Keagamaan

Kapan harus berjihad?

Seiring dengan semakin banyaknya varian makna jihad yang tersebar di tengah-tengah masyarakat, kecerdasan dan kemauan untuk terus belajar menjadi syarat utama agar tidak terjebak kedalam pemaknaan jihad yang salah. Salah satu makna jihad yang paling sering disebar belakangan ini adalah bahwa Jihad harus dilakukan dengan tindakan fisik, bukan hanya berdoa atau beribadah, bernarkah demikian?

Berjihad dalam arti menggunakan kekuatan atau teknik untuk menjatuhkan atau mengalahkan orang lain memang ada dalam Islam, namun hal itu disertai dengan beberapa syarat ketat. Jika jihad ini dilakukan tanpa ketepatan pada syarat, maka jihad yang dimaksud patut diragukan atau bahkan ditolak keabsahannya.

Muhammad Al Ghazali dalam bukunya “100 Pertanyaan Tentang Islam ” mengatakan bahwa terdapat tiga kondisi dimana orang Islam wajib berjihad dalam arti fisik atau kekuatan, yaitu sebagai berikut;

  1. Mencegah Fitnah

Mencegah fitnah artinya jika di sebuah negara atau tempat, orang-orang Islam sudah tidak lagi diperbolehkan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya seperti sholat, puasa dan lain-lain sehingga kaum muslimin banyak yang murtad atau meninggalkan agamanya, maka dalam kondisi seperti ini, umat Islam diharuskan untuk berjihad supaya penguasa memberikan kebebasan menjalankan syariat agamanya bagi setiap pemeluk agama, termasuk Islam.

 

  1. Pengamanan Dakwah Islam

Jika dakwah Islam disuatu tempat sudah tidak lagi diizinkan, mendirikan masjid atau tempat-tempat ibadah sudah tidak lagi diperbolehkan, berdakwah ke jalan yang benar tidak diizinkan dan segala aktivitas dakwah dilarang, maka dalam kondisi ini juga seorang muslim harus berjihad memperjuangkan hak-haknya sehingga dakwah Islam dapat berjalan dengan baik tanpa ada rintangan dan pelarangan dari siapapun.

 

  1. Melindungi Harta, Jiwa dan Kehormatan

Harta, jiwa dan kehormatan adalah titipan tuhan yang harus dijaga dan dipertahankan. Jika seseorang berada dalam kondisi terancam perampokan atau pembunuhan atas dirinya atau yang merusak kehormatannya, maka orang itu wajib berjihad mempertahankan harta, jiwa dan kehormatannya. Dalam konteks ini juga termasuk jika sebuah komunitas atau bangsa terancam diserang dari luar oleh pihak asing maka bangsa atau komunitas tersebut harus berjihad mempertahankan negaranya dan bangsa sebagaimana yang pernah difatwakan oleh Almagfurulillah KH. Hasyim Asy’ari.

Dalam tiga kondisi dimaksud diatas, jika seseorang menghadapi hal tersebut maka ia wajib hukumnya berjihad, dan mereka yang gugur atau meninggal dalam tiga kondisi dimaksud, mereka dibalas dengan kematian yang syahid.

Pertanyaannya, apakah jihad dan mati syahid yang diteriakkan oleh kelompok teroris baik di Indonesia maupun di luar negeri dapat dikategorikan sebagai jihad yang sebenarnya sebagaimana dimaksud oleh agama?

Di Indonesia kondisinya berbeda. Apakah orang-orang Islam dilarang sholat, puasa atau mendirikan tempat-tempat ibadah? atau apakah seorang dai di masjid-masjid ditahan atau dicekal jika menyampaikan dakwah Islam? atau apakah umat Islam di Indonesia setiap saat terancam perampokan, pembunuhan dari penguasa ataua ncaman-ancaman terhadap jiwanya dan keluarganya karena agama yang mereka anut?

Tentu jawaban untuk semua pertanyaan di atas adalah tidak. Meskipun Indonesia tidak mengusung agama sebagai ideologi dasarnya, namun semua orang di negeri ini bebas melaksanakan syariatnya masing-masing. Bahkan umat Islam yang menjadi mayoritas di negeri ini memiliki Pengadilan tersendiri, bank tersendiri, masjid megah pun berdiri dimana-mana, para dai dapat berdakwa bebas bukan hanya di masjid atau forum-forum pengajian, tetapi juga rutin tampil di acara-acara TV dan Radio, hal itu masih belum termasuk sejumlah keistimewaan bagi umat Islam di negeri ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Hal ini tentu semakin menegaskan bahwa jihad dengan kekuatan fisik masih belum diperlukan di negeri ini. karenanya jargon jihad dan mati syahid yang diteriakkan oleh kelompok radikal teroris bukanlah jihad yang dimaksud dalam agama Islam,semua itu tak lebih dari sekedar klaim tersendiri yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama Allah.

Wallahu A’lam

This post was last modified on 7 April 2016 9:03 PM

Suaib Tahir

Suaib tahir adalah salah satu tim penulis pusat media damai (pmd). Sebelumnya adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi timur tengah. Selain aktif menulis di PMD juga aktif mengajar di kampus dan organisasi

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

18 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

18 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

18 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

18 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

1 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

1 hari ago