Narasi

Hanya Orang Kurang Pekerjaan yang Tidak Merawat Perdamaian

Poin penting dari pesan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), “Tidak penting apa Agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang. Orang tidak akan pernah tanya apa Agamamu,” adalah merawat kebhinekaan di bumi Indonesia. Hal ini menjadi penting karena bangsa ini tidak dibangun dari satu kelompok saja, melainkan ditopang oleh beragam suku, ras, dan agama.

Sebagai pekerja sosial, penulis dengan tegas mengamini pesan Gus Dur di atas. Dalam mengemban amanah melayani masyarakat pra-sejahtera di pedesaan, penulis memiliki beberapa rekan yang memiliki kesamaan keyakinan (baca: muslim) dan perbedaan (non-muslim). Mereka memiliki tipe kepribadian yang cukup beragam. Ada yang sangat peduli dengan kondisi masyarakat sehingga dalam mengerjakan pekerjaan bisa total, bahkan berorientasi pada penyelesaian masalah yang dihadapi warga. Sementara, ada rekan yang menjalankan pekerjaan sekadar menggugurkan kewajiban dari instansi.

Perbedaan kepribadian yang dimiliki oleh rekan-rekan penulis tersebut juga berpengaruh pada penilaian masyarakat. Bagi mereka yang dapat mengabdikan diri kepada masyarakat dengan total akan mendapatkan apresiasi positif lebih besar dibandingkan dengan yang hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Masyarakat pun tidak pernah membeda-bedakan antara orang yang memberi bantuan adalah berkeyakinan sama atau tidak. Ketika mereka berbuat baik kepada orang lain dengan sepenuh hati, maka akan merasa bahagian tanpa mempermasalahkan perbedaan yang ada.

Bagi rekan-rekan penulis yang memiliki semangat tinggi dalam memperjuangkan masyarakat pun demikian, mereka tidak pernah mempermasalahkan perbedaan yang ada di masyarakat. Mereka memberikan bantuan atas dasar kemanusiaan. Yang ada dalam pikiran bukanlah perbedaan suku, ras, dan agama melainkan memperjuangkan nasib masyarakat yang secara ekonomi masih kurang beruntung. Permasalahan demi permasalahan dalam perjuangan merupakan hal yang selalu menjadi pemikiran.

Kondisi ini tentu akan sangat berbeda dengan yang dialami oleh orang-orang yang “kurang pekerjaan”. Sudah menjadi hukum alam, orang-orang yang tidak kurang pekerjaan akan selalu memikirkan hal-hal negatif dalam rangka menutupi sifat-sifat negatif yang ada dalam dirinya. Dan, perbedaan merupakan celah yang sangat lebar untuk dicari kesalahannya. Karena, dalam perbedaan pasti terdapat kebenaran dan kesalahan yang sifatnya subjektif. Sebagai misal, orang beragama Islam meyakini bahwa Isa merupakan nabiyullah. Sementara, orang Kristen mengimani bahwa Isa / Yesus merupakan salah satu Tuhan dalam Trinitas.

Dan, orang-orang yang selama ini memecah belah persaudaraan dalam perbedaan merupakan orang-orang yang kurang pekerjaan. Mereka melakukan ini semua dalam rangka menutupi “kesalahan” yang ada dalam dirinya. Dengan menyalahkan orang-orang yang ada di sekitarnya, ia berharap kesalahan yang ada dalam dirinya bisa tertutup dengan baik. Mereka tidak sadar bahwa apa yang diperbuat sejatinya hanya akan menambah jelas perilaku negatif yang ada dalam dirinya. Karena, dengan memecah belah masyarakat, mereka akan tampak kejelekan yang ada.

Rasa prihatin mesti kita sampaikan karena mereka membawa kesucian agama dalam rangka memuluskan perbuatan keji mengadu domba masyarakat. Padahal, agama juga mengajarkan adanya persaudaraan, baik kepada sesama iman maupun kepada pemeluk lain. Terlebih hanya masalah beda warna kulit, agama juga tidak pernah mempersoalkan perbedaan ini. Perbedaan kualitas yang ada dalam agama adalah iman, dan itu yang mengetahui adalah Allah SWT sebagai Tuhan.

Maka, marilah kita fokus pada pekerjaan yang ada pada diri masing-masing kita. Marilah kita sibukkan raga dan pemikiran kita untuk berjuang di jalan yang benar. Jangan sampai kita menjadi orang yang kurang pekerjaan sehingga berakhir pada menjelek-jelekkan orang lain dengan maksud menutup bau comberan yang ada pada diri masing-masing kita. Wallahu a’lam.

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

13 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

13 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

13 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

13 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago