Arus “sentiment rasial” pada dasarnya adalah warisan kolonialisme Belanda yang masih menjadi “penyakit” di negeri ini. Gerakan anti-etnis Tionghoa semakin mengaburkan sejarah di balik peran/jasa mereka. Kita salah-kaprah telah membenci orang-orang yang memiliki kontribusi besar bagi bangsa ini.
Sebagaimana, ada 4 tokoh keturunan etnis Tionghoa yang sangat berjasa bagi bangsa ini. Mereka adalah bapak bangsa yang sengaja ingin dilupakan. Di antaranya adalah: Liem Koen Hian. Oie Tjong Hauw, Oey Tiang Tjoei dan Mr. Tan Eng Hoa.
Pertama, Liem Koen Hian adalah peranakan etnis Tionghoa yang lahir di Banjarmasin 3 November 1897. Rasa nasionalisme sebagai sosok yang lahir di negeri ini mulai tumbuh sejak dirinya menulis ide-ide tentang kebangsaan pada 1928. Jauh sebelum itu, Beliau pertama-kali hijrah ke Surabaya pada 1915 lalu menjadi wartawan di surat kabar Surabaya (Surat Kabar Tjoen Tjioe).
Beliau memiliki peranan etis dalam mendobrak penjajahan melalui sepak bola. Pada 1930 yang menjadi awal-mula adanya PSSI hingga menjadi (spirit nasional). Di mana, olahraga yang menghadirkan ribuan penonton mampu dimanfaatkan sebagai (penyadaran) akan kemerdekaan bangsa.
Pada masa penjajahan Jepang. Lime masuk dalam keanggotaan BPUPKI (1942-1945). Namun dirinya mengundurkan diri karena usulannya ditolak tentang status kependudukan bagi etnis Tionghoa. Padahal, secara orientasi dirinya menjadi kiprah penting bagi perjuangan bangsa. Bahkan, dirinya telah menjadi satu penggerak penting di balik kebebasan pers di negeri ini.
Kedua, Oie Tjong Hauw (1904-1950) yang merupakan anak dari Mayor Oei Tiong Ham. Sosok ini tentu banyak yang tidak mengetahui dan bahkan berupaya “dihilangkan” dalam sejarah. Padahal, banyak sejarawan yang menunjukkan betapa berjasa-nya bagi bangsa.
Beliau juga masuk dalam keanggotaan badan BPUPKI. Dia memang masuk dalam kelas pengusaha yang sukses. Beliau mampu membantu dan memberikan pertolongan atas bangsa ini di waktu penjajah Belanda melakukan gerakan agresi Militer ke-2 pada tahun 1948 tepatnya di Jawa tengah.
Beliau memiliki andil yang sangat besar namun terlupakan di negeri ini. Semua kekayaan dirinya semata sebagai jalan untuk memperkuat “bangsa yang baru” yaitu Indonesia ini. Bahkan, kekayaan bisnis milik keluarga beliau menjadi satu kemanfaatan penting untuk membangun pendidikan Universitas Diponegoro yang merupakan lahan milik keluarga Hauw.
Ketiga, Oey Tiang Tjoei adalah peranakan etnis Tionghoa yang lahir di Jakarta 1893. Dia merupakan anggota BPUPKI pada tahun 1945. Beliau peran ditahan oleh pemerintah Hindia Belanda sekitar tahun 1941 karena dianggap pro-Jepang.
Sebagai anggota BPUPKI, tentu memiliki cara pandang yang etis di dalam melihat paradigma pembangunan bangsa yang merdeka. Oey Tiang Tjoej memiliki peran untuk itu namun dalam sejarah kemerdekaan bangsa, ada semacam “pola sentiment” yang menghilangkan peran para etnis Tionghoa atas bangsa ini.
Kempat, Mr. Tan Eng Hoa adalah peranakan etnis Tionghoa yang lahir di Semarang Jawa Tengah pada tahun 1907. Dia juga bagian dari anggota BPUPKI yang memiliki kontribusi besar atas sebuah gagasan tentang (kemerdekaan hak serikat). Hingga saat ini menjadi satu kesadaran untuk gerakan kebebasan demokrasi dalam bentuk aksi perjuangan masa membela keadilan untuk rakyat.
Ini menjadi satu kesadaran penting bagi kita, bahwa tanpa sosok Mr. Tan Eng Hoa ini mungkin tidak ada sebuah gagasan untuk melakukan demi massa dalam memperjuangkan keadilan dan demi kemaslahatan banyak masyarakat. Hal ini tentu tidak banyak dikenal oleh anak bangsa saat ini dan bahkan hampir asing di dalam pengetahuan mereka.
Empat bapak bangsa yang semakin hilang dalam pengetahuan anak bangsa ini perlu kita angkat sebagai pengetahuan mereka. Hal ini sebagai (paradigma baru) di tengah warisan kolonialisme Belanda yang mewarisi sentiment rasial. Sebagaimana, dari 4 tokoh ini kita bisa belajar betapa besarnya kontribusi etnis Tionghoa bagi bangsa ini.
This post was last modified on 26 Januari 2023 1:49 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…