Narasi

Islam yang Cool, Warisan Muhammad Ali Bagi Islam di Amerika

Cave Hill Cemetery di Louisville, Amerika menjadi tempat peristirahatan terakhir sang Juara Dunia, Muhammad The Greatest Ali. Kepergiannya ditangisi oleh banyak orang. Prosesi pemakamannya dihadiri oleh banyak kalangan baik itu artis, tokoh agama, tokoh olah raga, tokoh politik hingga masyarakat biasa yang mencintai dan mengaguminya. Di kampung halamannya, di Louisville Kentucky, ribuan masyarakat tumpah ruah di sisi jalan mengiringi kepergian sang kebanggan ke tempat peristirahatan terakhirnya. Muhammad Ali kembali ke pangkuan sang Ilahi dengan jutaan doa dari orang-orang yang mencintainya.

Terlahir dengan nama Cassius Marcellus Clay, Jr. Muhammad Ali bertransformasi menjadi tokoh legenda di atas ring tinju. Tak ada yang kemudian menyangka bahwa suatu saat nanti sang legenda memilih memeluk Islam. Sebuah pilihan yang bagi sebagian orang justru menimbulkan kontroversi di masanya. Namun tidak bagi Noah Feldman, seorang professor di bidang hukum internasional di Universitas Harvard. Feldman dalam tulisannya mengatakan bahwa; Tinju memang membuat Muhammad Ali menjadi terkenal, namun keputusannaya memeluk Islam menjadikan Ali sosok yang mendunia.

Masih menurut Feldman, Ali menjadi sosok atlit kulit hitam pertama Amerika yang mampu menjadi selebriti dunia namun menggunakan ketenarannya tersebut bukan untuk konsumerisme. Ali justru menjadikan ketenaranya tersebut sebagai platformnya dalam menjadi seorang aktivis politik dan agama, dalam hal ini Islam. Penentangannya terhadap Perang Vietnam yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan penolakannya untuk berpartisipasi dalam wajib militer di Vietnam menjadikannya sebagai simbol perlawanan global terhadap militerisme Amerika Serikat. Ali juga dijadikan sebagai salah satu simbol perlawanan terhadap hegemoni kulit putih di Amerika Serikat.

Salah satu ungkapan Ali yang masih diingat orang terkait dengan Perang Vietnam tersebut adalah, “I ain’t got no quarrel with them Viet Cong. Ain’t no Viet Cong ever called me nigger.” Saya tidak punya masalah dengan Viet Cong (orang-orang Vietnam). Mereka tidak pernah menyebut saya sebagai negro (Negro adalah ungkapan rasialis yang diucapkan bangsa kulit putih di Amerika untuk merendahkan bangsa kulit hitam pada saat tersebut). Justru di daerahnya di Louisville lah, Ali dan kaumnya justru dicap negro dan diperlakukan seperti anjing. Selain itu, Ali juga menolak ke Vietnam karena didasarkan oleh alasan agama di mana dia tidak ingin mempermalukan agama yang diyakininya dalam hal ini Islam.

Apa yang dilakukan Ali saat itu adalah suatu hal yang sangat luar biasa dan penuh keberanian. Di saat itu Ali sesungguhnya telah menunjukkan kepada masyarakat Amerika bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan tentang penolakan terhadap kesewenang-wenangan, menolak rasisme sekaligus agama yang sangat mendukung hak asasi manusia. Bersama dengan Malcom X, Marthin Luther King. Jr, Muhammad Ali menjadi salah satu simbol perlawanan atas kesewenang-wenangan terhadap kaum kulit hitam di Amerika.

Ali Sang Pembela Islam

Muhamamd Ali juga menjadi sosok yang sangat aktif membela Islam dari pandangan buruk kelompok-kelompok Islamophobic di Barat. Di sisi lain, Ali juga merupakan tokoh Muslim yang juga menolak terorisme yang mengatasnamakan Islam sebagai landasan mereka. “Islam bukan agama pembunuh.” Ujar Ali suatu ketika.

