Faktual

HPN 2023: Melalui Konten Berita Edukatif, Wujudkan Pemilu Damai

Setiap tanggal sembilan Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Pada tanggal 23 Januari 1985 melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 5 Tahun 1985 Presiden Soeharto menetapkan tanggal sembilan Februari sebagai Hari Pers Nasional sebagai pengakuan negara atas peranan penting pers dalam perjuangan kemerdekaan.

Dalam sejarah kemerdekaan, peranan pers memang tidak bisa dilupakan begitu saja. Mengingat pada waktu itu, dunia pers lah yang menfasilitasi konsolidasi kemerdekaan melalui sejumlah pemberitaan. Namun, terlepas dari semua itu, pertanyaan reflektif yang harus kita jawab bersama adalah, jika pada masa penjajahan pers nasional mampu menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan, lantas apa yang sekarang pers bisa lakukan untuk bangsa ini?

Tentu jawabannya adalah mencerdaskan masyarakat dan mengawal serta mewujudkan pemilu 2024 yang damai yang bebas dari politik  identitas. Meskipun gelaran Pemilu pasca Reformasi 1998 yang selama ini kita lakukan terbilang sukses dan berhasil, namun dalam setiap tahapan dan prosesnya masih menyimpan banyak catatan yang harus dibenahi. Salah satunya adalah soal politik identitas yang berkembang subur dalam setiap gelaran Pemilu.

Dalam Pemilu 2019, misalnya, baik calon atau kelompok pendukungnya, sangat vokal menggunakan identitas untuk menarik simpati pemilih. Akibatnya, terjadilah polarisasi mengerikan. Masyarakat pemilih menjadi terpecah belah. Satu sama lain sama-sama mengidentifikasi kelompok kubu lawan sebagai musuh abadi. Satu sama lain saling mencaci maki dan saling memusuhi. Rivalitas dalam Pemilu adalah hal wajar dan lumrah.

Namun, apa yang terjadi dalam Pemilu 2019 tampak bukan seperti rivalitas pada umumnya. Sebab, semua kelompok pendukung terjerembab dalam fanatisme buta yang membahayakan keutuhan bangsa. Kebencian terus diproduksi dan api permusuhan terus digelorakan. Pembelahan yang terjadi bisa dikatakan sudah masuk level ekstrem, di mana setiap kubu memandang kubu lawan sebagai kubu perusak yang harus dihabisi tanpa sisa.

Kondisi semacam itu sangat mungkin akan kembali terulang dalam gelaran Pemilu 2024. Nah, menghadapi kenyataan itu, di sinilah pers harus kembali berperan. Sebagai penghasil informasi, pers bisa memfokuskan dirinya untuk mengedukasi publik guna mewujudkan Pemilu yang damai tanpa politik identitas. Kedudukan pers dalam konteks ini sangatlah strategis sebab  pers merupakan salah satu sumber pokok informasi publik.

Setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan pers untuk mewujudkan Pemilu yang damai dan berintegritas. Pertama, memunculkan konten-konten berita atau tulisan yang edukatif dan mencerdaskan publik. Sehingga masyarakat menjadi cerdas dan tidak mudah terprovokasi oleh gerakan politik identitas. Kedua, mengcounter narasi-narasi politik identitas, hoax dan politik kebencian yang berkembang di media sosial dengan sejumlah pemberitaan.

Artinya, dalam hal ini pers harus memiliki independensi dalam memberitakan sebuah informasi. Pers harus paham dan mengerti perihal apa yang boleh diberitakan dan apa yang tidak boleh diberitakan. Selain itu, pada saat bersamaan, pers juga harus berpegang teguh pada kebenaran. Artinya, pers harus memberitakan segala yang harus diberitakan secara valid dan sahih sehingga masyarakat tidak disuguhi dengan bacaan yang menyesatkan.

Dengan begitu, maka masyarakat akan mendapat informasi-informasi yang bermutu dan berkualitas. Sekonyong-konyong, berita-berita itu akan membuat masyarakat memperoleh bacaan yang utuh, valid, dan dapat dipertanggung jawabkan. Salah satu kewajiban pers adalah menyediakan bacaan yang bermutu untuk masyarakat. Di tengah huru-hara Pemilu, kewajiban itu harus dilakukan dan dijalankan dengan baik oleh para insan pers.

This post was last modified on 9 Februari 2023 2:16 PM

L Rahman

Recent Posts

Menimbang Pendidikan Anak: Benarkah Kurikulum Tahfizh Tersimpan Virus Intoleransi?

Dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan berbasis tahfizh (hafalan Al-Qur’an) semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia.…

2 jam ago

Sekolah Rakyat; Upaya Memutus Radikalisme Melalui Pendidikan

Salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran adalah Sekolah Rakyat. Program ini bertujuan memberikan akses pendidikan…

2 jam ago

Ruang Perjumpaan Keragaman Anak Kian Menyempit: Dari Sekolah, Lingkungan, dan Gawai

Indonesia lahir dari rahim perbedaan. Ratusan suku, bahasa, agama, dan tradisi bersatu dalam satu entitas…

2 jam ago

Seni Merawat Fitrah Anak

Dalam khazanah Islam, amanah mendidik seorang anak adalah sebuah kehormatan sakral, sebuah tugas yang menuntut…

21 jam ago

Refleksi HAN 2025; Menjaga Fitrah Anak dari Embrio Intoleransi dan Radikalisasi

Saban tanggal 23 Juli, kita memperingati Hari Anak Nasional. Sebuah peringatan untuk menyadarkan seluruh elemen…

21 jam ago

Menghadirkan Kurikulum Cinta di Sekolah Keagamaan; Ikhtiar Membangun Persaudaraan Lintas-Iman

Kementerian Agama dibawah kepemimpinan Nasauddin Umar telah meluncurkan program Kurikulum Cinta. Konsep ini merupakan refleksi…

1 hari ago