Narasi

Inspirasi Perdamaian dan Persatuan dari Asian Games

Olahraga bisa dilirik sebagai salah satu alternatif untuk menyebarkan pesan perdamaian. Sebab, olahraga mampu mempertemukan keberagaman dalam suatu arena. Menariknya, spirit kasih sayang tersebut pun bisa ditularkan ke luar lapangan. Contohnya adalah momen berharga dan menyejukkan yang hadir dalam perhelatan akbar ASIAN Games Jakarta-Palembang 2018. Pada tanggal 29 Agustus 2018, atlet pencak silat Hanifan Yudani Kusumah -yang baru saja mendapatkan medali emas- berhasil mengajak Prabowo Subianto dan Joko Widodo berpelukan bersama. Saat berpelukan, dua orang yang calon presiden ini terlihat bangga dan bahagia. Peristiwa ini semakin mengharukan karena saat dipeluk dua kandidat presiden tersebut, Hanifan menaruh bendera merah putih di punggungnya. Seolah ingin menunjukkan bahwa kita semua adalah bangsa Indonesia yang satu.

Fragmen di atas adalah hal yang sangat berharga dalam situasi politik dan sosial bangsa ini yang terus memanas. Peristiwa tersebut mampu meredakan ketegangan sekaligus memberi pesan kepada publik bahwa keduanya adalah dua sosok yang akrab dan saling menghormati. Selama ini, kontestasi keduanya -yang telah dimulai sejak tahun 2014- seakan membelah masyarakat menjadi dua golongan yang saling bersitegang. Selain itu, kedua orang ini sering mendapat sasaran fitnah dan kebencian oleh kelompok-kelompok yang gemar memecah belah. Rasa kebencian ini terus dirawat oleh orang-orang yang tidak menginginkan persatuan dan kedamaian di bumi pertiwi. Sehingga terus menyeret masyarakat ke dalam pusaran konflik kepentingan.

Masyarakat terlihat lebih gaduh dan berlebihan dibanding para elit politik dan calon yang didukungnya. Seolah-olah mereka yang berkontestasi adalah tuhan yang tidak pernah salah dan dibela habis-habisan. Padahal, kita hanya perlu kedewasaan dan saling menghormati. Dalam konteks pemilu, cukup pilih pemimpin yang sesuai dengan pemikiran kita dan tanpa perlu memusuhi orang lain yang berbeda pilihan. Cara ini niscaya akan mampu meredam konflik di sekitar. Pesan perdamaian pun tidak boleh berhenti dilontarkan oleh para elit kepada pendukungnya. Agar tidak terjadi lagi aksi cakar-cakaran dan persekusi di level bawah.

Masih dari peristiwa Asian Games, pelajaran lain yang bermanfaat adalah tentang persatuan. Di Asian Games kali ini, dua negara di Asia Timur yang memiliki pandangan berseberangan dan kerap bersitegang, justru dapat melebur menjadi satu saat mengirimkan atletnya. Negara yang pernah bersatu hingga tahun 1948. Negara tersebut adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Khusus untuk mengikuti perhelatan tertinggi tingkat asia ini, kedua negara tersebut menggunakan identitas yang satu: Korea. Hal ini semakin membuktikan bahwa olahraga dapat menjadi jalur alternatif untuk membuat dua pihak yang berbeda mampu meninggalkan egonya masing-masing demi kepentingan yang lebih besar. Olahraga efektif mendorong persatuan dan menghindari perpecahan.

Spirit persatuan dari olahraga dapat dilihat dari perhelatan Piala Dunia 2018. Salah satu tim hebat dan berhasil menjadi kampiun pesta sepakbola sejagat tersebut adalah Prancis. Timnas sepakbola Prancis banyak diisi oleh imigran. Dan mereka membuktikan bahwa perbedaan identitas justru dapat menguatkan mereka. Tahun 1998, Prancis sudah percaya diri dengan tim yang multikultur. Dan juara dunia pun diraih oleh mereka pada tahun tersebut. Timnas sepakbola Piala Dunia 2018 dengan pemain imigran yang banyak adalah Belgia. Sama seperti Prancis, Belgia mampu menggabungkan talenta berbakat tanpa peduli dengan asal-usul mereka. Dan Belgia menjadi salah satu tim yang dianggap memiliki kualitas tinggi dan merata di semua lini.

Terakhir, kita perlu meresapi lagu yang dinyanyikan Via Vallen dalam Asian Games 2018 yang berjudul Meraih Bintang. Dalam salah satu bagiannya, terdapat lirik Kalau menang berprestasi; kalau kalah jangan frustasi; kalau menang solidaritas; kita galang sportivitas. Secara sederhana, maknanya agar kita semua siap untuk menang sekaligus siap jika mendapat kekalahan. Pihak yang menang tidak perlu bersorak berlebihan yang dapat menyakiti pihak yang kalah. Sementara mereka yang kalah harus mengakuinya, bukan justru memprotes dan menolaknya. Selain itu,  menyebarkan solidaritas antar sesama menjadi hal yang mulia. Dan sebagai penutup, wajib menumbuhkembangkan sikap adil dan jujur dalam pertandingan sekaligus keseharian.

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

Recent Posts

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

2 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

2 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

2 hari ago

Mitos Kerukunan dan Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dalam Mencegah Intoleransi

Menurut laporan Wahid Foundation tahun 2022, terdapat 190 insiden intoleransi yang dilaporkan, yang mencakup pelarangan…

2 hari ago

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

3 hari ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

3 hari ago