Merespon tragedi 9/11, Ali berujar bahwa dirinya marah saat orang-orang menyebutkan bahwa tragedi ini disebabkan oleh Islam hanya karena para pelakunya adalah sekelompok grup yang mengatasnamakan dirinya Islam. Bagi Ali, mereka bukanlah Islam yang sebenarnya. Melainkan para rasis dan fanatis yang menyebut diri mereka Islam lalu membolehkan untuk membunuh.

Hal yang sama diungkapkannya pasca Tragedi Paris, November 2015. Ali berujar; “Saya seorang Muslim dan tidak ada sedikitpun nilai-nilai Islam yang terkait dengan pembunuhan orang-orang tak berdosa di Paris, San Bernardino, dan tempat-tempat lainnya di dunia. Muslim yang sebenarnya pasti mengetahui bahwa segala bentuk kekerasan dan kekejaman yang kemudian diartikan sebagai Jihad yang Islami pada dasarnya bertentangan dengan inti ajaran Islam.”

Kecintaan Ali pada agamanya, serta keyakinannya bahwa Islam adalah agama cinta dan bukanlah agama yang mempromosikakan kekerasan dan kekejaman membuatnya aktif untuk menjelaskan kepada masyarakat Amerika bahwa Islam yang selalu dikaitkan dengan teror dan pembunuhan bukanlah Islam yang sebenarnya. Hal itu tidak lebih dari sebuah bentuk kesalahan dalam memahami Islam.

Muhammad Ali pernah berujar; “Followers of Allah are the sweetest people in the world. They don’t carry knives. They don’t tote weapons. They pray five times a day. . .  All they want to do is live in peace.”– “Para pengikut Allah adalah orang-orang yang paling manis di dunia. Mereka tidak membawa pisau ataupun senjata. Mereka berdoa lima kali sehari…dan apa yang mereka inginkan hanyalah hidup dalam damai.”

Tidak salah jika kemudian Washington Post menyebut Muhammad Ali sebagai A Champion for Muslim in America. Dia adalah sang Juara bagi Muslim di Amerika. Sherman A Jackson, salah seorang Professor di bidang Agama dan American Studies di University of Southern California mengatakan bahwa karena sosok Ali lah, menjadi Muslim di Amerika sebagai sesuatu yang keren. “Ali made being a Muslim cool”

Begitu besarnya kecintaan masyarakat Amerika kepada sang legenda, hingga di hari pemakamannya masyarakat dari berbagai agama hadir untuk memberikan penghormatan terakhirnya kepada sang bintang. Baik Muslim dan Non-Muslim menunjukkan rasa duka cita atas kepergiannya. Wajar, mengingat dalam hidupnya selain meyakini akan kebenaran agamanya, Ali adalah sosok yang menghargai pemeluk agama lain dan menentang perlakuan kejam terhadap pemeluk agama yang berbeda.

Ali menjadi sosok pemersatu bagi ummat Islam di Amerika. Di hari pemakamannya, Ummat Islam di Amerika baik itu yang berasal dari Arab, Asia Selatan (India-Pakistan), Asia Tenggara, African-American, White America, hingga Sunni dan Syiah bersama-sama mendokaan sang legenda. Sebuah momen penting tentang persatuan ummat Islam yang dalam beberapa hal, Islam di Amerika terlihat terpisah oleh karena sekat-sekat negara asal dan ras.

Sang legenda kini telah pergi dan meninggalkan Amerika yang sesungguhnya masih butuh tokoh-tokoh Muslim seperti Ali. Tokoh Muslim yang dihargai oleh pemeluk Non-Muslim. Tokoh yang aktif menjelaskan kepada orang-orang tentang Islam yang mencintai perdamaian dan menolak kekerasan. Tokoh yang menjadikan islam terlihat “cool” atau keren di Amerika.

Semoga upayanya dalam memperjuangkan Islam yang penuh Cinta di Amerika Serikat tidak diirusak oleh segelintir orang yang mengatasnamakan Islam dan menjadikan Islam terlihat menakutkan di dunia Barat.

Istirahatlah dengan damai Champ. Semoga Tuhan menempatkanmu di tempat yang mulia. Amin

This post was last modified on 24 Agustus 2016 11:19 AM

Syamsul Arif Galib

Pengajar di Fakultas Agama Universitas Indonesia Timur (UIT)

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

57 menit ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

59 menit ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago