Narasi

Fatwa Resolusi Melawan Pandemi

“Dalam konteks menghadapi wabah, santri harus mengambil peran dalam memberikan jihad terbaiknya untuk menanggulangi Covid-19”, kata Kiai Said Aqil Siroj dikutip dari republika.co.id. Pernyataan ini, disampaikan Kiai Aqil bertepatan dengan hari santri, yang mana di hari itu semangat juang para santri mengusir penjajah sampai pada puncaknya. Maka pernyataan tersebut, menjadi harapan baru agar benar-benar diresapi semua orang, dan menjadi implementasi dalam menanggulangi pandemi.

Resolusi jihad yang dulu digalang oleh K.H. Hasyim Asy’ari perlu dihidupkan kembali pada masa pandemi. Semangat juang itu, memberikan dampak besar pada kesejahteraan rakyat Indonesia. Mengutip KBBI, resolusi diartikan sebagai putusan ataupun kebulatan pendapat yang ditetapkan melalui rapat dan disepakati.

Resolusi menempatkan gerakan besar secara bersama-sama untuk merubah suatu keadaan. Gerakan ini memerlukan sinergitas banyak orang untuk mencapai keberhasilan. Maka peran besar pemimpin seperti kiai, perlu dilibatkan untuk menyatukan suara. Nilai kharismatik yang ada pada kiai bernilai tinggi dalam meyakinkan masyarakat akan suatu gerakan yang dilaksanakan.

Marko Divac Oberg memaparkan tiga fungsi dari resolusi. Pertama, menciptakan kewajiban, hak, ataupun wewenang. Kedua, mempengaruhi fakta yang terdapat pada fungsi pertama. Ketiga, menentukan secara tepat tentang bagaimana dan kapan fungsi pertama bisa berjalan.

Menyasar ketiga hal tersebut, K.H. Hasyim Asy’ari berhasil meraih semangat resolusi. Fatwa resolusi yang beliau keluarkan, sukses mempengaruhi perjuangan para santri serta masyarakat untuk mengusir pihak penjajah. Kekuatan terbesar yang dimiliki para pejuang saat itu adalah semangat dan fatwa dari K.H. Hasyim itu sendiri. Oleh karena itu, meskipun secara persenjataan mereka kalah, namun semangat juang dan dorongan untuk merdeka, berhasil mengalahkan semuanya.

Hal inilah yang berusaha diserukan kembali dalam melawan pandemi. Meskipun ekonomi Indonesia sudah compang camping, banyak korban dilarikan ke rumah sakit, dan paparan Covid-19 semakin luas, namun semangat juang bisa disuntikan untuk memulihkan semua keadaan. Orang yang sakit bisa sembuh dengan dorongan sikap optimis. Penyebaran Covid-19 bisa dihentikan dengan serentak mentaati protokol kesehatan. Apabila keduanya berhasil dilakukan, maka pemulihan ekonomi hanya menunggu waktu saja.

Untuk mencapai kesuksesan resolusi, tidak hanya masyarakat yang harus kompak. Melainkan kiai juga harus menjelma menjadi seseorang yang kharismatik dan ditaati. Kedua tujuan tersebut bisa dicapai dengan 4 sifat bijaksana. Pertama, Siddiq (berkata jujur), yaitu seorang kiai harus menguasai data dan informasi secara akurat. Kiai harus bisa dijadikan rujukan utama masyarakat dalam memberikan informasi terkait resolusi.

Kedua, Amanah (bisa dipercaya). Seorang kiai harus secara konsisten menerapkan berbagai macam peraturan yang telah dibuat. Keyakinan masyarakat akan terus meningkat apabila secara konsisten kiai melaksanakan kebijakannya. Ketiga, Tabligh (menyampaikan). Kiyai harus proaktif menyampaikan segala bentuk informasi yang ada. Termasuk kerjasama dengan pihak kesehatan untuk memberikan penyuluhan terhadap bahaya dan penanggulangan Covid-19.

Keempat, Fatanah (cerdas). Kiai harus bisa menempatkan diri. Maksudnya kiai harus bisa menjadi pelayan segala jenis masyarakat, baik masyarakat yang mempunyai pendidikan tinggi maupun rendah. Peran sentral kiyai di masyarakat menjadikan mereka berpengalaman dalam menjelaskan segala sesuatunya. Seperti halnya saat mereka berceramah ataupun memberikan pelatihan pada masyarakat, kiai bisa secara leluasa mengontrol pergerakan masyarakat.

Beberapa aspek tersebut sebenarnya sudah ada pada diri kiai. Karena sedari kecil mereka sudah mendapat didikan dan terus dibiasakan untuk menguasai hal itu. Langkah yang harus mereka lakukan adalah penyempurnaan dan inovasi baru dalam pengajaran. Dengan menyederhanakan bahasa, masyarakat akan lebih memahami tentang bagaimana efek pandemi.              

Pandemi hanya bisa diatasi dengan sinergitas semua pihak. Pemerintah sebagai pengontrol kebijakan. Dokter ataupun orang yang bertugas di layanan kesehatan bertugas dalam penyembuhan. Dan kiai yang terjun langsung di masyarakat, berperan dalam proses penyuluhan. Tentu saja, kiai memegang peran sentral untuk menggenjot optimalisasi dua pihak (baca: pemerintah dan layanan Kesehatan). Maka sebuah fatwa resolusi harus dimulai dari kiai, kemudian didukung oleh pemerintah dan dokter, yang disasarkan pada seluruh elemen masyarakat.

This post was last modified on 2 Juli 2021 3:37 PM

Nur Faizi

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

19 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

20 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

20 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

20 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago