Keragaman Agama, yang dinilai sebagai rahmat kini berubah mencekam seakan menjadi laknat. Isu menjadikan negara Indonesia sebagai daulah Islamiyah menjadi pembahasan yang seakan tak ada habisnya. Dalam berita yang dilansir olah Kompas.com , Rabu (15/3/2017), disebutkan ada sebanyak 1.568 kasus sosial berbasis agama telah terjadi di Indonesia.
Tidak hanya itu, nusantara kini semakin memanas dengan isu serupa yang perlahan merambah ke telinga masyarakat kota bahkan hingga pelosok. Dewasa ini, masyarakat Irian Jaya kabupaten Tolikara digegerkan dengan pembakaran mushola di daerah mereka. Entah kebetulan atau bukan, mayoritas penduduk yang ada di sana beragama non-muslim, sehingga prasangka buruk terhadap mereka dari umat Islam yang menjadi minoritas sangatlah besar. Pemerintah setempat menangapi hal ini dengan menghimbau kepada pihak berwajib agar kasus tersebut segera diselidiki dan tidak menjadi konflik agama di Irian Jaya. Lalu, salahkah dengan ragam agama yang ada di Indonesia? Apakah benar hal itu karena ragam agama yang ada di Indonesia?
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut, tidak hanya agama. Dalam berita yang dilansir kedua kalinya oleh kompas.com pada Rabu (15/3/2017) menyebutkan bahwa kaum radikal yang ingin mengganti Ideologi negara berbaisi agama sangat berperan dominan menyebabkan hal ini. Pada kesempatan yang sama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun ikut bicara, ia mengira bahwa tantangan dinamika politik saat ini dapat meningkatkan aktivitas kelompok fundamentalis berbasis keagamaan yang ingin mengubah ideology negara kesatuan Indonesia.
Masyarakat Resah
Dalam hal ini, masyarakat menjadi korban ketidaknyaman serta keresahan akan isu-isu tersebut. Masyarakat yang tadinya harmonis dengan warga yang tidak se-diologi kini menjadi takut apabila hal yang terjadi dalam pemberitaan terjadi pula pada diri mereka. Satu sama lain ketakutan , prasngka-prasangka buruk terhadap saudara se-Indonesia yang berbeda ideologi sangat rentan, dan menjadi konflik.
Menurut J. Ranjabar, seorang… menilai, keanekaragaman agama menjadikan banyak perbedaaan, baik dalam cara berpikir, berpakaian, bergaul, beribadat, menikah dan lain sebagainya. Jika para pemeluknya di mengahayati inti dari ajaran tersebut, maka hal ini sangat potensial menjadi konflik.
Konflik sendiri, dapat dipengaruhi oleh jumlah penganut tertentu dalam suatu masyarakat. Masyarakat Indonesia terdri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di lebih dari 13 ribu pulau. Setiap suku bangsa memiliki identitas sosial, politik, dan budaya yang berbeda-beda. Seperti bahasa yang berbeda, adat istiadat serta tradisi, sistem kepercayaan, dan sebagainya. Dengan identitas yang berbeda-beda ini, potensi terjadinya konflik sangatlah besar apabila masyarakat tidak mengahayati ideology mereka secara komprehensif.
Memahami makna beragama secara komprehensif merupakan langkah awal menuju masyarakat yang toleran, dan harmonis. Karena pada hakikatnya, tidak pernah ada agama yang menyuruh kita untuk saling membunuh dansaling menghakimi satu sama lain. Semua mengajar manusia untuk saling mengasihi dan menyayangi antar sesama manusia.
Indonesia Dulu
Sebagai warga yang tidak lupa akan sejarah bangsa sendiri, patut kiranya belajar kembali pada kejadian yang sudah terjadi 60 tahun silam di negeri kita tercinta, Indonesia.
Ketika itu,untuk mempertahankan kesatuan Indonesia, KH. Hasyim As’ari menyeru kepada segenap warga Nahdlatul Ulama untuk berjihad mempertahankan kesatuan republik Indonesia. Dalam poin pertama, beliau meminta agar pemerintah segera bertindak terhadap usaha-usaha yang membahayakan kemerdekaan Indonesia, agama, dan negara Indonesia dari pihak belanda dan kaki tangannya.
Bila kita lihat lebih dalam, KH. Hasyim As’ari yang notabene sebagai umat muslim tidak sama sekali menyebutkan dalam tulisannya untuk menjaga agama Islam, atau untuk mendirikan negara Islam dalam melawan pemerintah kolonial pada waktu itu.
Akan tetapi, beliau memakai diksi ‘agama’, serta tetap menjaga kesatuan sebagai negara Indonesia, bukan negara Islam, atau negara Islam Indonesia, meskipun mayoritas rakyat pada waktu itu sudah beragama Islam.
Negara islami
Indonesia bukanlah negara Islam, namun sistem yang diterapkan di Indonesia adalah sistem yang Islami. Bila kita lihat dulu pada zaman Muhammad tidak pernah melarang warganya untuk memeluk agama, di Indoneis juga tidak pernah melarang hal itu dilakukan. Bahkan Indonesia punya lima lebih agama yang dianut oleh warganya.
Tidak hanya itu, bila dalam Islam menyeru untuk senantiasa berbuat adil dan baik sesama manusia Indonesia juga menyuruh kepada hal yang sama yang tertera dalam sila ke-dua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Maka, Indonesi tak perlu di Islamkan karena sudah Islami.
Dalam hal ini, gus dur pernah mangatakan bahwa, Indonesia bukan negara agama, tapi negara beragama. Ada enam agama di Indonesia jadi tolong hargai lima agama yang lain. Walaupun terlihat simple, kata ini bermakna dalam bagi orang yang merasakan bagaimana keragaman agama itu ada di Indonesia.
Dengan keragaman ini, Gus Dur mencoba bagaiamana semua agama bisa saling menghargai dan tidak mengklaim Indonesia sebagai negara agama, melainkan negara yang beragama.
Maka dari itu, keberagmaan agama yang ada di Indonesia akan selalu saling menguatkan satu sama lain, karena saya percaya pada hakikatnya agama tek pernah menyeru untuksaling membeci dan menghancurkan satu sama lain, semua agama menyeru pada kebaikan.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments