Peristiwa hijrah masih banyak disalahpahami oleh sebagian Muslim Indonesia. Salah satu penyebabnya karena arti hijrah dimaknai secara tekstual sebagai perpindahan fisik seseorang dari suatu tempat yang belum bisa menerima agama Islam menunju tempat lain yang dapat menerimanya. Mereka merujuk kepada sejarah Nabi Muhammad yang berpindah dari Mekah menuju Madinah. Saat itu, masyarakat Mekah memang sangat memusuhi dakwah rasulullah. Sementara masyarakat Madinah, setelah peristiwa Baiat Aqabah kedua, bersikap sangat terbuka terhadap ajaran Islam. Oleh karena itu, rasulullah akhirnya memutuskan untuk berhijrah dari Mekah menuju Madinah.
Akan tetapi ada banyak catatan kelemahan jika kita memahami peristiwa tersebut secara kaku.
Pertama, dalam konteks Indonesia, meskipun negara ini tidak berlandaskan syariat Islam, akan tetapi kebebasan beragama sangat dijunjung tinggi dan dilindungi. Umat Islam di nusantara bebas menjalankan ibadahnya. Bisa sholat kapan saja dan di mana saja, bebas berpuasa ramadhan, hari raya agamanya Islam pun dihormati dengan tanggal merah, bermunculannya lembaga zakat, dan sebagainya. Tidak ada kekangan dan larangan untuk menjalankan ajaran agama Islam di Indonesia. Beragam manifestasi ajaran Islam dapat dengan mudah ditemukan di sini. Oleh karena itu, sangat tidak relevan jika ada orang atau kelompok yang mengajak Muslim Indonesia pindah dari wilayah Indonesia menuju daerah lain (misalnya menuju Irak dan Suriah).
Kedua, berdasarkan hadist, rasulullah sendiri mengarahkan pengikutnya bahwa sudah tidak ada lagi hijrah fisik. Rasulullah bersabda, “Tidak ada hijrah setelah pembebasan kota Mekah, tetapi yang ada adalah jihad dan niat. Oleh karena itu, jika engkau semua diminta untuk keluar untuk berjihad, maka berangkatlah”(Muttafaquh ‘alaih). Makna dari hadist di atas adalah umat Muslim diperintahkan untuk selalu bersungguh-sungguh menjalankan kebaikan. Sementara niat adalah dorongan dalam melakukan kebajikan. Dalam lingkup kebangsaan, kita dituntut berusaha semaksimal mungkin agar menjadi warga negara yang baik. Mentaati konsesus dan peraturan bersama yang telah dibuat adalah salah satu bentuk pengejawantahan keseriusan sebagai warga negara.
Ketiga, hijrah tidak harus dipahami sekedar perpindahan fisik saja. Tetapi penting juga mengartikan hijrah sebagai perpindahan dan perubahan mental dan spiritual. Hijrah berasal dari bahasa arab dan dapat dimaknai sebagai menjauhkan diri atau berpindah tempat. Hijrah tidak hanya bermakna fisik saja (seperti berpindah dari satu daerah ke daerah lain).Tetapi termasuk didalamnya perpindahan mental dan pola pikir yang buruk menjadi aktivitas yang baik dan bermanfaat. Menurut Al-Mubarakfury (2008:197), hijrah bukan sekedar upaya melepaskan diri dari cobaan saja, tetapi merupakan batu loncatan mendirikan masyarakat baru
Hakekat hijrah rasulullah pun seperti itu. Di Mekah, konflik kerap terjadi karena dendam dan permusuhan masih menjadi karakter masyarakatnya. Maka rasulullah ingin membentuk masyarakat yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan peradaban. Artinya ada proses perubahan dari keburukan menjadi kebaikan, dari perilaku malas berubah rajin, dari kegelapan menuju jalan yang terang. Bangsa Indonesia pun bisa mengambil inspirasi untuk melakukan hijrah bangsa ini. Misalnya menghilangkan budaya kekerasan dan menciptakan budaya damai, membuang jauh pola pikir dengki dan menggantinya dengan cinta.
Dengan memahami catatan di atas, maka Muslim di Indonesia akan semakin paham dengan hakekat hijrah. Sehingga pemikirannya tidak mudah diombang-ambingkan oleh kelompok yang ingin menelikung agama untuk kepentingan mereka. Saat ini kerap dijumpai kelompok yang mengajak masyarakat untuk melakukan hijrah fisik. Biasanya sasarannya adalah pemuda. Penulis sendiri pernah menjadi target untuk diajak berhijrah. Mereka juga mengatakan Indonesia adalah negara yang tidak menerapkan hukum Islam, sehingga kita berdosa jika tetap tinggal di dalamnya. Hingga akhirnya penulis diminta untuk dibaiat menjadi kelompok mereka. Akan tetapi penulis menolak karena mengetahui kelompok tersebut pasti sesat karena memutarbalikan ayat untuk kepentingan mereka. Kelompok-kelompok Islam sesat ini sampai sekarang pun masih mudah dijumpai, terutama di kampus-kampus. Dan saat ini, kelompok radikal yang terus bergerilya mencari pengikut untuk hijrah ke bumi Syam adalah IS (Islamic State). Maka kaum muda harus semakin berhati-hati terhadap kelompok radikal ini yang mengajak berhijrah sekaligus berjihad (berperang) dengan kelompk lain.
Sebagai penutup, ada baiknya kaum muda untuk memahami dan meresapi hadist berikut. Hadist yang sangat indah sekaligus menyentuh. Bahwa sejatinya jihad tidak selalu bermakna perang. Tetapi bisa dengan cara yang elegan. Dari Abdullah bin Amr r.a., “Ada seorang laki-laki yang meminta izin kepada Nabi Muhammad untuk berjihad, maka rasulullah bersabda kepadanya ‘Apakah kamu masih memiliki orang tua yang masih hidup?’ Dia menjawab ‘Masih’. Beliau kemudian bersabda, ‘Maka pada keduanya hendaknya kamu berjihad’”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…