Meskipun bangsa ini secara prinsip mengajarkan toleransi dan menolak rasisme, pada kenyataannya kasus-kasus intoleransi dan rasisme masih saja terjadi. Bahkan, kasus intoleran nampak mulai tumbuh dan bersemi di lingkungan pendidikan.
Kasus pemaksaan jilbab di sebuah SMKN di Padang adalah contoh tindakan intoleran. Sebab tidak menghargai keberagaman siswa. Soal ini, Kemdikbud Nadiem Makarim beberapa waktu lalu sudah menginstruksikan agar memberi hukuman yang tegas pada pihak-pihak yang terbukti berbuat intoleran dan melanggar hukum.
Pemaksaan berhijab tersebut menambah panjang daftar kasus intoleransi di dunia pendidikan. Belum lama ini kita juga masih ingat kasus seorang guru yang mengintervensi para murid di sebuah grup WA. Sebuah tangkapan layar grup WhatsApp viral di media sosial menunjukkan seorang guru di sebuah SMA di Jakarta kedapatan mengintervensi para murid agar memilih calon ketua OSIS dari agama tertentu.
Bukan tidak mungkin, sebenarnya masih banyak kasus-kasus serupa di sekolah-sekolah di Indonesia. Hanya saja, mungkin belum terekspose ke publik. Jelas, kasus-kasus tersebut harus menjadi catatan dan harus ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait. Kemdikbud, kepala daerah, kepala Dinas Pendidkan, maupun para kepala sekolah, harus bahu-membahu dan menjaga komitmen keberagamaan dan menolak intoleransi di dunia pendidikan.
Mendikbud Nadiem Makarim beberapa waktu lalu sudah berencana melakukan langkah-langkah konstruktif untuk mencegah intoleransi dan hal-hal serupa terjadi di sekolah. Melalui Instagramnya, Nadiem menegaskan akan terus berupaya mencegah adanya praktik-praktik intoleransi di lingkungan sekolah. Mendikbud akan mengeluarkan surat edaran dan membuka hotline khusus pengaduan untuk menghindari terulangnya pelanggaran serupa.
Selain intoleransi, kasus rasisme juga masih membayangi kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara. Baru-baru ini, beberapa tokoh dilaporkan ke kepolisian karena kasus rasisme. Hal ini tentu bukan contoh yang baik bagi masyarakat. Mengutarakan pemikiran yang berbeda adalah hal wajar yang dilindungi undang-undang di negara demokrasi. Namun, melontarkan ujaran rasis yang menyakiti atau merendahkan kelompok tertentu jelas tidak mendapatkan tempat di negara kita.
Intoleransi dan rasisme adalah penyakit yang mengancam kelangsungan kehidupan kita sebagai bangsa yang beragam dan mejemuk. Sebab sejak awal didirikan, bangsa ini sudah mendeklarasikan diri sebagai negara bangsa yang menghargai dan menghormati perbedaan. Intoleransi dan rasisme adalah ancaman dan musuk bagi kebhinekaan NKRI.
Memutus sejak dini
Melihat masih maraknya kasus intoleransi dan rasisme tersebut, harus dilakukan upaya-upaya konkret untuk bisa memutusnya sejak dini. Mulai di lingkungan pendidikan, semua pihak baik guru, kepala sekolah, anak didik, dan semua yang ada di lingkungan sekolah, harus memahami prinsip-prinsip hidup saling menghormati perbedaan.
Sekolah harus menjadi representasi Bhineka Tunggal Ika. Sekolah seharusnya menjadi contoh tentang bagaimana kemajemukan dan keberagamaan itu dikelola dengan baik dan harmonis. Di sekolah, siswa dari berbagai macam latar belakang bertemu. Di sinilah tugas guru untuk menciptakan kehidupan sekolah yang toleran dan damai di antara berbagai perbedaaan tersebut. Jangan sampai, guru justru membuat aturan atau menjadi pihak provokator yang menyulut dan menyuburkan benih-benih intoleransi kepada anak-anak.
Sekolah harus bisa membentengi sejak dini, baik para siswa maupun seluruh warga sekolah dari sikap-sikap intoleran dan rasis. Hal ini bisa terus dikuatkan dan dibiasakan dengan pendalaman pada nilai-nilai Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan nilai-nilai kebangsaan. Tak hanya dipelajari dan dihafalkan secara teori, semua itu harus terejawantah dalam sikap dan tindakan semua warga sekolah sehari-hari.
Diharapkan, jika di sekolah anak-anak sudah memiliki fondasi yang kuat tentang nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika tersebut, maka akan menjadi bekal menjalani kehidupan di masyarakat. Sehingga kehidupan yang aman, damai, dan saling menghormati bisa tercipta di masyarakat.
Pada intinya, semua harus disadarkan bahwa hidup di negara Indonesia harus bisa menerima perbedaan dan mampu menghargai keragaman. Dengan kata lain, sikap-sikap seperti intoleran, rasis, dan egoisme, harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan kita sebagai sebuah bangsa.
Kasus-kasus Intoleransi dan rasisme yang masih saja terjadi harus menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk membangun kembali semangat toleransi dan kebhinekaan. Intoleransi dan rasisme bukanlah persoalan sepele yang bisa dibiarkan begitu saja. Sebab ini menyangkut kelangsungan hidup kita sebagai sebuah bangsa yang besar dan mejemuk.
Intoleransi dan rasisme bisa menjadi benih-benih lahirnya permusuhan, kekerasan, bahkan pertikaian. Bahkan, membiarkan intoleransi dan rasisme akan bisa menumbuhsuburkan radikalisme di Indonesia. Oleh karena itu, semua pihak harus berkomitmen untuk mencegah dan memutus intoleransi dan rasisme sejak dini, dimulai dari diri sendiri dan lingkungan masing-masing. Ini semua tidak lain demi menjaga nilai-nilai kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
This post was last modified on 3 Februari 2021 2:09 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…