Keagamaan

Ketika Kelompok Radikal Menyuguhkan Ayat, Bagaimana Cara Membantahnya?

Bercermin pada kasus bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, pada Rabu (07/12/2023) yang lalu. Pelaku membawa sepeda motor dan di bagian depan bertuliskan tentang hukum bernegara kita yang dianggap syirik dan kafir. Lalu di situ ada sebuah tulisan ayat, yaitu (Qs. At-Taubah:29) yang menjadi dasar dia melakukan aksi kezhaliman itu.

Fakta di atas, pada dasarnya sebagai satu motif yang paling membahayakan dari propaganda radikalisme-terorisme itu. Ketika seseorang disuguhkan sebuah ayat, lalu tidak siap (siaga) secara mental teologis. Maka di situlah seseorang akan mudah terjebak, terlena dan terjerat ke dalam satu sikap, bahwa ajaran radikal itu dianggap kebenaran agama untuk diikuti.

Maka, menjadi penting untuk siap-siaga secara mental teologis, ketika kita disuguhkan oleh kelompok radikal sebuah ayat yang mencoba membenarkan ajaran radikal. Bagaimana kesiagaan kita dalam membantah itu? Tentu kita memiliki acuan kebenaran teologis yang harus menjadi kekuatan mental teologis kita dalam mencegah paham radikal itu sendiri.

Dalam praktiknya kesiap-siagaan kita, ketika kelompok radikal di platform media digital, di rumah ibadah atau di mana-pun. Lalu menyuguhkan sebuah ayat, seperti (Qs. At-Taubah:29) “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (Agama Allah) yaitu orang-orang yang telah diberikan kitab, hingga mereka membayar pajak dengan patuh sedangkan dalam keadaan tunduk”. Ayat ini selalu disuguhkan kelompok radikal kepada seseorang agar, meyakini ajaran radikal dianggap ajaran-Nya.

Lantas, bagaimana cara membantahnya? Bantahan pertama, kita mengacu ke dalam konteks ayat di atas, itu bukan perintah hukum umat Islam memerangi non-muslim tanpa sebab. Karena itu berkaitan dengan realitas peperangan Tabuk di era Nabi, di mana, para ahlul kitab melakukan penyelewengan dan tidak menegakkan ajaran yang disyariatkan kepada Nabi Musa dan Isa. Agama Taurat dan Injil dijadikan alat kepentingan politis, mengancam keamanan umat Islam sehingga perlu diperangi.

Bantahan kedua dengan basis teologis, korelasi ayat (Qs. At-Taubah:29) tentu berkaitan dengan prinsip hukum peperangan yang mengacu ke dalam (Qs. Al-Baqarah:190) “Dan Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas”. Jadi, bantahan-nya adalah: tidak ada korelasi peperangan itu atas satu kondisi (tidak sedang diperangi) maka, perilaku memerangi sama-halnya perilaku kezhaliman.

Dalam konteks lain, kelompok radikal juga gemar menyuguhkan ayat (Qs. Al-Baqarah:216) tentang perintah peperangan. Begitu juga ayat (Qs. Al-Anfaal:39) yang juga berkaitan dengan perintah peperangan. Dan beberapa ayat lain yang secara korelasi, mengajak memerangi orang kafir, membunuh secara zhalim orang yang dianggap kafir yang dikaitkan ke dalam ayat-ayat yang disuguhkan oleh kelompok radikal kepada kita.

Lantas, bagaimana clue-etis bagi kita untuk membantah itu semua? Hal yang harus kita pahami sebagai satu bantahan, pertama, tidak ada kebenaran memerangi, sebelum diperangi (Qs.Al-Baqarah:190). Menghargai perbedaan agama itu sebagai kemutlakan agama-Nya (Qs. Yunus:40-41) dan tidak ada paksaan dalam agama (Qs. Al-Baqarah:256) dan segala perilaku layaknya bom bunuh diri itu murni pembunuhan/kezhaliman melanggar nilai-nilai kemanusiaan (Qs. An-Nisa:93) dan (Qs. An-Nisa:29).

Dari semua argument yang disampaikan di atas, pada dasarnya sebagai satu (mental penting) secara teologis bagi kita. Untuk siap-siaga secara argument teologis untuk membantah segala penyuduran ayat yang dilakukan kelompok radikal. Kita harus bangkit secara teologis, agar tidak teraliniasi dan terjerat ke dalam pola radikalisasi dengan menipu kita melalui sodoran ayat. Maka, siap-siaga dengan membangun mentalitas teologis seperti di atas, niscaya kita membantah dan mencegah sedini mungkin paham radikal di berbagai ranah.

This post was last modified on 13 September 2023 12:49 PM

Sitti Faizah

Recent Posts

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

7 jam ago

Jangan Terjebak Euforia Semu “Nihil Teror”

Hiruk pikuk lini masa media sosial kerap menyajikan kita pemandangan yang serba cepat berubah. Satu…

9 jam ago

Rejuvenasi Pancasila di Tengah Fenomena Zero Terrorist Attack

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Peringatan itu merujuk pada pidato Bung Karno…

9 jam ago

Menjernihkan Makna “Zero Terrorist Attack” : Dari Penanggulangan Aksi Menuju Perang Narasi

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia patut bersyukur karena terbebas dari aksi teror nyata di ruang…

9 jam ago

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

5 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

5 hari ago