Setiap 25 November Indonesia selalu memperingati Hari Guru. Hari Guru merupakan wujud penghargaan atas jasa-jasa para guru. Guru merupakan tokoh yang menyebarkan ilmu. Ilmu yang disebarkan oleh para guru sebagai lentera kehidupan. Guru memang pantas mendapat gelar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Guru dalam kondisi apapun tetap mengajar, dengan mengajar guru tidak pernah berharap kelak mendapat sesuatu dari muridnya. Seorang guru tidak tebang pilih dalam mengajar. Anak Pak Tani diajarin, anak pedagang diajarin, anak tukang becak diajarin, anak menteri diajarin dan semua anak diajarin dengan kasih-sayang. Peran guru dalam mencerdaskan anak bangsa memang layak diapresiasi setinggi-tingginya.
Guru tidak boleh patah semangat dalam mencerdaskan anak bangsa. Prestasi bangsa ini ditentukan jerih payah seorang guru dalam dunia pendidikan. Masalah-masalah negara akan terselesaikan dengan SDM yang unggul yang ditempa seorang guru. Guru juga harus berhati-hati dalam menebar ilmu. Terkadang ilmu itu bisa menjadi penerang, terkadang juga bisa menjerumuskan.
Guru mengajarkan keadilan, kejujuran, keikhlasan, kesabaran, nasionalisme dan semua bidang ilmu. Jangan sampai guru malah mengajarkan ilmu yang salah. Guru itu penerang, jangan sampai dalam menerangi guru mengasapi dengan bau sangit yang diterangi. Guru tidak boleh menebar virus-virus anti ideologi Pancasila.
Persoalan Intoleransi
Dilansir CNN Indonesia Jum’at, 19 Oktober 2018, UIN Jakarta melalui lembaga Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) melakukan survei guru yang cukup mengejutkan. PPIM pada 6 Agustus hingga 6 September 2018 melakukan survei yang hasilnya bisa untuk koreksi para guru. Survei PPIM mengambil sampel 2.237 guru Muslim di Indonesia. Kesimpulan surveinya bahwa Guru Muslim punya opini intoleran dan radikal tinggi.
Baca juga : Jangan Sampai Terjadi Kekosongan Ideologi Pancasila!
Guru yang diambil sampel meliputi guru TK, Raudatul Athfal, SD, MI, SMP, MTS, SMA dan MA di seluruh Indonesia. Dari jumlah sampel yang diambil, PPIM menemukan 10,01 persen guru Muslim punya opini sangat intoleran secara implisit dan 53,06 persen memiliki opini yang intoleran secara implisit. Selain itu, 6,03 persen guru Muslim memiliki opini sangat intoleran dan 50,87 persen guru memiliki opini intoleran secara eksplisit.
Untuk opini radikal, PPIM menemukan ada 2,58 persen guru memiliki opini yang sangat radikal secara implisit dan 11,70 persen guru memiliki opini yang radikal secara implisit. Selain itu, 5,95 persen guru memiliki opini yang sangat radikal secara eksplisit dan 40,14 persen guru memiliki opini yang radikal secara eksplisit.
Data seperti ini menjadi koreksi bersama terhadap guru. Guru harus berkomitmen selalu menguatkan ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila tidak boleh hilang dalam jiwa generasi bangsa ini. Generasi bangsa yang kehilangan dasar negaranya maka berpotensi kehilangan negaranya. Apa Indonesia mau seperti ini? Tentu Indonesia akan berteriak dengan lantang, ‘tak mau’.
Ideologi Pancasila menjadi salah satu penangkal paham radikalisme. Baru-baru ini juga digemparkan dengan adanya 600 murid terpapar radikalisme di Kota Bandung. Dilansir dari Kumparan Rabu, 30 Oktober 2019, Wali Kota Bandung M Oded Danial menyatakan, “Ada 600 anak (yang terpapar radikalisme). Ada SMP bahkan katanya SD juga di Kota Bandung”. Hal seperti ini bisa terjadi pada anak sebab ada oknum guru yang menularkan virus radikalisme di sekolah.
Guru Penguat Wawasan Kebangsaan
Ideologi Pancasila jangan sampai tergerus oleh ideologi radikalisme. Apapun dalilnya Pancasila tidak bisa digantikan dan tak pernah tergantikan. Indonesia akan tetap utuh ketika Pancasila tertanam dalam jiwa rakyatnya. Disinilah guru memiliki peran untuk menanamkan Pancasila pada anak-anak didiknya. Guru tidak boleh bosen-bosennya mengajarkan nilai-nilai Pancasila sampai implementasinya.
Sejak TK guru wajib mengajari anak didiknya tentang Pancasila. Mungkin awal dengan cara melafalkan berulang-ulang setiap awal atau akhir dalam proses pembelajaran. Di tingkatan SD guru mulai menerangkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila ada anak. Di tingkatan SMP guru harus mulai mengajarkan cara-cara mengimplementasikan Pancasila. Di tingkat SMA guru harus mulai mengajarkan bahayanya kalau Pancasila diganti ideologi alternatif lain.
Pancasila ini perekat bangsa. NKRI berdiri karena ada satu kesepakatan. Teks kesepakatannya tidak lain, tidak bukan adalah Pancasila sebagai dasar negara. Konsep keagamaan, sosial, budaya, hukum, ekonomi dan cinta tanah air semua tertuang dalam Pancasila. Istimewanya Pancasila yang menyusun para pejuang dan ulama yang menghendaki persatuan.
Di Hari Guru ini kasus-kasus diatas harap jadi PR buat para guru. Guru yang sudah terpapar paham radikalisme hendaknya segera sadar dan kembali kejalan ideologi yang benar. Generasi bangsa menjadi tanggung jawab guru sebagai pendidik. Hantarkanlah generasi bangsa ini menuju gerbang prestasi tanpa anti Pancasila. Semoga generasi penerus tetap istiqomah memagang teguh ideologi Pancasila. Semua ini perlu demi NKRI yang utuh dan damai.
This post was last modified on 25 November 2019 3:09 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…
View Comments