Pada Jum’at (13/10/23), Middle East Monitor melaporkan bahwa otoritas negara bagian Berlin mencekal penggunaan Kafiyeh khas Palestina di sekolah-sekolah di Berlin karena bisa menjadi ancaman terhadap perdamaian di lingkungan sekolah. Mereka mengasosiasikan Kafiyeh dengan kekerasan, pemberontakan, dan serangan yang dilakukan Hamas kepada Israel.
Sebelumnya, pada 2021, hasil pencarian mesin pencari Google merekomendasikan gambar kafiyeh Palestina sebagai tutup kepala yang disukai para teroris. Rekomendasi itu muncul ketika pengguna menulis kalimat di kotak pencarian Google gambar “Syal apa yang dipakai teroris?” (what do terrorists wear on their head). Hasil pencarian lantas menunjukkan gambar syal khas itu dan memancing kemarahan sejumlah pengguna.
Padahal jauh sebelum itu, kafiyeh adalah simbol budaya yang telah lama diidentikkan dengan perjuangan Palestina. Terlepas dari pemahaman saat ini yang mengaitkannya dengan terorisme, kafiyeh memuat makna dan simbolisme yang sangat dalam karena mencerminkan perjuangan rakyat Palestina untuk hak-hak mereka.
Kafiyeh Palestina, yang juga dikenal sebagai kufiyah atau hatta, adalah selembar kain yang digunakan untuk menutupi kepala dan leher. Meskipun sering diasosiasikan dengan Palestina, asal-usulnya lebih tua dan menjangkau seluruh Timur Tengah. Kafiyeh ini digunakan secara tradisional oleh banyak orang Arab untuk melindungi diri dari panas dan debu gurun. Tidak hanya sebagai elemen fungsional, kafiyeh juga memiliki nilai sejarah yang kuat di seluruh wilayah tersebut.
Raja Arab Saudi ketujuh, Salman bin Abdulaziz al-Saud, merupakan salah satu tokoh yang tidak pernah menanggalkan kafiyeh saat kunjungan-kunjungan kenegaraannya. Kafiyeh yang dikenakannya kadang berwarna putih polos, kadang berwarna putih merah dengan motif menyerupai kotak-kotak kecil. Kain penutup kepala tradisionsal Arab ini biasanya dikenakan dengan penahan kain berbentuk bundar bernama agal untuk menjaga kafiyeh tetap pada posisinya
Kafiyeh kemudian menjelma menjadi simbol politik. Di luar Timur Tengah dan Afrika Utara, kafiyeh pertama kali populer setelah kalangan aktivis yang mendukung orang-orang Palestina dalam konflik dengan Israel menjadikannya sebagai ikon “solidaritas Palestina”. Apalagi sejak maraknya Intifadah di Masjid Al-Aqsa, syal persegi panjang ini semakin banyak muncul dengan kombinasi bendera Palestina dan Masjid Al-Aqsa yang tercetak di ujung kain.
Selama abad ke-20, Kafiyeh Palestina menjadi simbol perjuangan yang kuat untuk hak-hak rakyat Palestina. Selama konflik Israel-Palestina yang berlarut-larut, Kafiyeh digunakan oleh para pejuang Palestina, seperti Yasser Arafat, sebagai simbol perlawanan terhadap pendudukan Israel. Pemimpin Palestine Liberation Organization (PLO) itu adalah orang yang mempopulerkannya di tahun 1960-an. Pendiri kelompok perlawanan Fatah ini selalu menggunakan kafiyeh yang bermotif kotak-kotak hitam dan putih kemana pun ia pergi. Arafat menggunakan kafiyeh dengan cara semi tradisional. Tidak jarang Arafat juga meletakkan kain kafiyehnya di pundak kanan dengan bentuk segitiga sebagai simbol teritori Palestina.
Disamping Arafat ada tokoh lainnya yang semakin mempupulerkan kafiyeh. Dia adalah Leila Khaled. Tokoh perempuan yang tergabung dalam kelompok bersenjata Popular Front for The Liberation of Palestine (PFLP) atau Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina melilitkan kafiyeh di kepala dan pundak. Ia memakainya menyerupai kerudung dan ini dianggap tidak biasa. Kafiyeh seringkali diasosiasikan dengan maskulinitas Arab. Banyak yang memandang bahwa hal ini tidak biasa dan memberi pesan tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.
Pada 2016, mengutip The New York Times, Rumah mode ternama Balenciaga pernah memamerkan kafiyeh pada pagelaran busananya. Sejumlah selebriti Hollywood juga tak ketinggalan, seperti bintang sepak bola Inggris David Beckham, Colin Farrel, hingga Sting. Semua mengenakan kafiyeh dengan gaya yang lebih kasual dengan mengalungkannya pada bagian leher.
Dengan demikian, kafiyeh bukan indikator terorisme, melainkan sebuah tanda perlawanan terhadap penindasan dan upaya untuk mendapatkan kemerdekaan. Kafiyeh juga mencerminkan identitas kultural yang kaya di dunia Arab dan khususnya Palestina. Kain ini sering dihiasi dengan pola dan warna yang khas dari berbagai wilayah Palestina, yang menunjukkan keragaman budaya di tengah konflik yang melibatkan berbagai kelompok etnis dan agama. Ini adalah peringatan penting bahwa di balik konflik politik, ada keragaman dan kekayaan budaya yang perlu dihargai.
Selain menjadi simbol perjuangan Palestina, Kafiyeh juga telah menginspirasi solidaritas global. Banyak aktivis dan individu di seluruh dunia mengenakan Kafiyeh sebagai tanda dukungan terhadap rakyat Palestina dan hak-hak mereka. Ini adalah contoh bagaimana simbolisme Kafiyeh Palestina telah melampaui batas geografis dan budaya.
Mengidentifikasi kafiyeh Palestina dengan terorisme adalah kesalahan yang merendahkan makna sejati dari kain ini. Kafiyeh adalah simbol perlawanan dan identitas, bukan alat kekerasan. Menyamakan seluruh rakyat Palestina dengan terorisme hanya memperkuat stereotip yang tidak seharusnya ada.
Kafiyeh Palestina adalah lebih dari sekadar sepotong kain; ia adalah simbol perjuangan, identitas, dan kekayaan budaya rakyat Palestina. Menyamakannya dengan terorisme adalah pemahaman yang dangkal dan merendahkan makna sejati dari simbol ini. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang kafiyeh Palestina, kita dapat meresapi kekayaan budaya Palestina dan dukungannya terhadap hak-hak dasar rakyat Palestina.
This post was last modified on 19 Oktober 2023 9:56 AM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…