Sebagai muslim yang baik, kita sebetulnya perlu kebal akan setiap provokasi. Utamanya di tengah pandemi ini. Karena, Al-Qur’an seperti selalu (memaksa kita) untuk anti provokasi. Sebagaimana yang terbangun dalam prinsip “Jika segala persaksian atau duugaan, tidak bisa dibuktikan dengan (fakta dan data) niscaya itu hanyalah fitnah, dan fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan”. Lantas, jika ketahuan menyebar fitnah, Al-Qur’an memerintahkan kepada kita untuk “Jangan percaya lagi persaksian orang tersebut”
Pemahaman di atas, sebetulnya sangat relevan untuk kita pegang. Karena kita ketahui bersama, provokasi selalu berakar dari (fitnah). Diproduksi bukan berdasarkan fakta dan data yang sebenarnya. Tetapi, provokasi hanya dibuat “khusus” untuk orang bisa bertengkar, saling-membenci dan merusak tatanan sosial yang ada. Dengan memanfaatkan moment, situasi dan keadaan tertentu sebagai “umpan”.
Menjadi Muslim yang Kebal Provokasi di era Pandemi
Lantas, bagaimana caranya agar kita bisa menjadi muslim yang kebal provokasi di era pandemi? Tentunya, sebagai muslim yang baik, kita sebetulnya perlu untuk (mencari tahu) akan kebenaran fakta dan data terlebih-dahulu. Sebagaimana Al-Qur’an memerintahkan untuk hal itu. Apa-pun informasi itu, baik perihal pandemi, vaksinasi, PPKM atau-pun kebijakan pemerintah perihal penanggulangan pandemi ini.
Agar, kita tidak mengandalkan informasi yang berseliweran itu sebagai (basis referensi) utama yang kita percaya. Karena, informasi itu bisa saja dibuat bukan berdasarkan fakta dan data yang valid berdasarkan penelitian yang objektif. Sehingga, informasi yang demikian Islam memasukkan ke dalam kategori (fitnah). Sebagaimana pemahaman di atas, bahwa provokasi selalu berakar dari fitnah yang perlu kita jauhi dan jangan percaya lagi.
Karena memang yang cukup dilematis bagi kita sebagai muslim yang baik, adalah (lemahnya kritisme) diri untuk melihat dan memercayai segala sesuatu. Padahal, Al-Qur’an selalu (menekan) kita untuk lebih sensitif terhadap segala informasi. Utamanya, kita perlu menelusuri terlebih dahulu perihal fakta dan data tersebut. Jika tidak sesuai, maka itu masuk ke dalam kategori fitnah. Tentu fitnah yang lebih kejam dari pada pembunuhan perlu kita waspadai dan perlu kita tinggalkan. Bahkan tidak hanya itu, Islam selalu mengecam bagi orang yang menyebar fitnah atau provokasi tersebut untuk tidak dipercaya lagi persaksian mereka.
Maka, sebagai muslim yang baik, kita perlu gunakan metode Al-Qur’an sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Yaitu cobalah untuk terus sensitif, kritis dan reflektif di dalam melihat segala informasi. Untuk mencari tahu fakta, data dan baik-buruknya bagi diri dan kemaslahatan umat. Utamanya di tengah pandemi ini agar kita tidak terjebak ke dalam provokasi.
Karena dengan cara seperti itulah, kita akan lebih mudah mengenali mana informasi yang memang berorientasi ke dalam fitnah yang condong provokatif dan mana informasi yang benar-benar menunjukkan fakta.
Sehingga, sebagai muslim yang baik, ketika kita telah menemukan (fakta) bahwa informasi tersebut condong mengarah ke dalam fitnah dan provokatif, maka Al-Qur’an memerintahkan kita untuk menjauhi. Sebagaimana di dalam ptotongan (Surat Al-Hujarat: 12). Bahwasanya “Wahai orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sehingga kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa”.
Jelas, sekali ayat ini sebetulnya memberikan tiga tahap metodologis agar kita tidak terjebak ke dalam provokasi dan bisa kebal akan hal demikian. Pertama, kita lihat segala informasi tersebut apakah itu fakta atau hanya prasangka yang condong dibuat untuk menyebarkan fitnah. Kedua, kita dituntut untuk menjauhi prasangka tersebut. Ketiga, prasangka dihukumi dosa untuk kita tinggalkan.
Oleh sebab itulah, kita perlu menjadi muslim yang kebal provokasi. Sebagaimana kita perlu mengamalkan prinsip Al-Qur’an yang mengacu ke dalam “Jika segala persaksian atau duugaan, tidak bisa dibuktikan dengan (fakta dan data) niscaya itu hanyalah fitnah, dan fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan”. Lantas, jika ketahuan menyebar fitnah, Al-Qur’an memerintahkan kepada kita untuk “Jangan percaya lagi persaksian orang tersebut”. Maka, metode tersebut perlu kita pegang dan dijadikan sandaran agar bisa menjadi muslim yang benar-benar kebal provokasi di era pandemi ini.
This post was last modified on 30 Juli 2021 1:58 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…