana paham Wahabi memiliki karakter yang akan terus memprovokasi dan menyerang pemahaman yang lain. Tentu saja, potensi ke depan terjadinya konflik akan sulit dihindari.

Para penceramah dan ustadz Wahabi tidak akan berhenti untuk selalu memprovokasi masyarakat dengan argumentasi dalil keagamaan dengan menyalahkan dan menyesatkan kelompok lain. Jika hal ini dibiarkan akan menjadi potensi konflik sosial yang membahayakan persatuan bangsa.

This post was last modified on 30 Januari 2023 4:18 PM

Imam Santoso

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

23 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

23 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

23 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

23 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

2 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

2 hari ago