“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)…”
Pernah mendengar dan atau membaca kalimat di atas? Ya, itu adalah sekelumit dari maklumat Resolusi Jihad yang disampaikan oleh KH. Hasyim Asy’ari. Oleh Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng sekaligus Rais ‘Aam PBNU ini, Resolusi jihad dijadikan sebagai sebuah momentum kebangkitan untuk mengusir Sekutu dari Indonesia, terutama di Jawa Timur. Resolusi jihad ini juga yang memprakarsai lahirnya sebuah pidato luar biasa dari seorang penyiar radio bernama Bung Tomo.
“Kita ekstrimis dan rakyat, sekarang tidak percaya lagi pada ucapan-ucapan manis. Kita tidak percaya setiap gerakan (yang mereka lakukan) selama kemerdekaan Republik tetap tidak diakui! Kita akan menembak, kita akan mengalirkan darah siapa pun yang merintangi jalan kita! Kalau kita tidak diberi Kemerdekaan sepenuhnya, kita akan menghancurkan gedung-gedung dan pabrik-pabrik imperialis dengan granat tangan dan dinamit yang kita miliki, dan kita akan memberikan tanda revolusi, merobek usus setiap makhluk hidup yang berusaha menjajah kita kembali!. “Ribuan rakyat yang kelaparan, telanjang, dan dihina oleh kolonialis, akan menjalankan revolusi ini. Kita kaum ekstrimis, kita yang memberontak dengan penuh semangat revolusi, bersama dengan rakyat Indonesia, yang pernah ditindas oleh penjajahan, lebih senang melihat Indonesia banjir darah dan tenggelam ke dasar samudera daripada dijajah sekali lagi! Tuhan akan melindungi kita! Merdeka! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!” (www.nu.or.id)
Diakui atau tidak, dua maklumat dari dua tokoh bangsa ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap semangat juang bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Korban pertama yang merasakan keganasan semangat juang bangsa Indonesia adalah seorang Jenderal Belanda saat itu, AWS Mallabi. Puncaknya, perjuangan bangsa Indonesia mencapai titik kemenangan setelah bendera merah putih berhasil bertahta dan berkelebat di Hotel Yamato, Semarang. Perjuangan ini semakin berakhir manis setelah berhasil dilucutinya senjata pasukan Belanda. Dan secara langsung, hal ini menandakan kemenangan di pihak Indonesia.
Jihad Fi Sabili Literasi
Selain disebabkan oleh maklumat dari Kiai Hasyim Asyari dan kobaran semangat dari Bung Tomo, salah satu puzzle lain yang tidak bisa di pandang sebelah mata adalah para pejuang itu sendiri. Yakni mereka yang secara suka rela mempertaruhkan nyawanya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tergabung ke dalam Laskar Hizbullah, segenap pejuang kemerdekaan Indonesia terjun langsung melakukan perjuangan fisik untuk menghadapi tentara sekutu.
Anggota Hizbullah memiliki semangat kebangsaan dan spirit Islam yang tinggi. Dalam hal ini perlu menjadi ingatan kolektif bahwa peran Laskar Hizbullah cukup besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Laskar Hizbullah dibentuk sebagai laskar kesatuan perjuangan semi militer dari kelompok Islam yang dilandasi dengan niat jihad fi sabilillah, berjuang menegakkan agama dan Negara.
Semangat perjuangan Laskar Hizbullah nilah yang harus ditiru dan dilanjutkan oleh generasi saat ini. Ditengah terpuruknya bangsa ini akibat dari pandemic Corona yang masih belum bisa diprediksi akhirnya. Juga semakin kencangnya isu khilafah dan terorisme, diperlukan sebuah ghiroh baru yang bisa membawa angina segar untuk Indonesia. Dan salah satu cara yang paling mudah adalah dengan geliat literasi untuk mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan republic Indonesia.
Semanga juang Laskar Hizbullah yang tidak mengenal takut dan senantiasa gigih berjuang harus bisa diwarisi generasi sekarang. Jika dulu Laskar Hizbullah senantiasa meneriakkan jihad fi sabilillah melawan penjajah, maka sudah saatnya bagi kita generasi millennial untuk meneriakkan semangat Jihad Fi Sabili Literasi. Dimana musuh kita saat ini bukanlah moncong senjata, tapi paham ideology yang mencoba merongrong kedaulatan Indonesia. Maka dari itu, sudah seyogyanya bagi generasi millennial yang ada sekarang untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa. Semangat jihad fi sabili literasi bisa dijadikan langkah awal untuk meminimalisir penyebaran ajaran-ajaran dan ideology yang menyimpan. Dengan literasi pula, kita mampu memberikan kesadaran dan pemahaman bahwa kemerdekaan bangsa ini harus terus dijaga sebagai bagian dari warisan pendahulu dan faunding Father bangsa ini.Wallahu a”lamu bi al-Shawab.
This post was last modified on 9 November 2020 12:13 PM
Pilkada serentak 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 merupakan momentum penting bagi masyarakat…
Dalam menghadapi Pilkada serentak, bangsa Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan atmosfer damai yang…
Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan ini sangat penting lantaran guru merupakan…
Hari Guru Nasional adalah momen yang tepat untuk merenungkan peran penting guru sebagai motor penggerak…
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…