Dalam Konferensi Ulama Internasional bertajuk Bela Negara yang digelar Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) pada tahun 2016 telah menghasilkan 15 poin konsensus (kesepakatan) ulama dari 40 negara. Salah satu dari 15 poin konsensus tersebut, poin ke-5 menyatakan bahwa: tanggung jawab membela negara adalah kewajiban seluruh warga negara secara individu tanpa ada pengecualian. Siapa pun yang tidak membela negaranya, dia tidak berhak hidup di negaranya itu.
Membela negara bagi warga negara adalah sebuah kewajiban dan berperang untuk mempertahankan negara dan tanah air merupakan bentuk jihad. Indonesia telah memiliki sejarah penting bagaimana ekspresi jihad diwujudkan dalam bentuk mempertahankan tanah air.
Resolusi Jihad adalah fakta sejarah monumental dari tokoh ulama dan umat Islam yang mampu mengawinkan antara semangat juang keislaman dan kebangsaan.
Sejarah agung tersebut tidak boleh dilupakan dalam lembar catatan sejarah kemerdekaan Negara ini. Melupakan sejarah tersebut seperti melalaikan satu komponen penting dalam ramuan nasionalisme bangsa ini, yakni semangat jihad untuk membela tanah air. Negara ini hampir saja lalai membiarkan dan mengabaikan momentum penting itu selama setengah abad lebih.
Akibat paling fatal dalam melupakan sejarah jihad untuk bela tanah air, umat Islam generasi berikutnya tidak mempunyai memori penting keterlibatan umat Islam dalam perjuangan republik ini. Lebih parah lagi buku sejarah banyak memberikan prosi perjuangan separatis yang membawa nama Islam seperti DI/TII. Catatan sejarah ini sangat vulgar, padahal hanya sebagian kelompok kecil umat Islam yang ingin mendirikan Negara Islam.
Lembaran sejarah bernuansa separatisme itu, tidak diimbangi dengan catatan penting umat Islam yang lebih besar dalam perjuangan nasionalisme bangsa ini. Karena itulah, momentum peringatan Hari Santri Nasional sejatinya momentum peringatan umat Islam dalam perjuangan republik ini. Hari Santri Nasional juga momentum memperingati semangat jihad umat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan Republik ini.
Dalam konteks itulah, sudah sangat tepat apabila Negara menghargai perjuangan santri, ulama dan tokoh Islam yang merepresentasikan umat Islam sebagai bagian penting dalam perjuangan republik ini. Kalangan santri seperti KH. Hasyim Asyari pendiri Nahdlatul Ulama, KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, A. Hassan dari Persis, Ahmad Soorhati dari Al-Irsyad dan Mas Abdul Rahman dari Matlaul Anwar serta 17 nama-nama perwira Pembela Tanah Air (Peta) yang berasal dari kalangan santri merupakan tokoh penting dalam perjuangan republik ini.
Negara sudah selayaknya memberikan penghargaan yang pantas bagi seluruh pejuang dan pahlawan tanpa pandang bulu terhadap mereka yang menasbihkan jiwa dan raganya untuk kepentingan bangsa ini. Memberikan penghargaan dan memperingati momentum penting semangat keislaman dan kebangsaan ini dapat memangkas prasangka dan propaganda kelompok yang menghasut atas nama jihad untuk meruntuhkan Negara.
Kelompok-kelompok penghasut seperti itu lupa dan lalai bahwa sejarah kemerdekaan bangsa ini didapatkan melalui jihad umat Islam. Umat Islam Indonesia memberikan saham besar terhadap berdirinya Negara republik ini. Karena itulah, tanggungjawab sejarah melekat untuk mewariskan tradisi perjuangan ini ke generasi berikutnya.
Perjuangan santri merupakan penguatan identitas keIslaman dan kebangsaan dalam bingkai Negara Kesatuan. Identitas ini sangat penting dirawat agar para penerus bangsa mampu berkaca kepada sejarah dan menjadi panduan untuk melanjutkan cita-cita perjuangan bangsa. Umat Islam dalam sejarah kebangsaan yang tidak pernah mempertentangkan Islam dan kebangsaan, tetapi justru menjadikan ajaran Islam sebagai semangat perjuangan kebangsaan.
Tentu saja, perjuangan kalangan Santri tidak akan menimbulkan sekat-sekat sosial atau memicu polarisasi antar santri dan non santri, tetapi sebaliknya memperkuat semangat kebangsaan dan mempertebal rasa cinta tanah air. Tidak ada sekat antara kelompok nasionalis dengan umat Islam karena sesungguhnya kemerdekaan diraih atas sumbangsih seluruh komponen bangsa, termasuk umat Islam. Perjuangan umat Islam adalah semangat meneladani jihad ke-Indonesiaan dalam semangat kebangsaan, semangat cinta tanah air, dan semangat rela berkorban untuk bangsa dan Negara.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…