Narasi

Gelar Pemerintahan Rasulullah Saw di Madinah

Ketika membaca sejarah tentang gelar yang digunakan dalam sistim pemerintahan Islam maka yang akan ditemukan yang biasanya diberikan kepada setiap penguasa atau pemimpin Islam adalah gelar Khalifah, Imam, atau Amirul Mukminin. Sayyidina Abu Bakar Assiddiq diberikan gelar sebagai Khalifaturrasul (Khalifah Rasul atau pengganti Rasullullah Saw). Sayyidina Umar bin Khattab digelar Khalifah khalifaturrasul atau pengganti pengganti Rasul, tetapi istilah itu kepanjangan sehingga diganti Amirul Mukminin.

Istilah Amirul Mukminin pertama kali muncul pada era Sayyidina Umar bin Khattab dan setelah itu yang banyak digunakan adalah istilah Khalifah hingga akhir pemerintahan Abbasiah. Sementara Imam lebih banyak digunakan oleh kelompok Syiah kepada pemimpin-pemimpin mereka yang dianggap sah sebagai pengganti Rasullullah Saw. Mereka menyebut Sayyidina Ali bin Abi Tholib Khalifah keempat sebagai Imam dan selanjutnya turunan Ali bin Abi Tholib seperti Hussein.

Sebenarnya istilah Khalifah hanya lebih tepat diberikan kepada empat sahabat Rasulullah Saw yang kita kenal sebagai Khulafaurrasyidin. Sementara Khalifah Muawiyah dan Abbasiah lebih tepat diistilahkan dinasti karena metoda pemilihannya sudah sangat berbeda dengan apa yang pernah dilakukan oleh empat sahabat Rasulullah Saw yaitu Abu Bakar Assiddiq, Umar bin Khattab, Osman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib.

Istilah-istilah tersebut di atas ditempelkan kepada mereka yang memimpin umat Islam didasarkan pada teks-teks Alquran yang menunjukkan bahwa manusia adalah khalifah Allah di muka bumi dan sejumlah teks lainnya yang menekankan bahwa manusia dan orang-orang yang beriman menjadi khalifah Allah di muka bumi ini. Selain itu arti kata dari Khalifa tersebut juga mengindikasikan sebuah pengganti sebelumnya. Namun, jika menelusuri  sejarah begitu pula dengan teks-teks dalam kitab suci Alqur’an dan hadis Rasulullah Saw tidak ditemukan tentang sebuah istilah baku yang harus digunakan dalam sistim pemerintahan Islam.

Suatu kominitas muslim bisa saja menggunakan pemimpinnya sebagai Khalifah atau Imam atau Amirul mukminin atau istilah lain yang disepakati dan dianggap sesuai. Yang jelasnya bahwa dalam memberikan gelar kepada pemimpin dalam suatu komunitas tidak mutlak menggunakan istilah-istilah tersebut di atas karena Islam sendiri tidak menentukan dan menetapkan hal tersebut.

Jika memperhatikan pada era pemerintahan Rasulullah Saw di Madinah yang kita kenal sebagai pemerintahan Islam yang paling ideal dalam sejarah, bahkan umat Islam sepakat bahwa tidak akan ada era pemerintahan Islam yang akan menandingi pemerintahan Rasulullah Saw sampai kapanpun dan di manapun, kita tidak menemukan istilah-istilah tersebut di atas. Rasulullah tidak memberikan gelar kepada dirinya sebagai Amirul Mukminin waktu itu walaupun ia sudah memimpin ummah pada saat itu. Ia juga tidak memberikan gelar kepada dirinya sebagai khalifah walaupun pada saat itu ia telah menguasai beberapa wilayah di Jazirah Arab dan sejumlah suku yang telah menyatakan bergabung ke dalam Piagam Madinah.

Rasulullah hanya menekankan bahwa ia adalah seorang Nabi dan Rasul dan utusan Tuhan untuk menyampaikan risalah yang diberikan kepadanya. Bahkan lebih jauh Rasulullah menekankan bahwa ia adalah manusia biasa dan yang membedakan dengan dirinya dengan orang lain hanya karena ia mendapat wahyu dari Allah Swt.

Ia adalah seorang pemimpin yang paling disegani dan dihormati bukan karena kekuasaannya bukan juga karena kemampuanya mempersatukan umat pada saat itu bahkan sistim yang digunakan saat itu dalam pemerintahannya lebih mirip dengan istilah pemerintahan konfederasi yang sering kita sering dengar saat ini di mana Rasulullah memberikan kekuasaan kepada setiap tokoh suku untuk memimpin sukunya masing-masing sesuai dengan mekanismenya dan ia juga tidak memaksa seseorang untuk mengikuti apa yang diembannya kecuali hanya harus turut menjaga kehormatan dan keamanan penduduk Madinah jika ada serangan dari luar. Ia juga tidak memberikan istilah kepada tokoh-tokoh suku yang diberikan kewenangan memimpin sukunya pada saat itu karena mereka sudah memiliki sistim tersendiri yang dijalani selama bertahun tahun dalam kehidupan mereka.

Oleh karena itu, mengusung istilah Khilafah atau Khalifah atau Amirul Mukminin dalam sebuah pemerintahan dalam dunia dewasa ini khususnya di negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah penganut Islam tidaklah menjadi sebuah kemutlakan. Istilah-istilah tersebut muncul dan digunakan oleh kaum muslimin pada eranya masing-masing dan formulasi sebuah negara lebih ditentukan oleh penduduk negara itu sendiri, tanpa harus memaksakan sebuah formulasi apalagi yang dianggap tidak sesuai dengan konsensus masyarakat setempat.

Suaib Tahir

Suaib tahir adalah salah satu tim penulis pusat media damai (pmd). Sebelumnya adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi timur tengah. Selain aktif menulis di PMD juga aktif mengajar di kampus dan organisasi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

10 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

10 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

10 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago