Narasi

Hijrah Membangun, Bukan Merusak

Hijrah merupakan momentum perpindahan Nabi SAW dan para sahabatnya dari Makkah menuju Madinah. Peristiwa yang terjadi pada bulan Juni tahun 622 M ini dilakukan oleh Nabi sebagai upaya menghindari konflik intimidasi dan kekerasan. Terbukti hijrah Nabi tidak hanya berpindah dari keadaan yang buruk, suasana penuh konflik dan kekerasan, tetapi hijrah berarti upaya membangun kondisi yang nyaman, kondusif dan damai. Hijrah menjadi titik balik kebangkitan umat Islam dan karenanya ia diperingati sebagai pergantian Tahun dalam Islam.

Lalu apa arti hijrah dalam kondisi sekarang?

Sekarang kata hijrah banyak sekali digunakan secara mudah untuk merujuk pada perilaku berubah. Fenomena artis yang berjilbab dan berbaju Islami dikatakan hijrah. Bahkan dengan pengertian serampangan kelompok radikal terorisme mengeksploitasi kata hijrah untuk ajakan berpindah dari negeri damai seperti Indonesia menuju wilayah perang seperti Suriah dan Filipina, Marawi.

Kesalahpahaman memahami hijrah dalam konteks kekinian tentu saja karena ada nilai yang dikaburkan baik secara normatif dan historis dari momentum hijrah Nabi. Karenanya menarik di sini untuk dipahami beberapa makna hijrah baik secara historis dan subtansial untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang fenomena titik balik sejarah peradaban Islam ini.

Pertama, hijrah kita pahami sebagai strategi. Hijrah dari Makkah ke Madinah merupakan strategi Nabi menghindari kontak fisik, konflik, kekerasan dan intimidasi yang dilakukan kafir Quraisy terhadap umat Islam. Kondisi yang menyebabkan umat Islam kehilangan kebebasan untuk memegang keyakinan dan menjalankan ibadah adalah penyebab Nabi memilih untuk berhijrah. Dalam pengertian ini hijrah berarti strategi cerdas untuk menghindari konflik dan kekerasan.

Patut dicamkan apabila ada sekelompok orang yang mengajak hijrah tetapi memasuki wilayah perang, bukan damai. Ajakan palsu hijrah sering dikumandangkan bukan sebagai strategi menghindari konflik dan peperangan justru ingin masuk dalam kubangan konflik dan kekerasan seperti Suriah dan Filipina. Apakah itu layak disebut hijrah?

Kedua, hijrah bukan sekedar bergeser dan berpindah. Hijrah bukan juga sekedar pengertian berubah dan mencari perlindungan semata. Hijrah mengandung pengertian tanggungjawab untuk membangun sesuatu yang berbeda dari kondisi sebelumnya. Hijrah Nabi adalah tindakan memalingkan dari konflik dan kekerasan dengan membangun komunitas Madinah dengan penuh keadaban.

Hijrah bukan hanya berarti perpindahan dari kondisi buruk ke kondisi yang lebih baik. Sejatinya kondisi Yastrib-sebutan Madinah sebelum kedatangan Nabi-juga bukan daerah yang secara sosiologis dan relijius berbeda jauh dengan Arab. Konflik internal antara suku dan perebutan kekuasan sosial ekonomi politik juga terjadi. Hanya saja masyarakat Yastrib memberikan suaka politik berupa jaminan perlindungan kepada umat Islam.

Hijrah Nabi, dengan demikian, merupakan upaya berpaling dari kondisi yang penuh konflik, kekerasan dan intimidasi ke arah tanggungjawab baru mendamaikan dan membangun peradaban yang damai di Madinah. Dalam pengertian ini, hijrah berarti I’tikad meninggalkan keburukan dengan komitmen untuk membangun kebaikan. Hijrah juga berarti memalingkan diri dari kondisi konflik dan kekerasan menuju tindakan yang berkomitmen untuk membangun peradaban yang damai.

Ketiga, hijrah merupakan tindakan kerelaan, kepasrahan dan ketulusan untuk menapaki jalan setapak mencapai keridhoan Allah. Hijrah merupakan tindakan relijius yang tidak bisa diukur dengan parameter keduniaan. Melakukan hijrah bukan semata ingin memperoleh iming-iming duniawi. Tetapi, hijrah adalah kewajiban yang dijalani untuk mendapatkan kondisi yang layak dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.

Salah kaprah kemudian jika mengartikan hijrah sebagai tindakan mencari kesenangan dunia. Nabi secara tegas memberikan warning kepada para sahabatnya untuk meluruskan niat ketika hijrah. Jika niat hijrah hanya sebatas mencari kesenangan duniawi, maka kesenangan artifiisial itu yang akan didapatkan tetapi bukan ridho dari Tuhan.

Melalui momentum Tahun baru Islam ini, marilah kita luruskan niat untuk berpaling dari keburukan, kekejaman, konflik dan kekerasan menuju komitmen dan tanggungjawab membangun peradaban yang damai. Selamat Tahun Baru Islam 1439 H semoga kita menjadi umat yang selalu berkomitmen untuk rahmatan lil alamin.

 

This post was last modified on 20 September 2017 10:31 AM

Abdul Malik

Redaktur pelaksana Pusat Media Damai BNPT

Recent Posts

Pentingnya Etika dan Karakter dalam Membentuk Manusia Terdidik

Pendidikan memang diakui sebagai senjata ampuh untuk merubah dunia. Namun, keberhasilan perubahan dunia tidak hanya…

6 jam ago

Refleksi Ayat Pendidikan dalam Menghapus Dosa Besar di Lingkungan Sekolah

Al-Qur’an adalah akar dari segala pendidikan bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur’an tak sekadar mendidik manusia…

6 jam ago

Intoleransi dan Polemik Normalisasi Label Kafir Lewat Mapel Agama di Sekolah

Kalau kita amati, berkembangbiaknya intoleransi di sekolah sejatinya tak lepas dari pola normalisasikafir…

6 jam ago

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

1 hari ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

1 hari ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

1 hari ago