Kebangsaan

Kampung Moderasi Beragama; Mencegah Regenerasi Sel Teroris di Akar Rumput

Radikalisme sebagai sebuah paham yang berbasis pada kebencian dan kekerasan tidak mengenal batas sosiologis. Ia bisa menginfiltrasi kelompok kelas menengah terdidik. Namun, ia juga bisa tumbuh subur di kalangan masyarakat rural-bawah.

Sebagai generasi yang lahir, tumbuh, dan dewasa di wilayah perkampungan, saya memahami betul bagaimana lanskap keberagamaan di kampung mengalami pergeseran siginifikan. Wilayah perkampungan, biasanya identik dengan basis Nahdlatul Ulama yang dikenal dengan keislamannya yang adaptif pada kearifan lokal.

Berbagi ritual keagamaan berbalut tradisi lokal pun lazim bagi masyarakat perkampungan. Tradisi selametan, peringatan tiga atau tujuh hari kematian, ruwahan, nyadran, dan sejenisnya adalah bagian dari kehidupan beragama masyarakat perkampungan.

Namun, belakangan tradisi itu kerap dipersoalkan sebagian kalangan yang menilai ritual itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Gelombang konservatisme keagamaan nyatanya tidak hanya melanda kaum menengah perkotaan. Namun, juga melanda kaum bawah di pedesaan.

Dengan kata lain, residu radikalisme telah merembes hingga ke akar rumput. Jika kita melihat secara detil ke bawah, potensi perpecahan umat karena isu-isu khilafiyah, terutama seputar ritual keagamaan yang beririsan dengan tradisi lokal itu sebenarnya sangat besar.

Maka, belakangan ini cerita tentang pembubaran acara larung sesajen, atau sinisme terhadap ritual nyadran dan sebagainya semakin sering kita dengar. Gelombang intoleransi dan radikalisme tidak hanya terjadi di kota besar, namun mengemuka juga di perkampungan.

Dalam konteks perubahan lanskap keagamaan di level akar rumput inilah, agenda kampung moderasi beragama yang diluncurkan oleh Kemenag RI menjagi urgen dan relevan. Program yang diluncurkan pertengahan tahun 2023 ini berorientasi pada terwujudnya relasi sosial-keagamaan yang toleran, inklusif dan harmonis berbasis desa atau kampung.

Mengapa desa atau kampung dianggap penting sehingga menjadi salah satu titik pusat agenda moderasi beragama? Tersebab desa atawa kampung adalah lapisan paling bawah dalam struktur masyarakat Indonesia. Jika desa kuat, maka bangsa ini akan kuat. Artinya, jika masyarakat desa mampu menerapkan paradigma moderasi beragama, maka cita-cita mewujudkan bangsa yang harmonis niscaya terwujud.

Membentengi Masyarakat Akar Rumput dari Infiltrasi Ideologi Anti-Kebangsaan

Program Kampung Moderasi Beragama bukankah sekadar lip service atawa formalitas belaka. Kampung Moderasi Beragama sengaja dirancang sedemikian rupa untuk membangun relasi sosial yang setara, damai, dan harmonis. Antara lain dengan meningkatkan fasilitas infrastruktur baik fisik maupun non-fisik, penanaman budaya keramah-tamahan, serta peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat. 

Selain itu, ada pula program pendampingan yang menggaet stakeholder terkait, seperti NGO (Non Government Organisation), maupun ormas keagamaan. Kemitraan ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam banyak sisi. Mulai dari sisi intelektual, finansial, sosial, maupun spiritual. 

Pemberdayaan multisisi, yakni intelektual, sosial, finansial, dan spiritual ini penting untuk membangun masyarakat bernalar moderat. Tersebab, pandangan keagamaan yang moderat mustahil dibangun di tengah masyarakat yang lemah dalam hal intelektual, finansial, sosial, dan spiritual.

Program Kampung Moderasi Beragama juga tidak luput memberdayakan warga secara ekonomi dan finansial. Acapkali, konflik atau kekerasan berlatar isu SARA itu justru sebenarnya berakar dari kesenjangan ekonomi yang melahirkan kecemburuan sosial.

Selan itu, Kampung Moderasi Beragama juga konsern pada penguatan ikatan sosial masyarakat. Yakni bagaimana agar masyarakat memiliki mekanisme untuk menyelesaikan persoalan tanpa konflik dan kekerasan.

Terakhir, Kampung Moderasi Beragama juga berorientasi pada sisi spiritualitas. Yakni bagaimana agama hadir bukan dalam tataran simbolik saja, namun lebih banyak dalam wujud nilai dan pengamalan sehari-hari.

Agenda Kampung Moderasi beragama yang digulirkan oleh Kemenag ini patut diapresiasi dan didukung. Mengapa demikian? Setidaknya ada sejumlah alasan. Pertama, kampanye moderasi beragama tidak cukup hanya sekedar digembar-gemborkan di ruang-ruang akademik dan formal.

Seperti ruang kuliah, gedung seminar, dan sejenisnya. Moderasi beragama bukanlah konsep yang mati melainkan sebuah gagasan yang harus dihidupkan dan diimplementasikan secara nyata di lapangan. Gagasan Kampung Moderasi adalah sebuah upaya mengkonkretkan gagasan moderasi beragama ke dalam tindakan nyata. 

Kedua, gerakan Kampung Moderasi beragama secara spesifik menyasar golongan masyarakat bawah yang selama ini memang menjadi obyek atau sasaran dari propaganda kebencian dan permusuhan.

Masyarakat bawah atau kerap disebut akar rumput selama ini kerap dijadikan sebagai obyek hasutan, provokasi, dan adu-domba. Dalam isi apa pun, entah itu isu sosial, politik, maupun agama kelompok akar rumput selalu menjadi korban narasi intoleransi bahkan radikalisasi. Program kampung moderasi beragama kiranya bisa menjadi salah satu upaya memutus regenerasi sel terorisme di akar rumput. Masyarakat yang berpandangan moderat niscaya memiliki kekebalan alamiah untuk menangkal setiap infiltrasi ideologi anti-kebangsaan.

This post was last modified on 20 Desember 2023 12:55 PM

Desi Ratriyanti

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

16 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

16 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

16 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago