Organisasi internasional yang menaungi ulama Muslim di berbagai belahan dunia International Union of Muslim Scholars (IUMS) baru-baru ini mengeluarkan fatwa jihad melawan israel. Fatwa ini terbit menyusul agresi brutal tel aviv yang terus menerus berlangsung ke jalur Gaza Palestina sejak Oktober 2023 lalu hingga hari ini.
Fatwa jihad yang berkaitan dengan konflik Palestina-israel itu secara tidak sadar dapat membawa dampak yang perlu dipahami dengan cermat. Salah satunya yang patut mendapat perhatian serius adalah potensi gelombang migrasi ke Palestina yang sering kali diikuti oleh keterlibatan dari sel kelompok militan.
Fatwa tersebut berisiko membangkitkan girah militansi lokal yang bisa memperburuk ketegangan sosial dan politik di negara asal. Mengingat, salah satu poin dalam fatwa itu menegaskan kewajiban jihad melawan zionis melalui seruan agar negara Muslim terjun langsung melawan israel melalui aliansi militer.
Dalam konteks global, mufti besar Mesir Nazir Ayyad menolak fatwa tersebut. Alasannya fatwa jihad militer tersebut dapat melanggar prinsip-prinsip syariah, sebab dinilai membahayakan keamanan masyarakat dan negara-negara Muslim yang lain.
Pernyataan ini sejatinya sesuai dengan kaidah yang dituturkan oleh Rasulullah dalam sabdanya, la darara wa la dirar, artinya tidak ada kemudaratan dan tidak boleh menimbulkan kemudaratan. Prinsip ini mengajarkan bahwa segala tindakan yang diambil oleh umat Islam harus menghindari kemudaratan bagi diri sendiri, orang lain, dan orang banyak.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibn Majah yang redaksinya sebagai berikut:
حدثنا عبد ربه بن خالد النميري أبو المغلس، قال: حدثنا فضيل بن سليمان، قال: حدثنا موسى بن عقبة، قال: حدثنا إسحاق بن يحيى بن الوليد، عن عبادة بن الصامت، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قضى أن: «لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ».
“Telah menceritakan kepada kami Abdu Rabbih Bin Khalid AnNumairi Abu Al Mughallis berkata, telah menceritakan kepada kami Fudhail Bin Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada kami Musa Bin Uqbah berkata, telah menceritakan kepada Ishaq Bin Yahya Bin Al-Walid dari Ubadah Bin Ash Shamith berkata, “Rasulallah SAW memutuskan bahwa tidak boleh berbuat madharat dan hal yang menimbulkan madharat” (Sunan Ibnu Majah).
Dalam kajian matan dapat dijelaskan beberapa poin berikut. Pertama, kata ‘darar’ berasal dari ‘darraha-yadarrahu’, ‘dararan wa diraran’. Dalam Al-Quran, kata ini juga disinggung dalam surat al-Baqarah ayat 231,
وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعْتَدُوا۟
“Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan.”
Kata darar berarti menimbulkan kemadaratan kepada diri sendiri, sedangkan kata dirar berarti membuat kemadaratan kepada orang lain. Tegasnya, darar ataupun dirar berdampak buruk bagi orang lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja.
Maksud kalimat hadis di atas adalah pelarangan terhadap perilaku manusia yang dapat menimbulkan madarat menurut parameter syara’, kecuali terdapat argumen secara khusus yang membenarkannya.
Kedua, makna hadis ini adalah menghapus kemadaratan menurut ukuran parameter syara’. Pemahaman kalimat dalam hadis di atas secara implisit berbentuk ‘peniadaan’ (nafyi) yang menunjukkan keumuman. Kecuali apa yang telah ditakhshis oleh sebuah dalil, maka dengan demikian berarti mendahulukan apa yang dimaksud dan dijelaskan oleh hadis daripada keterangan hadis lainnya.
Lalu apa parameter syara’ yang dimaksud? Syara’ yaitu prinsip maqashid asy-syari’ah yang diuraikan oleh Imam Ghazali, berupa penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Secara sanad, hadis tersebut ‘mursal’ karena terputus sanadnya. Tetapi karena terdapat hadis yang membuatnya lebih kuat, yaitu banyak hadis lain yang mendukungnya dengan kualitas sahih sehingga Imam Hakim Al-Naisabury memberikan komentar “sahih dengan isnadnya memenuhi syarat Imam Muslim”. Makna padat dan jelas tersebut memberikan arti bahwa mengutamakan kemaslahatan umat lebih penting dalam urusan agama, namun dibarengi dengan orientasi atas dasar ekonomi dengan melihat beberapa kondisi agar tidak saling terdzalimi
Saking kuatnya, kutipan hadis tersebut diformulasi oleh ulama ushul fiqih menjadi kaidah muamalah, yaitu ‘al-dararu yuzalu’ (kemudaratan itu dihilangkan). Turunan dari kaidah ini salah satunya adalah ,
الضَّرَرُ لَا يُزَالُ بِالضَّرَرِ
“Kemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan menimbulkan kemudharatan yang lain.”
Dalam kasus paling sederhana, orang yang membutuhkan uang untuk membeli makan, maka ia tetap tidak diperbolehkan mencuri uang milik orang lain, karena itu merupakan kemudaratan lain meskipun akhirnya akan menghilangkan kemudaratan orang tadi.
Dalam konteks fatwa jihad yang mengajak umat untuk berjihad di Palestina, sangat penting untuk mempertimbangkan apakah tindakan tersebut akan menimbulkan kemudaratan, baik bagi individu yang terlibat, keluarga mereka, maupun masyarakat luas, termasuk negara asal mereka. Jika tindakan tersebut dapat menimbulkan kerusakan atau merugikan, maka tindakan tersebut harus dipertimbangkan ulang.
Misalnya, fatwa yang mengajak umat untuk pergi ke Palestina dapat memicu gelombang foreign terrorist fighter baru yang dimobilisasi di akar rumput oleh sel kelompok teror aktif. Hal ini tidak hanya membahayakan warga kita, tetapi juga berpotensi mengancam keamanan negara.
Negara-negara Muslim sebaiknya mencoba meredakan ketegangan, bukan justru menyerukan intervensi militer melalui implementasi ‘jihad’ yang serampangan. Sebagai negara dengan komitmen terhadap Pancasila, NKRI, dan UUD 1945, Indonesia memiliki koridor sendiri dalam perjuangan terhadap kemerdekaan Palestina. Amanat persatuan bangsa yang sedari awal dipupuk tidak boleh digadaikan begitu saja atas nama aliansi militer Muslim.
Kaum radikal identik dengan watak oportunis. Mereka lihai mengaitkan peristiwa atau isu untuk menyebarkan ideologi…
Setiap tanggal 21 April, bangsa ini selalu memperingati hari Kartini. Spirit perjuangan Kartini sejatinya harus…
Setiap kali Hari Kartini tiba, narasi tentang perjuangan perempuan Indonesia kembali menggema, mengingatkan kita pada…
Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…
Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…
Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…