Narasi

Kampanye Khilafah; Gejala FOMO Kaum Radikal Menunggangi Fenomena Demonstrasi

Akun TikTok @ekalastri333 dengan pengikut 12, 9 ribu dan menulis di bio profilnya sebagai “pengemban dakwah ideologis” mengunggah video yang mengomentari aksi demonstrasi belakangan ini. Ia menghasut para demonstran agar tidak hanya menuntut pembubaran DPR namun sekalian menuntut pergantian sistem politik dan pemerintahan menjadi sistem khilafah.

Pernyataan itu tidak hanya kontroversial dan provokatif, namun juga tidak menunjukkan sikap empati pada para demonstran dan aparat keamanan di lapangan. Bagaimana tidak? Ketika para demonstran menyuarakan aspirasinya dan ketika aparat kepolisian mengerahkan kekuataannya untuk mengamankan demo agar tetap kondusif, pemilik akun ini dengan santainya justru memprovokasi demonstran agar menuntut penggantian sistem politik dan pemerintahan menjadi khilafah.

Tidak berlebihan memang menyebut kelompok radikal pengusung khilafah ini sebagai benalu atau penumpang gelap dalam sistem demokrasi. Mereka hidup di Indonesia, menghirup udaranya, menginjak tanahnya, dan menikmati hasil pembangunan pemerintahannya. Namun, mereka selalu berkoar-koar anti Pancasila, alergi NKRI, dan menggaungkan wacana pendirian khilafah.

Menjadi benalu dan penumpang gelap agaknya telah menjadi karakter yang melekat di kelompok radikal pengusung khilafah. Dalam setiap momen krusial yang menyita perhatian publik luas, mereka tiba-tiba muncul, membawa narasi baru. Mereka ibaratnya seperti pahlawan kesiangan yang mencitrakan diri sebagai sosok penyelamat. Padahal, mereka sebenarnya justru menambah masalah menjadi lebih kompleks.

Di Suriah misalnya, kelompok pengusung khilafah, terutama ISIS itu muncul di tahun ketiga setelah revolusi bergulir. Revolusi Suriah itu awalnya dimotori oleh kelompok sipil pejuang HAM dan demokrasi yang geram pada rezim Bashar al Assad yang otoriter. Namun, di tahun ketiga revolusi, kaum radikal pengusung ideologi khilafah tiba-tiba membajak revolusi Suriah dengan agenda mereka sendiri yang bertentangan dengan spirit perjuangan HAM dan demokrasi sebagaimana menjadi agenda awal revolusi.

Gejala itu juga tampak dalam konteks Indonesia. Aksi demonstrasi massa yang terjadi marathon dalam sepekan terakhir sama sekali tidak menuntut perubahan sistem politik atau pemerintahan. Apalagi menyuarakan ideologi khilafah sebagai pengganti Pancasila dan UUD 1945. Namun, ketika aksi demonstrasi membesar dan menjadi perhatian global, kaum radikal pengasong khilafah tiba-tiba muncul dengan narasinya sendiri.

Apa yang dilakukan kaum radikal dengan mengampanyekan khilafah di tengah panasnya aksi protes massa itu tidak lebih dari sebuah gejala Fear of Missing Out alias FoMO. FoMO adalah perilaku tidak ingin ketinggalan tren dengan ikut-ikutan melakukan sesuatu yang tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Sederhanya, FoMO adalah perilaku ikut arus tanpa paham subtansinya.

Gejala FoMO ini tampak jelas ketika kaum radikal beramai-ramai menunggangi aksi demonstrasi dengan mengampanyekan khilafah. Kampanye khilafah di tengah aksi demonstrasi itu cenderung absurd. Bagaimana tidak? Di satu sisi mereka, para pengasong ideologi khilafah anti pada sistem demokrasi. Namun, di sisi lain mereka mendukung aksi demonstrasi. Padahal, demonstrasi itu produk asli atau anak kandung dari sistem demokrasi itu sendiri. Artinya, demonstrasi hanya mungkin dilakukan di negara yang menganut dan menerapkan sistem demokrasi. Disinilah terlihat kerancuan berpikir kelompok radikal pengasong khilafah.

Disinilah pentingnya kita menganulir kampanye khilafah di tengah gelombang demonstrasi. Sekali lagi ditekankan bahwa demonstrasi massa yang terjadi belakangan ini sama sekali tidak menuntut penggantian sistem pemerintahan, apalagi mendirikan negara khilafah. Kampanye khilafah di tengah gelombang demonstrasi adalah akal-akalan kelompok radikal yang FoMO dan berusaha menunggangi gerakan massa.

Di tengah situasi demokrasi yang diwarnai gejolak dan krisis ini, umat Islam harus kritis dalam memahami narasi yang berkembang terutama di media sosial. Umat Islam wajib memahami mana narasi yang berasal dari demonstran dan mana narasi yang mendompleng gerakan massa. Dengan begitu, kita akan mampu menghalau segala narasi provokatif yang membonceng aksi demonstrasi.

Harus diakui bahwa gejolak dan krisis politik adalah lahan subur bagi tumbuhnya ideologi trans-nasional. Ideologi seperti daulah atau khilafah islamiyyah selalu memanfaatkan situasi kekacauan sosial politik di sebuah negara. Ketika negara kehilangan legitimasi kekuasaanya akibat demo yang berujung kericuhan. Ketika gerakan sipil dituggangi oleh anasir radikal, maka ideologi trans-nasional akan memiliki celah untuk bangkit.

Maka dari itu, kita wajib menjaga stabilitas dan keamanan nasional. Menyampaikan aspirasi adalah hak tiap warganegara yang dijamin oleh konstitusi. Namanya hak tentu dapat dipakai dan bisa juga tidak dipakai. Namun, menjaga keutuhan bangsa termasuk merawat stabilitas sosial dan keamanan adalah prirotas wajib setiap warganegara yang tidak dapat ditawar.

Sivana Khamdi Syukria

Recent Posts

Harga Sebuah Amarah; Melihat Efek Demonstrasi Destruktif dari Sisi Ekonomi dan Psikologi

Dalam sepekan terakhir kita disuguhi pemandangan brutal ketika gerombolan massa meluapkan amarah kolektifnya. Ada yang…

23 menit ago

Agar Aspirasi Tak Tenggelam dalam Kebisingan Anarkisme

Gelombang demonstrasi terjadi di berbagai kota di Indonesia. Pada dasarnya, demonstrasi adalah hak konstitusional warga…

24 menit ago

Menyelamatkan Demokrasi dari Tipu Daya Demagog dan Ashabul Fitnah

Demokrasi adalah ruang hidup bangsa. Ia bukan sekadar sistem politik, melainkan jalan bersama untuk menyalurkan…

1 hari ago

Tidak Ada Demokrasi yang Seharga Nyawa

Di pengujung Agustus 2025, demokrasi kita kembali menorehkan luka. Dua nama, Rheza Sendy Pratama di…

1 hari ago

Kembali Bersatu, Jaga Indonesia: Belajar dari Pedihnya Provokasi

Di tengah puing-puing dan reruntuhan bangunan pasca demo, ada gelombang besar semangat yang mempersatukan seluruh…

1 hari ago

Menjaga Kemurnian Simpati terhadap Korban dan Melindungi Martabat Demokrasi

Demonstrasi adalah hak konstitusional untuk menyuarakan aspirasi, tetapi tragedi yang menyertainya sering kali menorehkan luka…

2 hari ago